Obrolan mereka malam itu diputus secara sepihak oleh Wildan setelah mengucapkan selamat malam tanpa repot-repot mendengar balasan dari Odelia. Rasa tidak nyaman menjalari hati Wildan.
Dirga yang berada di sebelahnya menyadari raut Wildan yang mendadak berubah. Tidak biasanya ia menjadi murung setelah menerima telepon dari Odelia. Pasti ada masalah, pikirnya.
"Woi kenapa? Ada masalah?"
Jae, Satria, dan Brian yang semula sibuk merapikan barang-barang mereka langsung menoleh ke arah Wildan akibat perkataan Dirga.
Wildan mengacak rambut frustasi. Ia hanya menggeleng sesaat, lalu lanjut merapikan barang-barangnya yang sempat tertunda karena mengangkat telepon dari Odelia.
Keempat lainnya berusaha tidak ambil pusing. Mereka yakin Wildan pasti akan cerita sendiri jika sudah siap. Entah itu nanti saat di mobil, atau tengah malam di balkon kamar Jae ditemani secangkir kopi instan.
●●●
"Bang Bri, kalo misal Zea pergi pensi sama temen cowonya, lo kesel ngga?"
Wildan sepertinya tidak bisa menahan lebih lama. Ia langsung bersuara ketika masuk ke dalam mobil.
"Selama dia izinnya jelas dan ngga macem-macem, sebenernya ngga masalah sih. Tapi buat apa pergi sama cowo lain kalo gue bisa nemenin dia?"
Wildan merasa tertohok oleh jawaban Brian. Ia langsung membuang pandangannya ke luar jendela, menatap tetes-tetes air yang membasahi jalanan dan mobil kereka.
"Kenapa? Odelia diajak sama Alino?"
Tebakan asal Jae diangguki oleh Wildan.
"Zea juga kemarin ngajak gue sih. Tapi ya lo tau sendiri kan kita ada jadwal?" Sahut Brian. Diam-diam pemuda itu mengulum senyum jahil.
"Terus Zea nya gimana?" Tanya Wildan.
"Ya ngga gimana-gimana. Tetep pergi dia"
"Sama siapa?"
"Ya sama gue lah?"
Wildan menyadari ada yang tidak beres dengan perkataan Brian ketika menyadari bibir si bassist membentuk seringai kecil.