CDS 28

106 16 0
                                    

Gue sedang menikmati nasi goreng favorit. Bukan Cuma gue yang memberikan jempol kedai Teras milik Pak Bom bom, para anak muda juga menjagokan tempat ini. Bukan hanya murah, kebersihan tempat ini pun terjaga meskipun hanya dengan tenda sederhana. Apalagi rasanya layak bintang lima.

Alhamdulillah

Gue mengakhiri makan. Lain hanya dengan seseorang yang berada di hadapan gue. Dia hanya memperhatikan orang-orang yang sedang menyantap makanan dan meneliti penuh selidik lingkungannya saat ini.

"Ga dimakan? kasihan perut kamu?" ucap gue.

"Ehmmm. Ga jadi lapar." jawabnya.

Gue sebenarnya tau mengapa makanan tak disentuhnya. Akan tetapi menunjukkan jam 11 malam. Agak sulit mendapatkan resto yang masih buka.

"Makan... nanti sakit." ucap gue.

Perempuan itu menggelengkan kepala.

"Nasi goreng ini enak dan dijamin kebersihannya walaupun di pinggir jalan."

Tak lama terdengar kembali panggilan alam dari perutnya. Bahkan terlihat memegang perutnya dengan menahan sakit.

Tangan gue menyentuh dagu. Mata hazelnya terbelalak. Dengan isyarat gue memintanya untuk makan. Perlahan bibirnya membuka. Nasi goreng pun siap meluncur. Setiap kali mulutnya sudah berhenti mengunyah, gue menyuapkan kembali hingga satu porsi nasi tandas.

"Kalau kamu sakit perut. Aku tanggung jawab." ucap gue seraya memberikan teh tawar hangat kepadanya.

***

Saat ini gue berada di sebuah gedung. Ini kali kedua gue di tempat ini. Kalau boleh gue deskripsikan, apartemen ini tergolong super mewah. Akses memasuki gedung sangat ketat. Belum lagi saat berada di lantai yang dituju, pengunjung atau tamu dicek kembali baik secara manual maupun dengan alat detector. Saat akan membuka pintu menggunakan password nomor kode dan pengenal suara. Hanya pemilik dan penanggung jawab lantai saja yang mendapatkan akses ini.

"Ehmmm Ali."

Gue mengangkat kepala. Terlihat Dia sudah mengganti pakaiannya. Kimono tidur yang terbuat dari satin berwarna Merah membuat tubuh seperti anak SMP. Terlebih makeup yang biasa dikenakan saat bekerja pun sudah menghilang. Tidak ada yang menyangka perempuan di hadapan gue ini berusia 25 tahun.

Gue masih menatapnya.

"Kamu mandi sana?" sarannya.

"Besok aja mandinya. Jam 2 pagi nih. Ngantuk." ucap gue.

"Jorok. Bau... "

"Sori ya Bos... Seorang Aliyansyah selalu wangi." ujar gue dengan ekspresi meledek.

"Mana ada orang yang tidak mandi tapi wangi."

"Bos mau bukti. OKE... " gue pun bangkit dan berjalan mendekat.

"Ali... Kamu mau apa? Jangan mendekat."

Gue melihatnya mundur dan menjaga jarak. Melihat hal itu gue semakin mengikis jarak. Gue pun melihat mata hazelnya yang semakin membesar. Terlebih kedua tangannya seakan-akan memutupi sesuatu di dadanya. Ekspresi menggemaskan dari kamat-kamit bibir tipisnya agar gue tidak mendekat.

"Ali.... " perempuan itu menghindari gue dengan berjalan mundur.

Duggg

Tubuh itu tak mampu bergerak lagi, sebuah lemari Kristal mengurungnya.

"Ali STOP."

"Awas kalau melangkah lagi. Aku akan..... "

"Akan apa???" ucap gue tepat di hadapannya.

CINTA DI UJUNG SENJA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang