CDS 39

87 9 0
                                    

"Sayang, bangun."

Prilly membuka matanya perlahan. Dilihat wajah yang membuat hidupnya berwarna.

"Loh?" ucapnya saat melihat kekasihnya itu sudah rapi dengan kemeja yang dilapisi sweater tipis tanpa lengan. Seingat Prilly, Dia tidak membawa pakaian ganti.

"Kamu pulang jam berapa?"

"Pas kamu udah nyenyak banget... kira-kira jam satu." ucap laki-laki itu seraya mengacak rambut Prilly.

"Ini.... minum dulu." segelas air putih diberikan kepada Prilly hingga tandas.

"Subuh dulu ya. Terus mandi. Aku tunggu di luar."

Prilly mengangguk dan bergegas memasuki kamar mandi.

***

Dengan dress warna kuning gading dibalut blazer coklat tua, Prilly keluar dari kamarnya. Berjalan ke ruang tengah hingga mendapati kekasihnya itu tertidur di sofa besar.

Langkah Prilly berbelok ke arah ruang makan. Ada Bi Yanah yang sedang menyiapkan sarapan.

"Aly, datang jam berapa ya, Bi?" Tanya Prilly.

"Kalau ga salah jam empat, Non. Ga lama aja Subuh.. terus Bibi dan mas Aly salat bareng. Abis Non... dibangunin ga bisa-bisa." ujar Bi Yanah.

"Ga apa-apa Bi. Prilly minta tolong buat kopi ya."

"Beres Non... Kesukaan Mas Aly kan?." Bi Yanah dengan antusias.

"Terima kasih ya, Bi. Prilly bangunin Aly dulu ya."

Kakinya diayunkan menuju ruang tengah kembali.

Laki-laki itu masih tertidur. Terdengar suara halus dari bibir yang anti rokok. Prilly memilih duduk di samping kepala kekasihnya. Dengan senyum, Prilly merasa dirinya adalah perempuan paling bahagia. Dengan sabar dan tenang, Aly menerima semua ekspresi suasana hatinya. Terlebih tidak ada penolakan atas seluruh sikap dirinya yang terkadang menggebu-gebu.

Hanya satu hal yang Prilly tidak suka dari kekasihnya yaitu wajahnya yang 'Sempurna'. Hal ini membuatnya berang tak kala perempuan-perempuan di luar sana memuja miliknya. Terlebih sikap supel dan bergaul tanpa memandang status menjadikan laki-laki itu memiliki 'fans'. Prilly paham betul jika Aly tidak akan tergoda namun bagaimana pun hatinya tidaklah senang.

Sebuah alarm terdengar dari benda hitam di samping sofa.

"Sayang, udah selesai. Maaf ya... jadi ngantuk."

Prilly melihat Aly membuka mata tajam nan teduh itu. Bahkan ketampanan laki-laki itu jelas terlihat walaupun baru bangun tidur.

"Sarapan dulu, Hon."

"Aku cuci muka dulu ya. Biar segar. Kamu duluan aja." ucap laki-laki itu.

***

Prilly melihat beberapa perempuan yang berada di lobi kecawa saat melihat laki-laki yang dipuja berjalan di sampingnya. Prilly tersenyum dalam hati. Namun ada sedikit kekhawatirannya saat ia harus bersikap professional saat berada di lingkungan perusahaan. Ia tak boleh mengenggam tangan atau pun memeluk lengan laki-laki di sebelahnya.

"Jangan lirik-lirik, Hon."

Ucapan Prilly sebenarnya tidak perlu karena Aly terlihat sedang konsen dengan benda yang di telinganya. .

"Kenapa, Yang... "

Prilly menoleh terlihat Aly sedang menatapnya seraya memasukan benda hitam ke saku celananya.

CINTA DI UJUNG SENJA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang