90 15 3
                                    

Indonesia
2016.10.11

Malam itu udara terasa sejuk. Langit terlihat bercahaya diterangi bulan dan bintang. Jalan tampak lengang. Hanya terdengar suara hewan malam yang bersautan.

Dimalam itu aku bermimpi. Aku berada di sebuang bangunan yang terbuat dari kayu. Bangunan tersebut seperti gazebo. Tetapi lebih luas. Tempat itu berisikan beberapa meja dan kursi seperti di sebuah restoran. Tapi tidak ada seorang pun disana kecuali aku.

Aku duduk di salah satu kursi. Menatap pemandangan di depan, yaitu hamparan laut yang luas serta ombak yang menghantam tebing di depannya. Angin yang kencang menerbangkan rambutku. Langit yang cantik berwarna orange, serta burung camar yang terbang di atasnya. Menandakan matahari akan tenggelam.

Tiba-tiba ada sosok seorang, bukan melainkan 7 orang yang berdiri diantara pemandangan tersebut. Siluet dari 7 orang tersebut menggambarkan mereka sedang tertawa bahagia. Sepertinya mereka dekat sekali satu sama lain.

Aku menatap mereka serius. Kemudian senyumku mengembang. Aku memberanikan diriku untuk mendekat. Satu, dua, tiga langkah pelan namun pasti. Setiap langkahku mengikis jarak antara aku dengan mereka. Entah sejak kapan aku sudah memegang sengenggam tangkai bunga soba di tanganku.

Jarak kami sekarang hanya beberapa meter. Mereka seketika menoleh hampir bersamaan saat merasakan keberadaanku. Aku memberhentikan langkahku saat jarak kami hanya sekitar satu meter. Aku menatap mereka gugup. Dengan seluruh keberanianku aku memberikan bunga itu kepada mereka.

Saat perasaanku masih gugup mereka tiba-tiba tertawa dan mengambil bunga yang kuberi. Sedetik kemudian mereka bersamaan menghampiriku dengan senyum mengambang di wajah mereka.

***

Seoul
2020.11.13

Pagi hari aku terbangun karena alarmku berbunyi. Aku terdiam sebentar di atas kasur untuk mengumpulkan seluruh nyawaku. Ku ambil handphoneku yang berada di atas meja samping tempat tidur. Membalas beberapa pesan dari orang tuaku, kemudian beranjak untuk mandi.

Seperti biasa aku menyiapkan sarapanku sendiri. Aku memilih memasak sendiri agar bisa berhemat. Hidup sendiri di negara asing memang harus berhemat kan? Aku keluar dari apartemenku menuju tempat les.

Lulusan tahun ini aku mendapatkan beasiswa kuliah di Seoul. Selama 5 tahun ke depan aku akan tinggal disini. 1 tahun untuk belajar bahasa, dan 4 tahun kuliah. Tapi, jika aku mendapatkan pekerjaan disini mungkin aku akan menetap lebih dari 5 tahun.

Saat mendapatkan surat beasiswa kuliah di Seoul aku sangat bahagia sekali. Karena sejak dulu aku ingin sekali kuliah disini. Orang tuaku juga sangat bangga padaku sekaligus cemas. Karena di Seoul aku akan tinggal sendirian. Tapi aku meyakinkan mereka jika aku bisa hidup mandiri. Lagi pula ada temanku yang juga mendapatkan beasiswa di sini tetapi kami beda tempat tinggal. Namun kita sering bertemu karena satu tempat les.

Hari ini cuaca mulai dingin karena sudah memasuki musim gugur. Dari semua musim aku lebih suka musim gugur, karena saat itu disepanjang jalan akan ada banyak daun pohon berwarna orange kemerahan berguguran. Itu akan sangat indah jika kau melihatnya secara langsung.


Kurapatkan mantelku saat angin berhembus. Hari ini aku memakai pakaian kasual serta mantel yang aku beli ketika sampai di Seoul. Aku juga membawa tas gendong kecil untuk menaruh bukuku dan perlengkapan lainnya.

Jarak antara tempat les ku dan apartemen lumayan dekat. Sehingga aku hanya perlu berjalan kaki untuk sampai di sana. Di tengah jalan aku mampir di sebuah mini market untuk membeli beberapa makanan ringan dan minuman.

Saat masuk mini market udara terasa hangat. Karena selama musim gugur dan musim dingin penghangat ruangan selalu di nyalakan. Aku langsung disambut kasir mini market tersebut.

"Annyeonghaseyo."

Aku membalasnya dengan senyuman. Kemudian aku berjalan mencari barang yang ingin kubeli. Saat sibuk mencari, aku melihat orang yang mencurigakan. Dia seorang pria yang tingginya kurang lebih 174 cm. Memakai pakaian serba hitam dan topi hitam yang menutupi wajahnya. Seketika pikiranku dipenuhi hal-hal negatif.

Apakah dia seorang pencuri? Atau mungkin perampok bersenjata? Mungkin buronan yang kabur dari penjara?

Pikiran itu muncul terus di kepalaku. Hingga akhirnya aku memberanikan diri mendekatinya. Semakin dekat, dan semakin dekat. Jantungku mulai berdetak kencang. Ini seperti adegan di film detektif yang aku tonton di rumah. Yang mana aku adalah peran utama Detektif tersebut dan pria ini adalah penjahat yang kepergok.

Jarakku sudah dekat dengannya. Kemudian dia seperti akan mengambil sesuatu dari dalam jaketnya.

Oh tidak! Apa mungkin dia akan mengambil senjatanya?

Buru-buru aku memegang pundaknya dengan cepat sambil berteriak, "Ya!" . Aku dan dia terkejut disaat yang bersamaan dan akhirnya kami berdua jatuh. Saat aku membuka mata aku menemukan topi hitam yang dia kenakan tadi sudah terjatuh di depanku. Buru buru aku bangun dan melihat dia yang masih terjatuh di bawah.

Aku menatapnya tak percaya. Badanku rasanya kaku dan tidak bisa bergerak. Sedangkan pria tersebut masih merintih kesakitan saat jatuh tadi.

Ini benar-benar nyata kan?
Aku sedang tidak bermimpi kan?
Tak bisa dipercaya! Pria yang berada di depanku saat ini adalah Idol yang kini sangat terkenal. Dan aku pun sangat mengidolakannya. Aku masih tak percaya dia adalah Jimin BTS! Iya dia adalah Park Jimin! Aku tak percaya ini! Sekarang idolaku berada di hadapanku!
Eotteohgehaeyahabnikka! (Aku harus bagaimana!)

***

MIRAE KKUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang