Apa aku harus pergi dulu agar kamu tahu makna hadirku? Padahal sudah kuberi tanda, tapi kamu seolah tutup mata.
••••
Copyright April 2017 by Inesia Pratiwi
_____________________________ C L O S E E N O U G H
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
<><>
"Semalem Dion kabur dari rumah."
Rena meremas lengan Adam semakin kuat. Lututnya lemas dan jantungnya bak melorot ke usus. Tak kuasa melihat kondisi ibunya Dion juga mendengar kabar tentang Dion, Rena turut meluruhkan airmatanya.
Dion... sahabat yang paling welcome, apa adanya, lucu, polos.
Dion... yang selalu jadi bahan candaan tapi tak pernah marah. Yang selalu punya senyum untuk mendukung sahabat-sahabatnya. Yang punya hati tulus mendoakan sahabat-sahabatnya. Yang sering pasang telinga untuk curhatan sahabat-sahabatnya, meski tak pernah ia mengerti.
Sekarang, ia justru tak punya tempat untuk mencurahkan isi hati, ia memilih untuk pergi sendiri. Ia justru kabur tanpa ada yang mendukung.
Itulah yang membuat Rena saat ini merasa sangat bersalah pada Dion. Harusnya ia bisa peka, bukan hanya memikirkan masalah sendiri. Gara-gara masalah dengan Abi waktu itu, Rena jadi lupa kalau bukan cuma dirinya yang punya masalah. Bukan cuma dirinya yang butuh diperhatikan, butuh didukung.
"Tante mau menggugat cerai ayahnya Dion," kata ibunya Dion tanpa ada yang bertanya.
Adam langsung memejamkan matanya. Ternyata bukan keluarganya yang paling hancur, ada lagi yang bahkan sudah hancur. Sama seperti yang Rena rasakan, Adam juga tidak pernah menyangka keluarga Dion punya cerita se-tragis ini.
Selama ini, Adam selalu menempatkan dirinya menjadi orang paling tidak beruntung di antara sahabatnya. Punya orangtua yang super sibuk, Adam pikir hanya keluarganya yang tidak sempurna. Tapi hari ini ia sadar, dibandingkan dengan Dion, dirinya masih jauh lebih beruntung.
"Udah lama ayahnya selalu begini," ibunya Dion melanjutkan cerita tanpa bisa menahan isakan. "Siapapun yang salah —bahkan kalo anak-anak yang salah, tetep tante yang dipukul."
Tetesan airmata Rena berubah menjadi isakan, mengiringi isakan ibunya Dion.
"Tante tau rumah tangga ini gak sehat, tapi setiap tante mau pisah, ayahnya lebih ngelakuin hal yang gila. Dia selalu pake ancaman mau bawa anak-anak. Tapi tante udah gak kuat lagi, tante mau lepas dari suami yang seperti punya dua kepribadian gitu. Kadang manis, tapi kadang berubah jadi kasar dan sesudahnya dia mohon-mohon minta maaf, trus besoknya diulang lagi begitu-begitu aja."
"Tante...." Jemari yang semula berada di lengan Adam, dipindahkan Rena dua-duanya untuk menggenggam jemari ibunya Dion. Menyalurkan kekuatan agar wanita itu bisa mengakhiri semua ini dengan keputusan paling bijak bagi seluruh pihak.
"Sekarang adik-adiknya Dion dibawa pergi sama ayahnya. Tante sendiri gak tau di mana keberadaan Dion, semalem tante pikir dia mungkin pergi ke rumah salah satu dari kalian, tapi ternyata Dion bener-bener kabur."