Suasana mobil sangat hening sejak Wildan menginjak gas dari sekolah Odelia. Hanya terdengar suara radio yang memutar lagu Hold Me Tight or Don't milik Fall Out Boy dan klakson yang bersahutan dari luar karena jalanan sore hari sangat padat.
"Nanti arahin belok beloknya ya, Li"
Wildan memutuskan untuk memecah keheningan diantara mereka. Tangan kirinya mengecilkan volume radio. Ia tidak tahan jika harus berdiam diri dengan Odelia yang tampak murung.
"Lia ngga mau langsung pulang, Mas." Jawab Odelia. Matanya fokus pada jalanan di luar, memperhatikan pengendara motor di sebelah mobil Wildan yang sedang mengupil. Gadis itu tertawa.
"Heh orang lagi ngupil jangan diketawain," Wildan mengacak gemas pucuk kepala Odelia, "terus kalo ngga mau pulang mau kemana?"
"Muter-muter Jakarta,"
Wildan melirik jam yang yang melingkar di tangan kirinya. Sudah hampir pukul lima. Pun jingga matahari sudah terlihat makin redup. "Udah jam segini loh tapi,"
"Nggapapa, mumpung di rumah ngga ada orang" jawab Odelia sambil mematikan ponselnya dan memasukkan benda itu ke dalam tas. Ia sedang tidak ingin diganggu.
"Iya deh. Tapi nanti sebelum jam delapan Mas anter pulang ya"
Odelia mengangguk.
Keadaan menjadi hening kembali. Padahal Wildan sedari tadi ingin bertanya banyak hal tentang hubungan Odelia dan si CBR. Ia juga ingin tau kenapa Odelia tiba-tiba murung seperti ini.
"Li, kok Mas perhatiin dari tadi kamu murung gitu sih?"
Keberanian Wildan untuk bertanya terkumpul saat mobil mereka lagi-lagi terjebak di tengah kemacetan.
"Eh? Lia ngga ngerasa kalo lagi murung kok," jawab Lia sambil membuang pandangan ke jendela. Jelas sekali kalau sedang berbohong.
Wildan menghela nafas. Ia sudah menduga jawaban Odelia akan seperti itu.
"Terus kalo cowo yang tadi itu siapa?"
Kali ini Odelia menatap Wildan yang juga menatapnya. Sesaat si gadis terpaku dengan mata coklat Wildan yang terlihat indah.
"Namanya Alino. Dia temenku dari SMP. Udah kayak babu sendiri hehehe"
Meskipun bibir Odelia melengkung ke atas, Wildan bisa melihat ujung bibir itu bergetar karena senyumnya terpaksa. Pancaran mata gadis itu juga tidak selaras dengan nada bicaranya yang ceria.
"Maaf Li sebelumnya, Mas ngga bermaksud ikut campur. Tapi kalo Mas perhatiin, kamu lagi ada masalah sama dia ya makanya jadi murung gini?"
Odelia menghentikan tawanya. Perkataan Wildan tepat sasaran. Gadis itu langsung menunduk. Kali ini tidak repot-repot menyembunyikan wajah sedihnya.
"Sebenernya Mas,"
Odelia menarik nafas panjang. Ia memberanikan diri untuk menatap Wildan.
"We've had feeling for each other for years"