"Gue anterin gak?" tanya May pada Alana. Sekarang Alana sedang ada dirumah May, mengerjakan tugas Pak Rizal yang tak kunjung selesai.
"Gausah, oh iya tugasnya lo lanjutin ya? Besok gue kesini lagi tinggal ngedit" Alana memasukkan satu tangan ke saku jaket boomber navy miliknya.
Rambutnya yang di kuncir bergerak ke kanan dan ke kiri terbawa angin, tas nya ia sampirkan dibahu kiri.
"Yaudah gue duluan" Alana berbalik melangkah kan kaki menjauh dari halaman rumah yang sudah sangat familiar bagi nya.
"Oke hati-hati Lan!! " May melambaikan tangan ke arah Alana, dan hanya dibalas senyum simpul cewek itu.
Alana tidak membawa kendaraan, maka dari itu ia harus menyebrang menunggu bus dihalte persis seberang rumah May, terdapat taman kecil juga dibelakang halte itu.
Alana tidak langsung menaiki bus tujuannya yang sampai saat Alana sampai pula dihalte, memilih berbelok ke arah haluan kanan, tepat dimana taman berada.
Berjalan dijalanan setapak dikelilingi tanaman yang menjulang membentuk pohon, cahaya minim turut menyapa, angin dingin ikut berlalu lalang, dan cahaya bulan pun ikut menghiasi.
Alana duduk disalah satu bangku taman, memandangi apapun yang bisa dipandanginya, satu dua pejalan kaki berlalu lalang terlihat.
Mengistirahatkan sebentar netra nya yang sedari tadi sibuk memandangi layar komputer dikamar May, hembusan nafas panjangnya yang teratur begitu terasa, membiarkan otak nya rileks walau sebentar saja.
Sepersekian detik Alana kembali mengingat Dio. Walau sekeras apapun Alana mencoba, tetap saja dia belum bisa melupakan Dio yang melekat erat dihati dan juga otaknya.
Seolah perasaan Alana berkata untuk tidak lagi memperdulikan Dio, tetapi hati nya berkata untuk tidak berhenti memperdulikan Dio.
Binder hitam yang terletak rapih di dalam tas nya diambil, membuka lemabaran kertas yang bau nya sudah tak tercium itu lagi. Menulis seolah menjadi kebiasaan nya akhir-akhir ini.
Mendaratkan kata-perkata diatas kertas tadi, tinta pulpen nya merambas tebal ditulisan yang dia buat.
Bandung, 9 november
Jujur...
Aku terlalu jatuh pada mu...
Mengapa sakit ini sangat sulit untuk dilupakan?...
Aku tidak ingin menyalahkan takdir...
Tapi semoga saja, karma tidak datang menghampiri mu..Aminnn...
-Alana Dita-
Menutup buku seperti yang sudah -sudah. Beban dihatinya belum berkurang sedikitpun, Jika dia menatap Dio malah perasaan sakit itu bertambah semakin besar setiap harinya.
Perasaan kacau, menyesal, marah, benci, kecewa, ingin meluapkan segalanya, tercetak jelas diraut wajah Alana.
Sebesar apapun Alana menyembunyikan tangis nya dari orang lain, tapi Alana tidak akan mampu menyembunyikan air matanya dari Allah.
Karna Allah lah satu-satunya tempat Alana mengadu segala beban yang dia rasa disepertiga malamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape
Teen FictionBerkali-kali mencoba, berkali-kali pula gagal. Cinta bukan perihal 2 hati yang saling jatuh, tapi janji yang tanpa sadar mengikat lekat. Janji lama yang selalu dikenang lewat coretan tua dibuku lesuh. Bagaimana cara dia datang tanpa permisi, lalu pe...