Losing Everything (1)

278 36 1
                                    

Sebelumnya: Gara-gara pil dan kunci jawaban, Mingyu dan Junhoe terlibat perkelahian di toilet sekolah. Jaehyun menghentikan mereka tepat waktu untuk mencegah keduanya tertangkap basah. Untuk sementara, poin kedisiplinan Jaehyun dan Yuna aman karena poin tambahan dari pelaporan pelanggaran. Sayangnya, hal tersebut tidak berjalan baik untuk Junhoe—dan lebih jauh, panggilan dari Yibo menunjukkan ketergantungannya pada obat-obatan.

***

Beberapa malam telah terlalui sejak leher Mingyu terlepas dari jeratan selang toilet pria. Lecet melingkar di sana menyembuh perlahan-lahan, tetapi perkelahian dengan Junhoe masih berbekas menyakitkan dalam hati. Pada satu titik, ia bahkan tidak bisa mengerjakan soal astrofisika sederhana akibat memikirkan mantan sahabat karibnya itu. Ketika memusnahkan pil dan kunci jawaban Junhoe tempo hari, Mingyu dikuasai kebencian yang amat besar hingga gagal menilik tindakannya dari sisi lain—dan rasa bersalah terlalu terlambat datang. Bagaimana jika pil yang dibuangnya itu bukan obat terlarang, melainkan resep untuk penyakit apa pun yang sedang diidap si kepala api? Bagaimana jika Junhoe ternyata sangat membutuhkan kunci jawaban karena tubuhnya kelewat lemah untuk menghadapi evaluasi bulanan? Masalah kesehatan memang tidak identik dengan pemuda sepertinya, tetapi bukan tidak mungkin juga.

Sebuah laporan sistematis mengenai pelanggaran hak-hak siswa telah disusun dan dikirimkan oleh pengurus kelas ke Departemen Pendidikan. Mingyu tahu perlu waktu untuk memproses demikian banyak laporan, maka dalam jeda itu, lima belas murid termalang Seoul Global High akan terus-menerus digerus kesewenang-wenangan para guru. Manfaat kelas kecil tidak lebih besar dari efek merusaknya—dan Junhoe barangkali telah terpengaruh cukup besar.

Jangankan Junhoe, Mingyu sendiri merasa jiwanya—yang dahulu senantiasa menggebu-gebu—meredup secara bertahap. Ide-ide kreatif tidak menyambanginya sekerap pada minggu-minggu pertama kelas tiga. Kesenangan yang ia temukan saat menyelesaikan problem-problem dalam buku latihan hilang tak tahu rimbanya. Keterbatasan interaksi dengan murid-murid 'kelas kedua' lebih lanjut menumpulkan lisan. Akhirnya, ia paham bahwa salah satu alur klasik siswa 3-E tengah menghampirinya: psikiater.

Turun dari bus sekolah dalam keadaan remuk redam, Mingyu mendapati mobil yang nyaris asing di carport. Mengapa nyaris, itu karena ia masih sedikit mengenali kontur tegas si Hyundai silver meski tidak ingat kapan terakhir pemilik kendaraan menyambanginya. Setahunkah? Atau lebih?

"Tuan Muda, Tuan Besar baru tiba pukul sembilan tadi. Setelah mandi dan makan malam, mohon Tuan Muda menemui beliau di perpustakaan."

Mingyu menatap nanar pintu ruangan yang dimaksud pelayannya. Pintu itu tertutup, tidak sedikit pun tampak 'ramah' walau seseorang telah menunggunya di sana. Menjengkelkan. Waktu istirahatnya akan mundur hanya untuk sebuah pembicaraan yang topiknya pasti itu-itu juga. Namun, menolak datang bakal mengacaukan malam tenang ini, maka Mingyu mengiyakan lesu sebelum beranjak ke kamar.

Air hangat dari shower tidak semenyengat beberapa waktu lalu, ketika lecet-lecet Mingyu masih begitu baru. Luka menyulitkannya menyabun badan dan membasuh diri; bukan hal sepele untuk seorang remaja yang sedang sangat emosional. Ia bersimpuh menyedihkan di bawah pancuran dan menangis di tengah gempuran nyeri, meratapi nasib buruk juga seluruh jalan keluar yang terhalang. Sekarang, segala pikiran buruk teramplifikasi dan membaur tak karuan, jadi dengan sengaja, Mingyu menekan paksa tombol atur ulang, mengosongkan otak. Kepalanya seketika terasa seringan angin.

Pertanyaan pertama yang muncul setelah benak Mingyu dibersihkan menggema hingga ia keluar kamar mandi.

"Buat apa memegangi kebencian dan dendam kalau tanpa itu saja, kita sudah tersiksa sekali?"

Seminggu setelah baku hantam di toilet pria, Mingyu mengajukan pertanyaan ini pada Jungkook yang mengurung diri—entah untuk keberapa kalinya—dalam ruang kesenian. Tema-tema lukisan si Jeon belum berubah: kematian, trauma psikologis, dan keputusasaan. Setelah kelas dibagi dua, Mingyu jadi menemukan buraian jantung, darah, dan elemen-elemen baru lainnya yang lebih mengerikan di bawah goresan kuas Jungkook. Ini menandakan semakin terganggunya pikiran sang pelukis, lalu seakan otomatis, kalimat tadi terlontar. Bukan cuma Jungkook; Mingyu sebenarnya juga menanyai dirinya sendiri.

Rough ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang