Quo (1)

238 36 10
                                    

Sebelumnya: Kecurigaan dewan guru terhadap kondisi kecanduan yang diidap Seokmin menyeret Yuna dan Jaehyun pada keputusan sulit, yang intinya: Seokmin di-drop out, atau mereka yang akan menggantikannya. Jaehyun memutuskan untuk keluar dari sekolah yang menurutnya hanya 'berisi sampah'—dan Yuna tentu saja tidak akan membiarkan rekannya mengambil jalan tersebut seorang diri ....

***

Yuna menyusuri lorong panjang area rahasia 3-E dengan kepala dan langkah seringan angin. Jendela-jendela yang biasa menjadi jalan masuk cahaya ke koridor tidak lagi ada di tempat, entah pergi ke mana. Jika otak lazimnya memerintah tungkai, kali ini tungkai itu berkehendak sendiri karena otak gadis itu benar-benar kosong. Satu-satunya tujuan Yuna adalah kelasnya, yang berisi lima belas bangku, yang oksigennya seakan tak cukup untuk mengisi tujuh belas jam pelajaran, yang dari setiap sudutnya terdengar tangis kencang maupun lirih.

Pintu kelas tertutup rapat. Yuna meraih gagangnya yang dingin dan menggesernya membuka. Apa yang menyambut di balik sana kontan menegakkan bulu roma.

Seokmin, dengan luka di kepalanya yang masih basah nan merah, berlutut di depan Kepala Sekolah Park sambil merintih.

"Ssaem! Tolong jangan keluarkan Choi Yuna dan Jung Jaehyun! Saya bersedia ... Saya bersedia dikeluarkan langsung jika Ssaem membiarkan Choi Yuna dan Jung Jaehyun tetap di 3-E!"

Kepala Sekolah Park bersilang lengan, para guru diam di belakangnya, wajah mereka tak terlihat. Begitu sosok si sekretaris kelas tertangkap matanya, perempuan itu menyeringai sembari menunjuk dua telapak tangan Yuna yang bertaut.

"Kami punya pilihan untukmu," ujarnya dengan suara yang bergaung tak jelas, parau seperti diputar tape recorder rusak, "bunuh Seokmin, atau bunuh aku."

Hah? Bunuh?

Entah sejak kapan, Yuna menggenggam pisau yang ujung lancipnya terarah lurus ke depan. Seokmin berbalik; separuh wajahnya dialiri darah dari luka di kepala. Mulutnya bergerak-gerak cepat, mungkin ingin mencegah, sayangnya Yuna tidak bisa mendengar apa-apa ...

... kecuali teriakan pemuda itu ketika tumit sepatu Kepala Sekolah Park menghunjam tengkuknya.

Jangan!

Tapi, suara Yuna tidak keluar. Tangisnyalah yang terus tumpah, bersama kemarahan yang sudah terlalu lama dipendam. Sekonyong-konyong, si gadis melesat ke arah Kepala Sekolah Park, menyasar tengah badan perempuan itu. Sensasi mengeratnya jemari di seputar gagang plastik pisau terasa sangat nyata, sangat menyakitkan, padahal sekujur tubuh Yuna telah dikebaskan gejolak emosi. Kala menusuk, ia mendelik pada pemilik kemeja putih—yang perlahan disebari merah—di hadapannya.

"Yuna ..."

Beberapa percik darah mendarat ke wajah Yuna, amis memualkan, tetapi sosok yang ia serang ... mengapa?

"... bukankah 3-E memiliki ketua dan sekretaris kelas yang tangguh?"

Alih-alih Kepala Sekolah Park, Jaehyun berdiri di depan Yuna dengan dada dilubangi senjata tajam dan senyum sedih yang seolah menuntut penjelasan.

Berikutnya, Yuna merasakan getaran hebat yang mengempasnya keras ke Bumi.

***

"Jaehyun! Seokmin!"

Bagai pengidap teror malam, Yuna menjerit kencang segera setelah siuman. Ia sekarang berbaring telentang, napasnya memburu, dan tubuhnya kembali kaku usai terentak polisi tidur. Atap dan jendela mobil tampak samar-samar saja di penglihatannya sebab cahaya yang masuk juga tidak sebanyak itu; sudah senja, rupanya.

Rough ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang