Pacar Halal 21

4.1K 180 12
                                    

Satu bulan lagi menjelang pernikahannya, Afirah melingkari tanggal yang paling sejarah dalam hidupnya 26 Maret. Hari itu dimana ia akan sah menjadi istri Hilmi. seluruh hidupnya akan ia abdikan pada suaminya. Hanya pada suaminya.

Ia menatap gaun pengantin yang akan ia kenakan di hari bahagianya, ia tak menyangka jika gaun nya itu telah usai di jahit dalam dua bulan. Semua perlengkapan pernikahan nya hampir selesai dari mulai undangan, tarub, make up, dan lain-lain. Padahal masih satu bulan lagi pernikahannya tapi semuanya sudah beres.

Semua itu dilakukan oleh Hilmi, katanya ia tak ingin dadakan biar ketika hari H nya saja sudah siap semuanya. Afirah hanya nurut, mengikuti semua kehendak calon suaminya.

"Fi, lagi apa? Calon Manten kok ngelamun aja. Nanti ke sambet loh" Fina duduk di kursi kamar Afirah. Dari kemarin Fina sudah berada di rumah Afirah karna Afirah sendiri yang menjemput Fina di pesantren.

"Kesambet galau sih iyah".

"Galau-galau. Kamu tuh yah bilangnya galaaaaauuu mulu. Kapan happy nya?".

"Entah lah" Afirah mendekati jendela kamarnya, matanya memandang keluar menembus hujan. Hujan kali ini memang tak begitu lebat seperti malam tadi. Namun hujan itu mampu membuat Afirah semakin tenggelam dalam kerinduan. Jangan tanyakan siapa yang dirindukan olehnya. Kau pasti tahu jawabannya "Fin. Katakan pada ku jika aku ini salah. Katakan jika aku telah berdosa karna masih mengharapkan Kak Alvin, katakan jika aku wanita yang tak punya perasaan karna telah menerima pria lain sedangkan aku masih menaruh hati pada Kak Alvin. Dan tolong katakan juga jika aku wanita jahat paling wahid sedunia karna aku telah mempermainkan perasaan Gus Hilmi" Afirah menangis. Lagi. Hati nuraninya memberontak. Sekarang hatinya tak dapat ia bohongi. Jiwanya menolak namun hatinya begitu hancur.

Ia sudah berusaha untuk menerima Hilmi, menyakinkan Hilmi bahwa ia benar-benar akan melupakan perasaannya pada Alvin.

Namun nihil. Semakin ia menolak, perasaannya semakin memberontak.

Kakinya tak dapat lagi menopang tubunya, hatinya begitu kacau hingga membuat seluruh tubuhnya lemah. Tubuh Afirah melorot. Lalu terduduk, kedua tangannya mengepal di atas pahanya. Air matanya meneter mengenai jilbab dan tangannya. Hujan semakin deras hingga suara tangisannya tak ada yang bisa mendengar dari luar.

Fina memeluk tubuh Afirah. Ia tak tahu harus memihak pada siapa. Pada Hilmi-priya yang selama ini ia kagumi dalam diam, atau pada Sahabatnya yang telah berhasil mendapatkan cinta Hilmi.

Sisi lain hati dan pikirannya beradu. Hatinya menyarankan untuk tetap menguatkan Afirah. Namun pikirannya memberontak menyuruhnya untuk merebut Hilmi dari sahabatnya. Hatinya juga sakit mendengar pengakuan Afirah.

'Tidak Fina. Itu salah. Jangan turuti hawa nafsumu. Jangan dengarkan bisikan setan'.

"Fi. Jangan seperti ini. Semua butuh waktu, butuh proses, doa, dan perjuangan. Dan yang paling penting kesungguhan hati mu untuk bisa melupakan Alvin. Ingat, Fe. Saat aku sedang ada masalah kau selalu membacakan Surah Al-Insyirah". Kemudian Fina membacakan surat itu hingga selesai. Afirah masih menangis. Sesenggukan.

"Fa inna Ma'al-'usri yusroo. Maka dimana ada kesulitan di situ ada kemudahan. Itu janji Allah, Fi. Jangan pernah meragukan janji-Nya".

"Berdoalah padanya. Karna sesungguhnya Dia lah yang Maha pembolak-balikan hati, Fi. Aku tak bia mengecap mu sebagai penjahat dan pembohong. Hanya Allah yang Maha tahu hati seseorang".

Entah dari mana kata-kata itu berasal. Yang pasti Fina sendiri tak sadar bisa sedewasa itu. Biasanya ia hanya mengeluarkan kata-kata pedas pada sahabatnya, namun sekarang keadaan yang bisa membuatnya sebijak ini.

Pacar HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang