Sisi berbeda

10 2 0
                                    

Dio mungkin tidak akan pernah melupakan kejadian hari itu, kejadian dimana semua takdir yang mengikat ke sisi sebaliknya. 

Bukannya ia ingin melupakan kejadian itu, hanya saja ia berusaha untuk tidak menghapus kejadian itu dalam memorinya, berusaha mengingat untuk tidak akan mengulangi hal yang sama kedua kali.

Pikiran nya melayang jauh, berkutat dengan apapun kejadian yang berlalu-lalang memenuhi otak nya.

-•-

"Jangan sampe gagal, gue minta buat kalian semua, bantu gue" ucap Dio berseri, sorot mata yang hangat, senyum optimis begitu menyorot pandangan.

"Pasti" ucap kompak semuanya, Dio tersenyum puas dengan hasil usaha nya selama 2 minggu ini.

"Terus Rangga sama Davi udah jemput dia?" tanya Dio masih dengan wajah berseri, semoga hari ini yang di semoga kan tersemoga kan.

Hari ini hari jadi Dio dan dia Yang ke satu tahun. Maka dari itu Dio sangat berharap rencana mereka tidak kacau, semoga Dia- Nya menyukai apa yang Dio buat kan.

Disisi lain, ditempat yang berbeda. Rangga dan Davi telah siap didalam mobil merah milik Dio, Dio yang menyuruh mereka untuk menjemput si dia.

"Lama lo!" ucap Davi pertama kali saat si dia memasuki mobil.

"Sabar lah, namanya juga cewe" dia merapikan tatanan rambut nya, dengan makeup tipis, dan gaun berwarna senada dengan flat shoes milik nya, membuat kesan semakin anggun.

"Rapih banget" tanya Rangga fokus dengan jalanan didepan, pandangannya terarah satu titik.

"Tau kaya mau kemana aja ya" kekeh Davi, dia hanya tersenyum malu.

"Ya wajar kan pengen ketemu pacar" ujarnya dengan senyum, sorot mata teduh nya ikut berseri.

"Eh Kira-kira dia inget gak ya aniv hari ini" netranya menatap pandangan kosong kedepan, menerawang dengan hati tak bisa di kontrol, sesekali ujung bibirnya terangkat menampilkan senyum khas miliknya.

"Gue gak tau deh" Rangga menggidik kan bahu, netranya sibuk melirik Davi dari kaca ditengah mobil.

Yang dilirik paham kemudian menimpali apa yang Rangga katakan "bukannya gimana, kayanya sih gak inget soalnya tadi pas kita kerumah dia gak nyiapin apa-apa tuh, rumahnya juga sepi, dianya aja masih pake kolor"

Senyuman nya hilang, perlahan sorot mata teduh itu terlihat begitu layu. Dengan helaan nafas panjang-panjang yang terdengar, Dita menunduk membiarkan rambut panjang terurai nya bebas bergerak menyentuh kulit wajahnya.

"Udah saya duga sih"

"Tenang aja Dit, nanti kasih tau aja dia pelan-pelan, lo mau beli sesuatu buat dia? Lo yang paling tau dia kan? Hahaha" canda Rangga berusaha memberi semangat pada Dita, pikiran nya tidak sampai sejauh ini untuk membuat raut wajah ceria cewek itu surut.

"Nah iya tuh, lo mau beli sesuatu? " tanya Davi menimpali, Dita menggeleng pelan.

"Gausah, saya mau balik aja" Dita menengok lemah ke arah Rangga yang sedang mentapnya, raut menyesal kentara diwajah Rangga.

Rangga melirik ke arah Davi, memberi kode apa yang harus Rangga pilih, Dio atau Dita??

Davi membalas tatapan Rangga dengan gelengan pelan, alisnya menyatu, kening nya mengkerut. Mendandakan Rangga untuk tidak mengikuti kemauan Dita.

"Woii Dit! Jangan dibawa serius napa dah! Hahaha" tawa Davi, Dita menengok kearah cowo itu, memberi kode meminta agar segera diturunkan dari mobil milik Dio.

"Kita baru jalan loh, lo yakin?" tanya Rangga sesekali menengok pada Dita dan pada Jalanan, hatinya dilanda rasa bersalah.

Memang rumah Dita dan Dio sangat jauh, namun mereka satu sekolah, dihitung jika menaiki motor memakan waktu 15 menit, mobil 28 menit, jalan kaki 45 menit, cukup jauh? Memang. Bagaimana bisa saling mengenal? Mereka satu Sekolah Dasar sampai sekarang pun satu SMP.

"Udah jangan sedih kaya gitu dong" elus pelan Rangga di uraian rambut Dita, cewek itu menunduk, satu dua air mata tanpa sadar menetes.

Sakit dihatinya sebanding dengan sakit yang dirasakannya sekarang, yang dia butuh kan hanya Dio- nya. 2 minggu ini Dio sangat sulit dihubungi, disekolah pun tidak mau bicara, Dita jadi pusing dibuatnya.

Saat perlahan Rangga mengangkat tanganya dari atas rambut Dita, rambut cewek itu rontok banyak, sangat banyak mungkin, tidak bisa dihitung seolah Rangga menjambak rambut cewek itu.

Rangga menatap kaget telapak tangannya beralih menatap bingung Davi kemudian menatap Dita, perasaannya kacau. Tidak mungkin kan hanya dengan disentuh, rambut itu rontok seperti habis dijengut??

Perlahan Rangga menatap Dita, lekat sangat lekat, mata cewek itu memerah, bahunya menurun seolah semangat hidupnya hilang.

Sebelum sempat Rangga berkata, lebih dulu Dita menjelaskan.

"Itu yang Dio gak tau, hehe" cengkir cewek itu menatap menusuk netra Rangga, lengkungan di pipinya kentara, satu gigi gingsul dikanan mendominasi.

Mengapa saat Dita mengatakan hal itu, hati Rangga terasa sangat perih?

Salam hangat
[NoHope9_03]

Escape Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang