Baru saja Wildan akan bergabung dengan keramaian, tapi seorang panitia menahannya. Katanya seorang bintang tamu tidak boleh kemana-mana tanpa pengawasan. Takut terjadi sesuatu yang kurang mengenakkan.
Akhirnya setelah melalui negosiasi yang cukup sulit, Wildan tetap diperbolehkan melihat cheers tampil. Dengan syarat, melalui backstage. Awalnya Wildan ingin protes, tapi melihat wajah lelah si panitia, ia jadi tidak tega.
Musik pengiring sudah dimainkan, para anggota cheers juga mulai berlari kecil memasuki tempat tampil. Pakaian mereka bukan seragam seperti biasa, tapi kaus polos warna-warni dengan bawahan denim. Sederhana, tapi lucu.
Mata Wildan berbinar setelah menemukan seseorang yang ia cari. Seseorang yang sebelumnya lewat ruangan basecamp nya. Seseorang yang tadi berebut gliter untuk menghias wajahnya.
Wildan tidak selugu itu. Wildan tau kalau sekarang ia sedang jatuh pada pesonanya. Pesona anak sekolah menengah atas.
Wildan jatuh pada senyum gadis itu. Senyum yang sangat manis walaupun ia menahan beban temannya di atas. Bias jingga senja mempercantik wajahnya, memperjelas tulang pipi berhias gliter. Baju birunya terlihat sedikit longgar, tapi tampak pas untuk tubuh mungilnya. Wildan benar-benar sudah jatuh.
Di saat ia sedang asik mengagumi, Brian mengejutkannya. Tapi ia tidak bisa kesal. Setelah menoleh sebentar, ia kembali memperhatikan si gadisnya.
"Bri?"
Mulutnya memanggil Brian, tapi matanya masih fokus pada si gadis yang kini diangkat oleh temannya.
"Itu," Wildan menunjuk gadisnya, "yang pake baju biru lucu"
Senyumnya merekah seiring si gadis yang juga tersenyum. Ia tidak peduli jika Brian memandangnya aneh. Ia sengaja menunjukkan gadisnya pada Brian, setelah ini pada temannya yang lain, kalau perlu kepada seisi semesta. Itu gadisnya, gadis yang membuatnya jatuh cinta kembali sekian lama.