17

1.9K 374 6
                                    

"Del, ayo pulang"

Kepala Alino menyembul dari balik pintu kelas Odelia padahal bel pulang baru berbunyi. Odelia jadi curiga jika Alino membolos di pelajaran terakhir.

Setelah membereskan barangnya dan memastika tidak ada yang tertinggal, Odelia menghampiri Alino.

"Duh, semalem Mas Wildan udah bilang mau jemput gue. Sekarang dia udah di depan,"

Ekspresi Alino mengeras. Telinganya panas mendengar penuturan Odelia.

"Tapi kan mamah papah lo udah nitipin lo ke gue. Jadi selama mereka belum balik dari Semarang, lo jadi tanggung jawab gue"

Odelia mendengus. Selalu seperti ini. Bukan pertama kalinya Alino membatasi ruang gerak Odelia dengan laki-laki lain. Odelia hanya sedang berusaha melupakan perasaannya pada Alino. Tapi Alino seakan menahannya untuk tetap tinggal. Alino tetap memaksa Odelia untuk berdiri di sampingnya walaupun tembok yang menghalangi mereka jelas adanya.

"Please No, buat sekali ini aja lo jangan halangi gue. Lagian gue juga udah izin mamah kok." Odelia memasang wajah memohon. Tangannya mencengkram ujung jaket pemuda di hadapannya.

Setelah hening yang cukup lama, Alino menghela nafas. Ekspresinya mulai melunak.

"Yaudah. Tapi temenin gue ambil motor, habis itu gue boncengin sampe depan"

Odelia memekik senang sambil melompat kecil. Hal itu membuat Alino gemas.

Jarak parkiran motor dengan gerbang depan memang cukup jauh. Jadi jelas Odelia tidak menolak dibonceng Alino sampai depan gerbang karena itu sangat menghemat tenaganya.

Sampai di depan, Odelia bisa melihat Wildan bersandar pada Nissan Teana hitamnya. Wildan yang menyadari kehadiran seseorang hanya menatap terkejut. Bagaimana tidak terkejut jika CBR yang ia pikirkan akhir-akhir ini muncul dihadapannya lengkap dengan Odelia.

"Wildan Enam Hari?" Tanya Alino setelah turun dari motornya.

Wildan ingin mencekik anak yang baginya kurang ajar itu. Sudah jelas Wildan lebih tua darinya yang bahkan saat ini masih memakai seragam putih abu-abu. Tapi seenaknya dia memanggil Wildan hanya dengan nama. Belum lagi ekspresi menyebalkan yang sedari tadi Alino tunjukkan.

"Iya. Kenapa?" Wildan memasang ekspresi yang tidak kalah menyebalkan.

"Gue titip Odelia nya. Awas kalo sampe kenapa-kenapa"

Alino mendorong bahu Odelia pelan ke arah Widan, lalu pergi begitu saja dengan motornya. Odelia memandangi kepergian Alino dengan tatapan sendu.

"Lia, ayo"

Wildan menarik tangan Odelia lembut dan menuntunnya masuk ke dalam mobil. Dalam hati ia menerka-nerka sebenarnya apa hubungan mereka sampai-sampai Odelia nya yang ceria menjadi murung seperti ini.

Euphony | Kim Wonpil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang