CDS 12

125 12 0
                                    

"Berhenti... "

Mobil berhenti dengan seketika.

Prilly berjalan keluar dan memasuki sebuah butik.

"Gue berasa kayak sopir. Ya Allah... sabarkan hamba yang ganteng ini."

Gue segera mencari parkiran dan mencari keberadaan bos. Tubuhnya mungil namun gerakannya cepat.

Pergerakan gue terhenti saat sebuah ucapan terdengar dari arah belakang.

"Kembali ke mobil."

Saat gue balik badan, si Bos sudah berjalan ke arah pintu keluar. Dengan cepat gue berjalan mendekat.

"Saya tunggu di sini" perintah si Bos.

Gue menuju parkiran dan segera melajukan kendaraannya menuju tempat Bos berdiri.

Tin...

Gue membunyikan klakson dan si Bos terkejut. Gue lihat ekspresinya dari balik kemudi. Mata hazelnya membelalak.

Rasain emang enak gue kerjain

Si Bos masih berdiri di depan. Tapi kenapa Dia ga mendekat padahal gue udah beri tanda.

Tin.. Tin..

Kode gue masih dicuekin. Padahal pandangan matanya lurus ke arah gue. Tapi masih setia tak bergeming.

Tin... Tin... Tin...

Suara itu membuat orang-orang yang lalu lalang di sekitar butik secara bersamaan melihat ke arah gue dan si Bos. Tapi berhubung gue ada di balik mobil jadi sasaran pandangan adalah si Bos. Belum lagi, antrean di belakang cukup panjang karena gue menghalangi jalan.

Terlihat si Bos membuka mobil dengan kesal.

"Cepat jalan."

Gue lajukan kendaraan meninggalkan butik.

"Jangan mainin klakson. N O R A K" ujar si Bos.

"Lah... Mobil sudah mendekat tapi Bos ga masuk juga. Jadi saya bunyikan klakson."

"Kammm.. " Si Bos menghentikan ucapannya.

"Sudah segera dipercepat."

Gue mau balas omongan si Bos. Tapi Ia menyenderkan tubuhnya dan menutup mata. Terpaksa gue lajukan kendaraan menembus lalu lintas padat Jakarta.

Perjalanan kali ini cuaca cukup terik. Untung saja mobil keluaran terbaru milik Bos mampu meredam panas suhu di luar sana. Bahkan gue cukup merasa kedinginan. Alhasil gue menghapus gulungan kemeja hingga kebentuk semula.

Brug...

Gue kaget saat mendapati sesuatu mendarat di bahu. Secara cepat gue mengarahkan kepala ke sebelah kiri. Kepala si Bos. Perlahan gue menepikan kendaraan. Tanpa sadar gue meletakkan kepala dengan nyaman. Tanpa sadar juga gue menghalau rambut yang menutupi wajah.

Si Bos kalau lagi tidur terlihat kalem. Berbanding lurus sama sifat ngebosnya.

Astagfirullah...

Gue hampir aja berburuk sangka.

Setelah keadaan dirasakan cukup aman. Gue melajukan kendaraan kembali. Tidak sampai 10 menit, mobil memasuki gedung berlantai 30 itu.

Seorang sekuriti yang berdiri di gerbang utama memberikan sikap hormat saat mobil yang gue kendarai melintas di hadapannya. Mobil gue arahkan ke parkir khusus pemilik gedung dan pemegang saham. Letaknya di samping kanan pintu utama dan terlihat lebih eksklusif.

"Bos... Sudah sampai." ucap gue.

Melihat tidak ada respon dari Bos membuat gue memikirkan sebuah ide gila. Dan untuk kegilaan gue pasti si Bos akan bangun.

Volume radio sengaja gue besarin. Musik rock gue pilih. Soundysistem mobil Bos memang TOP. Gebukan Drum bergema di dalam mobil. Gue pun akhirnya ikut larut dalam musiknya.

Saat gue menikmatin music, tiba-tiba saja berhenti. Terlihat aura marah di wajah Bos yang gue bilang imut. Ia terlihat membuka mulutnya.

"Tenang Bos... Marahnya nanti saja. 15 menit lagi rapat dimulai."

Si Bos langsung saja membuka seatbelt dan berlari meninggalkan gue seorang diri. Bahkan Ia meninggalkan mobil kesayangannya bersama gue.

Segera gue mengambil berkas yang diperlukan untuk rapat. Tas ransel handalan gue segera berpindah posisi. Tak lupa untuk mengunci mobil. Untung aja... selama gue kuliah di luar negeri ada beberapa teman yang memiliki mobil sejenis itu dan gue pernah mencobanya.

***

Malan ini gue sudah nongkrong di satu café di bilangan Kuningan. Gue masih menunggu kehadiran Tim pengisi acara malam. Tak lama terlihat gerombolan orang mendekati gue seraya mesem-mesem.

"Sori Ly... kita agak telat dikit."

"Acara belum dimulaikan?"

"Dasar ya Lo... lo pada. Udah tau Jakarta macet... berangkatnya di atur." ucap gue kepada mereka.

"Sekali lagi sori dah..."

"Sekarang siap-siap... pengunjung sudah banyak." perintah gue.

Kali ini gue ga bermain drum tapi didaulat jadi penyanyi. Lantaran si Tyo ga bisa datang karena ada keperluan mendadak. Meskipun suara gue ga jelek-jelek amat tapi lebih nyaman kalau gue memukul drum.

Setelah sukses membawakan dua lagu dan akan masuk ke lagu terakhir gue melihat dua orang menempati sudut café. Satu orang diantara menarik perhatian gue. Sedangkan satu orangnya lagi gue belum kenal tetapi kalau diamati penempilan seperti bos besar.

Colekan Ren menggagalkan telisik gue. Hingga gue pun konsen kembali ke lagu berikutnya. Kali ini bergenre romance.

Dari posisi gue di stage pandangan terasa lebih lapang menatap seluruh pengunjung café yang banyak di hadiri kaum muda kalangan high.

Bersambung

Siapakah yang ditemui Alyansyah di cafe????

CINTA DI UJUNG SENJA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang