Alana mengobrak-abrik kardus yang berisi kan buku-buku lama Dan yang sudah tidak terpakai lagi.
Netra nya fokus melirik kesana-kesini bermaksud segera menemukan apa yang ia cari.
Pandangan menjadi samar-samar, tumpukan buku dengan debu melekat mendominasi. Alana sedikit mendangak, merambet kardus yang terletak persis diatas lemari tempatnya mengahadap, menyipitkan sedikit matanya untuk menghalangi debu masuk.
Dalam satu rambetan, kardus itu jatuh berserta dengan seluruh isinya, yang membuat Alana mau tidak mau ikut terjungkal kebelakang.
Bruk...
Pintu gudang terbuka, cahaya lampu menyorot memenuhi pandangan, Hesti berdiri dengan wajah panik masih memegangi knop pintu.
"Lagi ngapain sih??"
Buru-buru ia membantu Alana agar segera menyingkir dari tumpukan buku. Kemudian Hesti kembali mengomel.
"Kamu kalo apa-apa itu pelan-pelan kenapa sih??"
"Dari pada ngomel mending bantuin Bun"
Alana kembali mencari buku-buku yang berserakan disekitarnya, pandanganya tidak sedikitpun teralih Dari sana.
"Lagi nyari apa emangnya? "
"Binder warna item yang waktu itu dikasih aunty??"
"Duh bunda lupa lagi naro nya dimana"
Hesti menepuk pelan keningnya, berusaha mengingat dimana terakhir kali ia menyimpan binder yang Indri berikan saat ulang tahun Alana tahun lalu.
Dengan alis mengkerut yang memudar kemudian menjentikkan jari nya. Alana menengok, memperhatikan apa yang ibunya lakukan.
"Bukan disini"
Alana mengangkat satu alisnya sebagai jawaban 'terus?'
"Ada dilemari buku di kamar bunda, ambil sana"
"Dari tadi kek"
"Yaudah maap kan lupa"
Alana tidak menggubris Hesti, memilih meninggalkan wanita paruh baya itu didalam gudang kemudian pergi menuju kamar ibunya.
"ALANA?!! INI YANG BERESIN SIAPA DONG?!!"
"Nanti Alana beresin bun!!"
Membuka knop pintu berwarna biru langit tersebut, bau mint menyeruak masuk, dicarinya binder yang dimaksud dibarisan buku yang berjejer rapih.
Mengambil satu per satu buku Dari tempatnya tertata. Netra nya menangkap satu buku berwarna hitam pekat yang terletak dipojok bawah lemari. Diambilnya perlahan, dan benar saja! Itu binder yang dia maksud.
Dibawanya binder itu ke dalam kamarnya, membuka perlahan lembaran kertas dihalaman pertama, bau kertas baru tercium pekat.
Menarikan pena hitam nya dilembaran tersebut, rasanya agak aneh, mungkin karena buku baru.
Pandangannya terfokus pada jalanan komplek yang menyorot langsung dari balik kaca kamarnya. Terlihat satu dua motor dan mobil juga pejalan kaki berlalu lalang mencari udara segar saat sore hari.
Langit sudah menampakkan awan hitam, namun tidak ada niatan bagi mereka untuk masuk ke dalam rumah sekedar untuk menghangat kan tubuh
Bandung, 4 November
Aku yang memilih memperjuangkan mu seorang diri disini. Entah sekarang, besok, atau lusa, mungkin aku juga yang akan memilih untuk menyerah padamu.
-Alana Dita-
Tess... Tess.. Tes..
Hujan deras kembali mengguyur. Perkiraan Alana tepat, bau aspal menyeruak masuk kedalam kamarnya, hujan seolah sudah menjadi hal yang biasa bagi warga bandung.
Alana memejamkan matanya sebentar, perasaanya kacau, seolah ada sesuatu yang ingin meledak dihatinya.
Mungkin jalan untuk mengabaikan Dio satu-satunya yang terbaik bagi dia.
Salam hangat.
[NoHope9_03]
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape
Teen FictionBerkali-kali mencoba, berkali-kali pula gagal. Cinta bukan perihal 2 hati yang saling jatuh, tapi janji yang tanpa sadar mengikat lekat. Janji lama yang selalu dikenang lewat coretan tua dibuku lesuh. Bagaimana cara dia datang tanpa permisi, lalu pe...