"Mas, malem minggu nanti bisa dateng ke pensi sekolah Lia?"
Alih-alih sapaan hai atau halo, hal tersebutlah yang diucapkan Odelia saat nada sambung tergantikan oleh suara Wildan yang terdengar letih.
Keheningan mengisi ruang di antara mereka. Wildan di seberang sana masih belum menjawab. Odelia mengasumsikan itu sebagai pertimbangan dari Wildan.
"Malem minggu besok, Li?" Tanya Wildan. Letihnya diperjelas oleh dehaman untuk menyamarkan serak.
"Iya"
Odelia menjawab dengan ragu. Perasaannya bilang percakapan mereka malam ini tidak akan sebaik malam malam sebelumnya.
"Maaf yaー"
Odelia menahan nafas. Setengah dari dirinya sudah tau jawaban apa yang akan terdengar. Setengah lainnya berusaha untuk menolak.
"Mas kayaknya ada jadwal"
Nada bicara Wildan penuh penyesalan, membuat Odelia tidak jadi merasa kecewa. Ia paham kalau ini adalah salah satu resiko memiliki kekasih seorang anggota band yang sedang merintis karirnya.
"Iya kok nggapapa. Lia ngerti. Mas tapi jangan lupa istirahat ya, suaranya udah serak gitu"
Obrolan mereka berlangsung cukup lama dengan topik seputar kesehatan mereka berdua, sesekali melempar candaan ringan. Odelia sudah mulai lupa dengan ajakannya yang ditolak secara halus oleh Wildan.
"Terus pensi besok jadinya Lia dateng sama siapa?"
Sampai pada akhirnya, justru Wildan yang mengingatkannya kembali.
"Males ah kalo ngga sama Mas"
Wildan tertawa kecil. Ia sebenarnya ingin sekali menemani Odelia menikmati acara sekolahnya. Menggenggam tangan si gadis di tengah keramaian.
"Ini kan acara sekolahnya Lia, masa ngga dateng? Mas nggapapa kok Lia mau dateng sama siapa aja. Asal terus ngabarin Mas ya"
"Kalo gitu, Lia boleh dateng sama Alino?"