☘️18. Berhenti Kerja (lagi)

45.6K 2.9K 201
                                    

Brak!

"Woooo gila Lo berdua, ini rumah gue!!"

Juwita berkacak pinggang di depan ranjang besar yang berisi dua orang tengah berpelukan di dalam selimut tanpa berpakaian. Tadinya, Juwita bermaksud untuk membangunkan Felisha, dipikirnya Vallen sudah pulang semalam. Tapi ternyata...

"Anjir, baru baikin udah begini aja tingkah..."

Bugh!

Sebuah bantal melayang di wajah Marcel sebelum cowok itu sempat melanjutkan cibirannya. Vallen pelakunya, dia langsung menutupi tubuh Felisha hingga kepala agar tak terlihat oleh Marcel. Marcel seketika mendengus dan melotot pada Vallen.

"Berisik Lo berdua!" Sentak Vallen. Dia menutupi telinganya dengan guling, memejamkan mata kembali.

"Bangun! Lo kira rumah gue hotel!" Cecar Juwita lagi.

"Udah yank, biarin aja. Mungkin mereka lelah," kata Marcel sambil merangkul pundak Juwita.

Juwita memonyongkan bibirnya. "Aku masih butuh Felisha," rengeknya.

"Nanti kan bisa. Udah ayo," Marcel menyeret Juwita keluar. Dia lantas menutup pintu, membiarkan yang di dalam tetap dengan kenyamanannya.

Setelah dua orang itu pergi, barulah Vallen menyibakkan selimut Felisha agar tak menutupi wajah lagi. Dia berbaring miring, menyangga kepalanya pada telapak tangan. Diamatinya wajah Felisha yang tertidur sangat lelap. Masih sulit meyakini kalau ini semua nyata. Semalam itu terlalu indah sehingga rasanya seperti sedang bermimpi saja.

"Mereka udah pergi?" Tanya Felisha yang membuka matanya dan langsung bertatapan dengan Vallen.

"Kamu udah bangun?" Tanya Vallen kaget.

"Udahlah. Masa iya aku nggak kebangun sama suara Juwita." Felisha merapatkan tubuhnya memeluk Vallen, dia merasa kedinginan dengan AC yang masih menyala di pagi hari ini.

Vallen mencium pelipis Felisha. "Mau bangun atau tetep di sini?" Tanyanya.

Felisha mendongak. "Bangun aja, nggak enak di rumah orang." Dia mencium bibir Vallen sekilas, lalu bergerak duduk sambil mengapit selimut di ketiaknya.

Nyiiittt.

"Aw, Vallen!" Pekik Felisha saat kulit lengannya terasa perih dicubit oleh Vallen dengan keras.

"Kirain mimpi," ujar Vallen sambil terkekeh.

"Sakiittt," Felisha memperhatikan bekas cubitan Vallen yang memerah.

"Hehehe. Maaf, Fel. Cuma mau mastiin aja aku lagi mimpi atau nggak. Kalau emang mimpi, aku mau ajak kamu tidur lagi aja nggak usah bangun-bangun."

Felisha sontak tertawa. Dia mendorong pipi Vallen, gemas. "Mana ada nge-test gituan dengan nyubit orang lain. Cubit tuh diri sendiri, kalo sakit baru bukan mimpi."

Vallen pun menurutinya. Dia mencubit lengannya dengan keras dan seketika meringis. "Iya nyata," katanya dengan wajah bahagia.

Felisha geleng-geleng kepala. Vallen ini terkadang kentara banget kebodohannya. "Baju aku dimana?" Felisha celingukan mencari pakaian tidurnya.

Vallen ikut mencari. Lalu dia menemukan onggokan piyama berwarna peach dengan motif beruang, di atas karpet bulu. Vallen pun memungutinya dan memberikannya pada Felisha.

Felisha menerimanya, tapi matanya masih mencari-cari sesuatu yaitu penutup dadanya.

Lagi, Vallen yang menemukannya. Sebelum memberikannya pada Felisha, dia sempat mengecek lebih dulu bagian dalam tali pengait bra, membaca angka yang tertera di sana. "Tiga empat C," gumamnya.

Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang