☘️2. Pesta Bencana

61.1K 3.8K 281
                                    

Sekali Lo masuk, Lo nggak akan gue izinin keluar. Ini bukan ancaman, tapi perintah.

❁‿❁
.
.
.

Pesta yang Vallen maksud, bukanlah pesta biasa. Mereka diajak ke perkumpulan manusia yang sangat menggemari dunia malam. Suara musik disko menghentak hingga menggetarkan jantung. Belum lagi cewek-cewek berpakaian sexy, terlihat duduk di pangkuan masing-masing dari cowok itu.

Menjijikkan!

Felisha harus menahan diri dari mengumpat kasar, kalau tak mau dirinya dianggap aneh oleh para cewek di sana. Siapa yang tak suka pesta? Mungkin hanya dirinya.

Lihatlah Juwita, sahabatnya itu sedang melakukan hal gila bersama Marcel. Di tengah lautan manusia, mereka bercumbu dengan begitu rakusnya. Ternyata efek dari meminum alkohol benar-benar memutuskan urat malu seseorang.

Felisha mengusap perutnya yang terasa mual oleh bau yang begitu menyengat dari alkohol dan asap rokok. Dia tak pernah berada di tempat seperti ini seumur hidupnya.

"Nih minum," Vallen menyodorkan segelas air minum berwarna kuning.

Felisha tak mau menerimanya. Dia masih sibuk menahan mual dengan mengusapi perutnya.

"Ini cuma orange juice. Gue tau Lo nggak minum. Dengan minum ini, Lo bakal lebih enakan," kata Vallen masih tetap menyodorkan minuman tersebut.

Felisha akhirnya mau menerima minuman itu. Dia memang butuh sesuatu untuk menghilangkan rasa enek yang menjalar hingga ke perutnya itu. Orange juice sepertinya tepat, rasa asam akan membuat air liurnya sedikit lebih enak.

Vallen tersenyum melihat Felisha menghabiskan minuman itu. Dia lalu manggut-manggut mengikuti irama musik.

Lama kelamaan, Felisha merasa kepalanya sedikit pusing. Pandangannya seakan berputar, atau justru tempatnya berpijak yang bergoyang. Felisha memijit pangkal hidungnya, berusaha melenyapkan rasa pening. Dia menatap semua orang yang terasa memiliki ribuan bayangan.

Kok rasanya tambah mual ya... Batin Felisha. Dia tak kuat lagi, sepertinya perutnya itu akan memuntahkan sesuatu.

Felisha pun berdiri, dia ingin ke toilet. Tapi begitu kakinya berhasil melangkah, tiba-tiba semua yang terlihat makin berputar hingga membuatnya oleng dan jatuh ke pelukan seseorang.

Lalu semuanya gelap.

●▬▬badboy▬▬●

Mata Felisha perlahan bergerak-gerak. Sebelum membuka mata, dia lebih dulu memijat kepalanya yang terasa sangat berat. "Juwi, semalem lo yang bawa gue pulang ya?" Tanya Felisha tanpa membuka matanya.

Dia tau kalau dia sedang tak berada di dalam kamar kosnya yang berukuran sempit. Karena harum dari ruangan, dan empuknya kasur yang ditidurinya sekarang hanya pernah dia jumpai di kamar Juwita. Meski harumnya sedikit berbeda, tetap saja enak di hidung.

"Juwitaaaa," panggil Felisha kembali. Kali ini dia menggoyang-goyang tubuh di sebelahnya agar segera bangun.

"Berisik!"

Deg!

Detak antung Felisha melonjak drastis. Bukan suara Juwita yang dia dengar, melainkan suara seorang cowok. Suara serak yang secara samar Felisha kenali.

Suara...

Felisha seketika membuka mata, mengabaikan rasa pening di kepalanya. Dia menatap terkejut pada keadaan ruangan yang menjadi tempat tidurnya saat ini. Ruangan besar, serba putih dan tertata rapi, jelas ini bukanlah kamar Juwita yang serba pink dan selalu berantakan. Bahkan ukurannya jauh lebih besar dan lebih...

Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang