sexāgintā qūinque

9.3K 893 2.4K
                                    


"Gue nggak enak banget si sebenernya ikut ke sini."

Adara menenangkan. "Santai aja, Tania. Tante Sera sendiri yang ajakin. Beliau baik banget. Serius."

Tania menatap rumah Kafka. Luas, mewah, megah dengan interior ˈkoʊkoʊ. Penuh estetika di mata Tania.

"Eh, kalian. Ayo sini masuk!" Sera menyambut di depan pintu. Wanita itu tetap menarik dengan celana jeans dipadu turtle neck hangat cream, tidak lupa Chatime di tangannya.

"Tante dari tadi?" Adara menyapa.

"Baru aja." Sera senyum. Lalu melihat siapa yang diajak Adara.

"Saya Tania, Tante..." Tania mengenalkan sopan. "Maaf ya, Tante, ngerepotin."

"Hei, santai aja Tania." Sera senyum. "Nggak ngerepotin sama sekali. Lagian Tante yang ajakin. Nanti kita bakar ikan juga di halaman belakang. Udah nggak hujan."

Adara dan Tania senyum. Marshall cuman diam aja.

"Nanti ada Athena juga yang gabung. Kalau Erlang–ahhh, pusing Tante dia di mana. Tadi ketemu cuman di sekolahnya, itupun dia takut dikira Tante siapa-siapanya. Emang dasar Erlangga Alam."

Adara tertawa kecil. Lucu liat interaksi Tante Sera dan Erlang. Tania cukup dengar soal Erlang dari Nathan. Katanya si, tingkahnya sama aja kayak abangnya.

"Ini belum pada makan malem, kan?" ulang Sera.

Adara menjawab dengan gelengan pelan dan senyuman. Marshall berdiri di samping cewek itu. Seolah menjaga dari jarak aman.

"Tante suka Chatime ya?" tanya Tania. "Rasa apa?"

"Hazelnut chocolate milk tea si, favorit Tante. Tambah pearl." Sera nyengir.

Tania ketawa. "Ih, samaan!"

"Wah, kita bisa beli bareng-bareng Tania." Sera tertawa.

"Yuk, Tanteee." Rupanya Tante Sera ini baik banget dan seru. Tania boleh nggak, doa punya mertua kayak gini? Hm.

"Yaudah. Kapan-kapan ya, sama Adara, ajak juga Marshall." Sera mengeluarkan ponsel. Minta tolong James untuk memotretkan mereka bersama.

Setelah lima jepretan— Marshall di sebelah Adara, lalu Sera dan Tania.

"Lucu nih." Sera menujukkan hasil fotonya. Sampai suara mobil berhenti terdengar di depan mereka.

Kafka.

Cowok angkuh itu keluar dengan tenang. Terlihat cuek tapi tatapannya sesekali menilai Adara dan Marshall.

"Kok lama, Kaf?" Sera pura-pura heran. Padahal tau banget. Anak cowoknya tadi pulang sendirian, yang ditunggu: Adara, justru pulang bareng Marshall.

Sukurin.

"Dari apotek. Beli obat." Kafka melirik Adara yang pura-pura nggak liat.

"Obat? Kamu sakit?"

"Nggak, Ma."

"Terus buat siapa?"

"Ada."

Adara pamit ke mobil milik Marshall karena ponselnya ketinggalan. Sera yang paham segera mengajak Tania untuk masuk. Menyisakan Marshall dan Kafka yang kini berhadapan.

Aura tidak santai menguar di antara kedua cowok itu. Sedari tadi Kafka mencoba biasa aja, nyatanya nggak bisa. Bayangan Adara dan Marshall pelukan muncul, dan itu menganggu.

Sialan. Ganggu banget di pikiran. Anjing emang.

Adara yang menyadari hawa nggak enak segera mendekati mereka. Ditatapnya Kafka dan Marshall bergantian dengan mendongak karena tubuh dua cowok itu yang tinggi. Awalnya mereka nggak sadar kehadiran Adara, sampai Adara membatukkan diri.

Changed | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang