Losing Everything (3)

266 37 6
                                    

Sebelumnya: Menunjukkan tanda depresi awal dan ketergantungan obat yang belum diketahui namanya, Seokmin memancing kekhawatiran Jaehyun, tetapi sang ketua kelas rupanya kesulitan membujuk Seokmin untuk menerima bantuan.

***

"Aku tidak punya uang untuk pergi ke dokter." Alih-alih menjawab tanya Jaehyun, Seokmin langsung mengutarakan kesulitannya. "Kalaupun punya, aku tidak tahu harus menemui dokter yang mana untuk keluhan ini."

"Dokter keluargaku mungkin dapat menolong. Kalau berkonsultasi padanya, kau tidak perlu mencemaskan biaya karena Abeoji sudah membayarnya di muka." Secercah asa terpancar di wajah Jaehyun dan Seokmin tak bisa tak terpengaruh. "Aku akan buat janji Sabtu ini, kalau mau. Bagaimana?"

"Sabtu, ya .... A-Aku ada shift di kafe jam delapan pagi sampai satu siang, tetapi tiga jam sebelum shift minimarket kosong, kok ...."

"Nah!" Jaehyun mencondongkan tubuh bersemangat. "Kalau begitu, aku akan buat janji jam dua, ya?"

"Eung .... Terima kasih ...."

Sebuah persetujuan dari Seokmin mendesirkan darah Jaehyun. Rasanya sebuah beban berat telah terangkat! Ia mengetikkan pesan pada dokter keluarganya dengan kegembiraan menggebu yang misterius. Ini bukan kali pertamanya menolong seseorang, tetapi menolong Seokmin membangkitkan keriangan yang dulu pernah dipicu dua orang lain. Dua orang yang pernah Jaehyun panggil sahabat, dua orang yang terlalu sok kuat, dua orang yang sebenarnya sama-sama kesulitan.

Dua orang—yang kini hubungannya dengan Jaehyun telah merenggang.

"Kamu ... sangat ... baik, Jaehyun-ah. Sepatuku jadi ... cantik. Terima kasih banyak ... sungguh!"

"Whoa, lihat gigi-gigi rontok mereka! Untung ada kau! Bajingan, sering-sering bantu aku berkelahi, dong!"

Seokmin tidak perlu tahu bahwa ia mengisi jejak yang dulu dibuat Sicheng dan Junhoe dalam memori Jaehyun.

Sementara itu, sebagaimana korban-korban lain sistem pemisahan kelas, hari bergulir amat lambat bagi Seokmin. Semua hinaan berdasar fakta yang mempersenjatai para pengajar telah mengempaskannya ke titik terendah, titik yang dulu pernah ditempatinya selama kelas satu dan dua. Apa guna sidang kekerasan sekolah Sujeong yang lampau jika dewan guru sendiri akhirnya merundung murid dalam kedok strategi belajar terfokus? Rasa sakit hati Seokmin begitu hebat, bercampur dengan sakit kepalanya, dan obat yang ia pakai ternyata menumpulkan secara berlebihan. Akan tetapi, melihat Yuna dan Jaehyun dengan berani membelanya, bahkan tidak segan melanggar aturan demi dirinya, ia merasakan percikan kecil yang hangat. Daripada takut kebutuhan pribadinya tak terpenuhi, ia lebih takut akan mengecewakan sahabat-sahabatnya dengan tenggelam dalam depresi.

Meski tipis, senyum Seokmin memancing kebahagiaan Jaehyun pula.

"Jaehyun-ah, kau harus mengambil tugas hukuman, kan? Setelah itu, kita ke kantin, yuk."

***

Suhu tubuh Chaeyeon nyaris mencapai empat puluh, tetapi malah Yuna yang mau pingsan.

Bagaimana bisa 39,9 derajat dia bilang demam biasa? Dia harusnya masuk rumah sakit!

"O, Jung Jaehyun lumayan tanggap darurat juga." Guru Jo berkomentar tentang obat yang diberikan Jaehyun untuk Chaeyeon pagi ini. "Minum ini saja tidak apa-apa. Jung Chaeyeon-yang, kau punya riwayat sakit lambung?"

"Tidak, Ssaem ...." Kelopak mata Chaeyeon sudah setengah menutup. Tenaga gadis malang itu terkuras hanya karena perjalanan singkat dari kelas ke klinik sekolah. Yuna menepikan poni Chaeyeon yang lengket, menghapus peluh di dahi dengan sapu tangan, lalu menempelkan plester kompres.

Rough ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang