"Iih, gemes deh gue sama lo," Ari mengaduk-aduk orange float pesanannya dengan gereget. Saking kesalnya dengan sang sahabat, ia hanya mampu berbuat seperti itu. Sebenarnya sih, dalam hati Ari sangat ingin mengacak rambut cewek cantik di hadapannya.
"Yah, gimana lagi. Gue bosen kerja disana," ucap Melodi dengan santai. "Bisa digoreng nyokap kalau gue ngomong mau resign dari kerjaan sekarang."
"Cari kerja zaman sekarang kan emang nggak mudah. Nah ini. Lo seenak jidat bilang mau keluar karena alasan bosan," omel Ari. Gadis berkerudung biru laut itu tiba-tiba menjentikkan jarinya di depan wajah Melodi. "Kayaknya lo butuh dibawa ke psikolog deh."
"Ngaco!" tolak Melodi mentah-mentah. "Gue udah kenyang pergi konsultasi dulu waktu penjurusan kuliah. Masa kerja juga harus konsultasi, sih?"
"Ya kalau lo butuh, kenapa nggak?" Ari mencondongkan tubuhnya ke depan. Ia berbisik. "Jangan-jangan, lo bosen kerja disana karena bosnya itu bokap Nathan ya?"
Melodi tanpa ragu menonyor kepala Ari. Sahabatnya itu hanya meringis tanpa merasa bersalah. Melodi mendengus kesal. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Omongan Ari memang lebih banyak ngaco, tapi sering kali ada benarnya juga.
"Gue tuh produk gagal banget ya. Kuliah nggak sesuai keinginan, kerjaan juga gitu. Mau gue apa sih sebenernya?" keluh Melodi pada diri sendiri.
Ari terdiam. Sudah lebih dari sepuluh tahun mereka menghabiskan hidup bersama, ia telah mengenal Melodi luar dalam. Sahabatnya itu jika dilihat dari luar memang terkesan sempurna, tapi siapa sangka ternyata Melodi justru tersiksa oleh kehidupan tanpa cacatnya.
"Lo butuh ambil cuti dulu kali, Mel," Saran Ari. "Refreshing gitu."
Melodi mengangkat wajahnya. "Gue udah liburan keliling Indonesia juga tetep aja nggak ngaruh."
"Yaudah, ke Korea aja. Dulu waktu lo stress karena patah hati kan pergi kesana jadi mendingan."
"Ya kali pergi ke sana. Sehari dua hari doang mana cukup," lagi-lagi gadis itu mengeluh.
"Seminggu dong," balas Ari dengan gemas. "Lo kan walaupun sering ngeluh nggak suka kerjaan lo sekarang, di kantor tetep aja rajin, masuk terus. Ambil gih jatah cuti lo."
Melodi mengerjap-erjapkan matanya. Ia tampak menyadari sesuatu. Seketika roman wajahnya tampak berbinar.
"Ih, lo pinter deh, Ri. Jarang-jarang kan gue setuju sama usul lo," puji Melodi.
Kali ini justru Ari yang terbelalak. "Eh, lo seriusan mau ke Seoul? Itu gue kasih ide tanpa mikir lho."
Melodi mengangguk yakin. "Lagian gue terakhir kesana dua tahun yang lalu. Gue kangen."
"Kangen apaan. Lo disana kan nggak ada temen main kalo nggak bareng Kak Andre."
"Gue bisa kok nge-bolang sendiri," ucap Melodi tampak bersemangat.
Ari menggelengkan kepalanya tampak tak percaya. Seorang Melodi yang paling malas jika diajak berlibur, terlihat antusias untuk bepergian seorang diri!
Ari menghabiskan minumannya. Gadis itu melihat ke pergelangan tangan. "Yaudah deh, gue balik dulu ya. Sore nanti ada janji ketemu sama klien nih."
Melodi merengut. "Yah, gue juga udah harus ngantor lagi aja."
Ari kali ini tidak menahan diri. Dengan gemas ia menghancurkan tatanan rambut Melodi hingga mencuat kesana kemari.
"Jangan ngeluh terus. Cheer up!" Ari mengedikkan dagunya. "Noh, si pak bos aja udah balik dari makan siang."
Melodi menoleh ke arah yang dimaksud Ari. Ia segera berdiri dan membenahi rambutnya. "Bahan presentasi gue belum selesai! Duh, bokapnya Nathan kok beda banget sama anaknya sih. On time banget."
"Yaiyalah," balas Ari sambil memutar kedua bola matanya jengah. "Buru gih. Besok-besok gue main lagi deh kesini."
Melodi kini sibuk membenahi pakaiannya. "Kalo mau ketemuan di luar aja. Jangan di kafetaria kantor gue. Ribet nih kalo lo pake acara ngeberantakin rambut gue segala."
Ari meringis. "Maaf ya. Habis lo nggemesin sih."
Melodi memberikan tatapan mematikannya. Tapi bukan Ari namanya kalau takut begitu saja. Sahabatnya itu justru cekikikan di balik punggung Melodi yang sudah berlalu terbirit-birit kembali ke ruang kerjanya.
---
Melodi menggosok rambutnya yang masih basah dengan handuk. Gadis itu berjalan menghampiri laptopnya yang terbuka dan menyala di atas meja belajar. Tangan kanannya meraih mouse. Ia kini sibuk browsing mencari tiket pesawat tujuan Seoul.
Pikiran Melodi kembali terlempar ke dua tahun silam. Ia ingat betapa dulu dirinya sangat sedih begitu mengetahui bahwa Nathan berselingkuh di balik punggungnya. Mungkin untuk sebagian besar orang, alasan itu terdengar klise hingga dapat menyebabkan Melodi tidak mau keluar kamar berhari-hari. Tapi tidak demikian dengan gadis itu. Selama hidupnya ia baru mengalami kegagalan pertamanya. Gagal dalam hal cerita asmara.
Dulu ia pergi ke Seoul dengan ajakan kakaknya. Saat itu Kak Andre sedang melakukan kunjungan bisnis bersama temannya. Dengan sedikit paksaan, akhirnya Melodi mau juga pergi kesana. Katanya sih, sebagai hadiah karena telah menyelesaikan sidang, sekaligus berkunjung ke rumah nenek. Bahkan itu pertama kalinya Melodi melihat wajah ibu dari ayahnya setelah sekian lama. Sepertinya ia berkunjung ke Seoul ketika masih berumur sepuluh tahun terakhir kali.
Melodi terdiam. Kalau sekarang ia mau berkelana seorang diri ke Korea Selatan, apa yang akan ia lakukan? Lagipula dimana dia akan tinggal? Di rumah nenek? Ia tidak ingin membuat khawatir Neneknya jika beliau menanyakan alasan Melodi mengambil cuti.
Gadis itu menyerah. Sepertinya berlibur ke luar negeri seorang diri bukan solusi dari masalahnya. Lagipula kenapa bisa terbersit ide untuk kesana?
Melodi menutup laptop. Gadis itu melemparkan tubuh ke atas kasurnya yang empuk. Sudahlah, mungkin besok ia akan menemukan cara lain untuk mengatasi kepenatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SVT FF Series] Retrouvaille
Romance[COMPLETE][SVT FF Series] --- The joy of meeting or finding someone again after a long separation; rediscovery. Xu Minghao, pria berkewarganegaraan China yang merantau ke Korea Selatan, mulai menemukan rumah barunya. Berawal dari rasa patah hati kar...