15

205 37 0
                                    

"Annyeong, Haeun-ie!"

Melodi menoleh. Ia memutar kedua matanya ketika mendapati sang sahabat berjalan mendekat menuju tempatnya duduk. Gadis itu kembali sibuk berkutat dengan tumpukan kertas di depannya. Ia sedang membaca beberapa literatur sebagai bahan membuat tugas makalahnya.

"Sombong banget sih, nggak mau bales sapaan gue," sungut Ari. Gadis berjilbab itu meletakkan tas selempangnya di kursi hadapan Melodi.

"Ini Jakarta, bukan Seoul," sahut Melodi tanpa mengalihkan pandangan dari bahan bacaannya.

Ari mencebikkan bibir tanpa suara. Gadis itu memanggil seorang pelayan dan menyebutkan pesanannya. Setelah selesai, Ari melipat kedua tangannya di atas meja dan berusaha mengintip pada apa yang sedang dikerjakan Melodi.

"Lo sibuk banget sih, Mel. Bentar lagi libur natal dan tahun baru lho," ucap Ari mengingatkan.

Melodi mengangguk mengiyakan. "Tapi gue lagi minggu ujian semester satu nih. Gue hampir lupa gimana caranya belajar."

Ari tertawa. "Gaya banget sih lo. Kayak pernah belajar aja waktu dulu ambil sarjana," gadis itu membungkam mulutnya ketika mendapat tatapan menyeramkan dari Melodi. "Iya, iya. Gue yang nggak pernah belajar. Lo mah rajin banget."

Melodi mendengus. Ia kembali menekuni lembaran demi lembaran yang tampaknya tidak pernah bisa ia mengerti dalam waktu singkat. Gadis itu menyerah. Ia meletakkan bundelan kertas di tangannya ke atas meja dan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

Ari terlihat semangat menyadari sahabatnya yang sudah angkat tangan. Sahabat sialan, emang!

"Nah gitu dong, Mel. Jadi orang jangan lempeng-lempeng amat," komentar Ari.

"Lo tuh. Yang hidupnya nggak pernah serius," Melodi membalikkan kata-kata Ari. Gadis itu tanpa merasa bersalah menyesap orange juice miliknya yang sedari tadi ia abaikan.

"Hidup gue tuh seimbang," Ari sudah kebal dengan omongan ketus yang keluar dari bibir Melodi. "Gimana kuliah lo? Setelah dua tahun vacuum, lo nggak lupa gimana rasanya kuliah kan?"

Melodi mengangkat kedua bahunya acuh. "Seenggaknya gue lebih menikmati kegiatan gue belajar sekarang dibandingkan tiap pagi harus ke kantor." Melodi menegakkan tubuhnya. "Nggak kerasa, gue udah mau lewat satu semester aja. Daebak!"

Ari terkekeh. "Dari sananya emang otak lo udah pinter sih. Jadi segini doang mah bukan apa-apa. Gue yakin lo bisa lah lulus dalam waktu dua tahun."

Melodi meringis. "Doain ya, Ri. Gue sudah mulai punya mimpi nih."

Ari tersenyum dan mengangguk mantap. "Nggak perlu lo minta, gue juga selalu doain lo Mel."

Sepulang dari berlibur di Seoul, Melodi segera mencari peluang mendaftar program master di bidang bisnis. Ia bahkan mengikuti tes penyaringan masuk tanpa memberitahu pada siapa pun. Setelah hasilnya positif di terima di universitas negeri nomor satu di Indonesia, Melodi baru memberi kabar baik itu pada orang-orang terdekatnya. Beruntunglah, semua sesuai perkiraan. Walaupun pada awalnya sang Mama marah karena Melodi sama sekali tidak mendiskusikannya dengan keluarga, Mama tetap mendukung keputusan putrinya untuk melanjutkan sekolah sebagai alasan resign dari kantor. Anak putrinya itu memang paling suka bikin naik darah.

Melodi dengan berani menghadap pada atasannya yang merupakan ayah dari mantan kekasihnya dulu. Dengan begitu, semua hubungannya dengan Nathan sudah lepas. Pada awalnya, ayah Nathan amat menyayangkan keputusan Melodi. Namun ia tidak bisa mempertahankan gadis itu untuk tetap berada di perusahaannya. 

Melodi mempertimbangkan usulan Hyunbin saat di Seoul. Gadis itu mulai membuat rencana hidup untuk masa depannya. Dulu ia bergerak mengikuti arus saja, terlalu malas untuk membuat perencanaan. Lagipula Melodi belum menemukan passion yang sesuai dengan minat dan bakatnya.

[SVT FF Series] RetrouvailleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang