duo

27.2K 1.6K 724
                                    


"Di mana tuh anak?"

"Di belakang."

"Kondisinya gimana?" tanya Kafka saat memasuki apartemen seseorang yang gelap. Suara dingin Kafka melebur menyeramkan dengan langkah kaki membelah kegelapan.

Tadi setelah menerima kabar mobilnya hancur dengan tongkat baseball karena ulah perempuan itu, Kafka berkeharusan untuk pergi. Ditambah telfon dari nomor yang ingin sekali Kafka coret dari hidupnya.

Teman pemilik ponsel itu berkata kalau dia kumat.

"Bugatti dan Maybach Anda hancur."

"Kondisinya."

"Hancur."

Kafka menghentikan langkah kaki menoleh belakang menghadap Ramon kesal. "Tuh anak, bukan mobil gue."

Ramon batuk sebentar, "Dia habis satu pack rokok. Asmanya bisa kambuh."

Sial. Mau mati rupanya.

Kafka melanjutkan jalannya hingga berhenti di depan balkon lantai 20. Dengan tenang tapi wajahnya kaku, cowok itu mendekati dan berakhir berdiri menjulang di depan perempuan berambut coklat, sangat menyatu dengan kulit putih bersihnya yang pucat.

Cowok itu melepas kemejanya, menyisakan kaus hitam sebelum berakhir berjongkok di depan perempuan ber-dress hitam yang terlihat kacau.

Dari sini Kafka bisa melihat, pipi perempuan itu basah karena air mata.

Puluhan putung rokok berjejeran di sekitar paha.

Botol minum berada di cengraman.

Perempuan ini....... benar-benar menarik kesabaran Kalingga Kafka Mangkualam hingga titik terendahnya.

"Bangun."

Suara Kafka terdengar berat dan penuh perintah. Tapi bagai listrik, tangan perempuan itu langsung terjulur ke atas, seolah ingin meraih Kafka. "Kaf.... sampai juga kamu...."

"Mau mati?"

Itu kalimat kedua yang dipilih Kafka saat melihat tongkat baseball tergeletak di dekat puluhan putung rokok.

"Jawab. Lo mau mati?"

Perempuan yang terlihat imut tapi kini jiwanya dirobek sisi gelapnya seolah tuli. Ia berhenti meraih Kafka dan justru menghisap rokok kuat-kuat dan mengembuskan dengan asal hingga batuk-batuk.

Mencoba membuat Kafka marah dengan ia menyiksa badannya adalah kegemaran perempuan itu.

Dan parahnya, abu panas bercampur api itu jatuh, dan mengenai kulit di paha yang perempuan hingga melepuh karena terbakar.

Dan Kafka menggertakkan gigi karena marah. Sialan!

"Lepas minumannya," kata Kafka tanpa nada. Terdengar tidak peduli. "Lepas juga rokoknya."

"Gak mauuuuuuu..."

Kafka tidak punya waktu mengurusi masalah tidak penting seperti sekarang. Akhirnya ia menarik botol minuman beralkohol di genggaman perempuan gila di hadapannya itu. "Iya, tapi nggak bisa gini," katanya masih tenang. Seolah; lo bisa ngerepotin gue kalo lo mati. Gue butuh tidur daripada ngurusin mayat.

Changed | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang