십일

23 11 2
                                    

Seoul
2020.12.25

Mirae

Aku belum tidur. Sulit sekali untuk memejamkan mataku. Apa ini yang di namakan insomnia? Entah, yang penting aku belum bisa tidur. Padahal ini sudah jam satu pagi. Ely saja sudah terlelap dengan mimpinya di atas kasurku.

Wajah Ely yang polos terlihat teduh saat tidur. Tidak seperti saat dia terbangun. Samar-samar kulihat dia sedikit tersenyum? Dia pasti mimpi indah. Jika dia bermimpi dengan Jungkook nanti saat dia sudah bangun pasti dia akan cerita denganku dengan histerisnya. Biasa.

Aku berjalan keluar menuju lemariku untuk mengambil jaketku. Kemudian melangkahkan kakiku menuju dapur untuk membuat coklat panas. Setelah membuat secangkir coklat panas aku lebih memilih keluar menuju balkon apartemenku. Menikmati pemandangan Kota Seoul yang tengah sepi ini.

Awan tipis memenuhi langit malam menyembunyikan bintang yang terang. Membuatku sedikit kecewa karena malam ini tidak ada bintang. Angin malam yang dingin menusuk ke kulit wajahku dan menerbangkan rambut panjangku.

Maka kurapatkanlah jaket tebal yang senantiasa menyelimuti tubuhku. Aku juga mengenakan pakaian panjang dan tebal agar tidak kedinginan. Ingat ini musim dingin, dan sekarang sudah Natal.

Aku menghirup coklat panas yang ku buat sembari menatap berangan ke arah lampu-lampu bangunan Kota Seoul yang masih menyala. Teringat masa lalu. Lebih tepatmya enam tahun lalu di tanggal yang sama, di bulan yang sama. Tapi di tempat yang berbeda. Dan tentunya suasana yang berbeda juga.

Bolehkah aku menceritakan sedikit potongan kejadian tersebut? Kejadian dimana aku belum mengenalnya.

Baiklah kita mulai.

***

Indonesia
2014.12.25

"Nduk, tangi." (Nak, bangun.)

Suara yang terdengar di telingaku itu berhasil mengganggu tidurku. Aku hanya membalasnya dengan suara erangan sembari mengintip dari sela-sela mataku yang sedikit terbuka untuk melihat sosok yang membangunkan tidurku. Kemudian aku kembali menutup mataku dan mengubah posisi tidurku.

Melihatku yang kembali tidur, orang yang membangunkanku tersebut tidak tinggal diam. Kurasakan bahuku kini mulai digoyangkan. "Kok tidur lagi, tangi ndhisik." (bangun dulu)

Dengan malas, aku tidak segera bangun. Namun aku bertanya dengan suara serakku dengan mata yang masih tertutup. "Jam berapa?"

Yang kutanya diam sebentar. Sepertinya sedang melihat jam. "Setengah satu."

Aku mendesah keras. "Mira baru tidur dua setengah jam." Tentu saja aku mengatakannya dengan mata yang masih tertutup.

Masih belum menyerah orang tersebut masih membujuk ku untuk bangun. "Bangun dulu, tak liatin sesuatu. Dijamin ngantukmu ilang." (kantukmu hilang)

Aku menyerah sekarang. Kuubah posisiku menjadi duduk. Aku membuka mataku perlahan. Samar-samar kulihat perempuan paruh baya dengan wajah blasteran Indonesia-Korea yang sudah mulai keriput itu tersenyum padaku. Perempuan itu nenekku. Iya, orang yang mengganggu tidurku.

Keluargaku memang keturunan Korea. Namun tidak banyak yang tahu soal ini. Bahkan teman-temanku sejak taman kanak-kanak sampai sekarang pun tidak ada yang tahu, kecuali Ely tentu saja. Alasan pertama karena keluargaku tidak menggunakan marga Korea dari kakek buyutku.

MIRAE KKUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang