☁️9. Faith

811 156 17
                                    

Renjun duduk di lobby rumah sakit sambil menggoyang - goyangkan kakinya seakan - akan hal itu dapat membuat waktu berjalan lebih cepat. Memang, dia baru duduk di sini selama sekitar 15 menit, tapi tetap saja kedua jarum di jam tangannya belum menunjukkan pukul 4 sore.

Ia bolak - balik langsung mengecek handphone-nya begitu benda itu bergetar karena sebuah notifikasi, namun yang muncul selalu bukan pesan dari Emma.

Seharusnya Emma sudah ada di rumah sakit ini tapi ia masih belum mengetahui di mana kamar perempuan itu. Mungkin kah, di kamarnya yang dulu?

Tapi kata mamanya Emma, Renjun harus menunggu untuk diinfokan tentang nomor kamarnya.

Rasanya Renjun semakin tidak sabar. Ia hanya ingin segera bertemu Emma, mengapa harus serumit ini?

Handphone-nya bergertar lagi untuk kesekian kalinya, dan saat ia melihat layarnya ternyata sebuah pesan dari Emma yang masuk.

emma_park:
kamar 302.

Sudah ia duga, Emma kembali ke kamarnya yang dulu. Kamar yang ia tempati sebelum ia berangkat ke Singapura.

Tanpa berlama - lama Renjun langsung menaiki lift dan menuju kamar yang sangat familiar baginya tersebut.

Setibanya di sana ia mengintip ke dalam kamar dari kaca kecil yang ada di pintu. Di sana terlihat Emma yang sedang berbaring di kasurnya dan mama papanya yang duduk di sofa dekat kasur.

Renjun mengetuk pintunya sekali lalu memasuki kamar Emma.

Dari luar ia dapat melihat betapa Emma terbaring dengan lemah di kasurnya, namun saat ia melihatnya lebih dekat seperti ini Emma makin terlihat sangat lemah dan rapuh.

Apa yang sebenarnya terjadi? Emma seharusnya tidak terbaring lemah seperti ini lagi. Bahkan seharusnya ia tidak perlu dibawa kembali ke rumah sakit ini. Seharusnya ia sudah sehat.

Tidak, ini tidak benar.

"Emma..." bisik Renjun.

Renjun tidak sempat untuk menyapa kedua orang tua Emma saking paniknya ia saat melihat kondisi Emma.

Emma hanya menoleh dan tersenyum lemah ke arahnya. Wajahnya pucat pasi, kantung matanya terlihat lebih hitam dan rambutnya yang tergerai sedikit menempel ke wajahnya karena keringat.

Renjun yang melihat reaksi Emma langsung menoleh ke arah kedua orang tua Emma.

"Om, tante, Emma kenapa?"

Orang tuanya tidak langsung menjawab dan saling memandang untuk beberapa saat hingga akhirnya mamanya membuka suara.

"Transplantasi Emma belum bisa dibilang sepenuhnya berhasil. Untuk beberapa hari ini masih dalam masa pemulihan. Harus dipantau perkembangan sel darah dan daya tahan tubuhnya juga. Tapi untuk sekarang gapapa kok, cuma demam dan mual itu wajar kata dokternya."

Renjun langsung menghembuskan nafas lega setelah mendengarnya. Ia kira sesuatu yang buruk terjadi pada Emma, ternyata tidak juga.

Ya walaupun demam dan mual dapat dikatakan sebagai hal yang buruk tapi setidaknya itu hal yang normal terjadi pasca transplantasi.

"Injun, tante sama om mau ke kantin dulu sebentar ya. Lagian kayaknya kalian perlu ngomong berdua. Iya, kan?"

Renjun hanya melirik Emma dan perempuan itu mengangguk. Renjun menoleh lagi ke arah orang tua Emma dan ikut mengangguk juga.

vivant • huang renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang