CDS 40

92 8 0
                                    

Kencan gue dan Prilly gagal karena 'ulah' Sisi. Alhasil dengan ngambeknya Prilly meminta pulang ke apartemennya dan membiarkan gue di luar pintu. Bahkan beberapa kali panggilan gue diabaikan begitu saja.

Hingga... Bi Yanah membukakan pintu dan mempersilakan gue duduk.

"Sebentar ya Mas, Bibi lapor dulu ke non Prilly."

Gue mengangguk dan melihatnya berjalan memasuki kamar gadisnya. Tak lama bi Yanah keluar kembali.

"Prilly baik-baik saja, Bi?"

"Begitulah Non Prilly.... Tapi sesungguhnya, Non Prilly sangat mencintai Mas Aly. Katanya... mas Aly sabar dan ga pernah marah."

Gue hanya tertawa mendengar penjelasan perempuan yang seusia dengan Bunda.

"Bibi sejak kapan ikut Prilly?" ujar gue.

"Sejak non Prilly masih satu tahun. Jadi sudah hapal luar dalamnya. Termasuk kalau Non Prilly sedang jatuh cinta, seperti sekarang."

"Udah ah. Bibi mau ke bawah dulu. Kebetulan persediaan di dapur habis terutama sayuran dan buah kesukaan non Prilly."

***

20.00

Gue terlihat cemas saat belum ada tanda-tanda Prilly keluar kamar. Terlebih makan siang gagal karena peristiwa tadi.

"Bi... Bisa bangunkan prilly. Kasihan belum makan sejak siang tadi." pinta gue.

"Baik Mas."

Perempuan itu menuju kamar gadisnya dan tak lama terlihat menutup pintu kembali.

Perempuan itu berjalan ke meja makan dan mengambil beberapa lauk dan sayuran serta segelas air.

"Bi... Aly aja yang bawa. Anggapan ini permintaan maaf. Doakan Aly berhasil ya." ujar gue.

Perlahan gue membuka pintu.

Prilly keluar dari gulungan selimut tebalnya. Gue melihat matanya masih terpejam. Kalau untuk urusan tidur, kekasihnya ini ga boleh diganggu.

"Bi... suapin ya."

Gue tersenyum melihatnya. Wajahnya bertambah menggemaskan selepas bangun tidur. Tanpa berkata gue menyuapkan makanan ke mulutnya. Entah lapar atau apa... makanan di piring tandas walau dengan mata terpejam. Gue bersyukur dengan keadaan seperti ini, Prilly tidak menolak makanan dari tangan gue.

Perlahan gue mengambil tisu dan membersihkan sisa minyak dan air yang melapisi bibir mungilnya. Perlahan dan berharap Prilly tidak menyadarinya. Namun...

Honey... kamu...

Mata hazel terbuka diringi ekspresi yang gue sukai. Gue mampu bernapas lega saat Prilly mulai membuka suara. Walaupun terdengar sifat 'Bos'. Apapun yang dilakukan gadis di hadapan gue membuat gue makin jatuh cinta. Bahkan moodnya yang berubah-ubah adalah pelengkapan hidup gue.

***

"Mas. Bibi udah bangunin... tapi Non Prilly terlalu pulas."

"Nanti Aly aja Bi."

"Aly mau salat dulu. Bi Yanah mau bareng. Aly tunggu di musala ya." ujar gue.

Tak lama gue dan Bibi pun salat berjamaah.

Selesai salat Bi Yanah berjalan ke dapur sedangkan gue melangkahkan kaki menuju sebuah kamar.

Gue membuka pintu perlahan. Terlihat Prilly masih terlelap. Usapan di kepala membuatnya terbangun. Sontak saja Prilly menyender seraya melihat gue dari ujung rambut sampai kaki dengan mata indahnya.

***

Jam 07.30 gue memasuki kantor.

Terdengar panggilan masuk. Bunda calling...

"Assalamualaikum, Bunda... "

...

"Iya Bun... Jaga kesehatan ya. Insyallah... Waalaikumsalam Bunda."

Klik

"Kenapa, Yang... " ujar gue seraya memasukan benda hitam ke saku celananya.

"Ga ada siaran ulang." ucap Prilly.

"Awas ya...." ucap gue.

Gue bermaksud membalas ucapan Prilly. Namun urung dilakukan karena moodnya berubah saat mendapati beberapa karyawan perempuan menyapa gue. Hingga Prilly meninggalkan gue dan memasuki lift terlebih dahulu.

Melihat ini gue dengan cepat menyusulnya.

"Sakit, Hon... " Prilly bertanya saat melihat memar di lengan gue dan tak lama terdiam.

Dengan cepat gue memeluknya. Sumpah ini yang ga gue suka. Terlalu berharga airmata yang keluar. Dengan memeluknya lebih erat gue pun berbisik ...

"Aku baik-baik aja, sayang."

Tak lama lif berhenti. Dengan cepat gue membuka tas hitam milik Prilly. Gue menemukan sesuatu. Prilly merona saat gue mentouch up wajah. Warna merah pipi ini selalu gue nanti... Inilah yang membuat gue semangat dalam hidup.

***

Tepat jam 12 siang gue berjalan menuju lift.

"Pak Aly."

"Pasti mau makan siang. Sisi ikut ya.... "

"Maaf ya Si. Saya sudah ada janji." ucap gue.

Dengan cepat gue menuju lift karena jam di tangan sudah lewat 5 menit.

Tak lama lift berhenti. Gue tidak mendapati siapa pun. Padahal biasanya ada pak Harjo dan Nina di sana.

Gue pun membuka kontak.

my girl...

Dengan menekan lambang berwarna hijau gue bermaksud menghubungi Prilly. Namun tidak ada jawaban. Gue pun segera menghubungi Nina dan....

"Halo.... "

Gue terkejut saat Nina mengatakan bahwa dia tidak bersama Prilly.

Sontak saja gue berjalan menuju pintu. Namun terkunci. Sialll. Perasaan gue seketika tidak enak.

***

Bersambung

CINTA DI UJUNG SENJA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang