Kehadiran bulan tergantikan matahari, memandakan hari yang telah terlewati olehnya. Sang fajar tetap berpijar terang meski suhu mulai menurun, sebagaimana hatinya yang terus memanggil Jeonghan meski berada pada ambang perpisahan. Hitungan jari adalah sisa dari apa yang dimilikinya untuk membangun memori baru tentang keluarga kecilnya. Waktu tak dapat terulang kembali, sementara sisa hak yang dimiliki Seungcheol semakin menipis.
Makan pagi diisi dengan ocehan Jihoon, tentu saja. Bibir balita itu tak henti mengucap ceritanya bersama binatang ternak di hari yang lalu. Seungcheol menanggapi dengan semangat yang sama, ditambah janji untuk memperlihatkan video kemarin dari ponselnya. Di sisi lain meja, Jeonghan hanya memberikan anggukan, sementara tangannya tak sabaran mengambil sendok Jihoon dan menyuapi putranya ketika mulutnya sibuk berbicara.
Mengikuti pola hari-hari sebelumnya, Seungcheol lantas mengajak Jihoon untuk mandi dan membawanya kembali ke ruang tamu setelah balita itu telah selesai. Setelah memastikan Jihoon telah sibuk dengan piano mainannya, ia bergegas untuk bersiap. Ia turun ketika telah berpakaian rapi, lengkap dengan coat hitam melekat di tubuhnya. Jihoon berlari ke arahnya ketika menyadari kehadirannya, lalu mengangkat kedua tangan padanya. Ia kemudian mencari Jeonghan beserta Jihoon dalam gendongannya.
"Jeonghan," panggil Seungcheol ketika menemukan suaminya di dapur, "tak perlu menungguku untuk makan malam hari ini."
"Memangnya kamu akan pergi ke mana?" tanya Jeonghan.
"Aku akan ke rumah Eomma, mungkin akan lama."
Ekspresi Jeonghan berubah untuk sepersekian detik, Seungcheol yakin akan hal itu. Mungkin saja ibunya memiliki hubungan dengan apa yang terjadi pada mereka, mengingat Jeonghan memberi reaksi pada kata-kata Seungcheol. Namun, belum sempat ia menerka arti di balik apa yang terlihat, Jeonghan telah terlebih dahulu menutupinya dengan senyuman dan kata, 'oke'. Sementara itu, Jihoon tengah mengerenyit padanya ketika ia hendak menurunkan putranya itu dari gendongan.
"Appa pergi?" tanyanya sebelum mengerucutkan bibir.
"Hanya sebentar, nanti malam 'kan Appa kembali lagi." Jelas Seungcheol sembari menurunkan Jihoon.
"Woozi main sama Appa." Rengek Jihoon. Kedua tangannya kembali terulur pada Seungcheol, sementara kakinya menghentak-hentak di lantai.
"Woozi," panggil Jeonghan lembut namun dengan ketegasan, "dengar kata Appa, mainnya nanti malam setelah Appa pulang."
"Mainnya sama Mama dulu, ya. Biasanya 'kan Woozi memang main sama Mama. Nanti Mama ajari twinkle twinkle little star di piano, Woozi suka lagu itu, 'kan?" tambah Jeonghan lagi, kini menggunakan nada suara yang begitu lembut di telinga Seungcheol.
Jihoon mengangguk atas bujukan Jeonghan, namun kemudian mengusap matanya dengan kasar. Balita itu berjalan menuju di mana Jeonghan berada, lalu menarik celana yang dikenakannya. Terdengar isakan samar, bahu Jihoon terlihat bergetar ketika Jeonghan berlutut untuk memeluknya. Seungcheol baru saja akan melangkah mendekat untuk menenangkan Jihoon ketika Jeonghan menatapnya dan menyuruhnya untuk pergi dengan gerakan tangannya.
Seungcheol mengangguk mengerti, lalu bergegas untuk pergi setelah mengambil kunci mobil di bufet depan. Ia membiarkan untaian melodi berkumandang dari radio untuk mengisi hening dalam mobil. Tiap menit yang terlewat membawanya kembali pada jalanan yang begitu familiar untuknya. Rumah keluarga Choi terletak jauh dari pusat kota atas permintaan sang ibu, jadi ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tiba di sana.
Pintu gerbang berwarna hitam adalah hal pertama yang menyambutnya. Bertahun-tahun tak menjejakkan kaki di sana, namun rumah beserta pekarangan yang terlampau besar itu masih terlihat seperti apa yang ada dalam ingatannya. Seorang petugas kemudian menghampiri ketika mobilnya berhenti di depan gerbang tersebut. "Namaku Choi Seungcheol, dan aku ingin bertemu dengan Park Ji Young." Tegasnya sebelum petugas itu bertanya mengenai keperluannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah & Memori
FanfictionJeongcheol Family AU Choi Jihoon hanyalah satu dari beribu alasan Seungcheol tak ingin berpisah dari Jeonghan. Ada begitu banyak memori yang mereka berdua miliki, menanti untuk diungkap olehnya. Berbekal hal itu, Seungcheol berharap Jeonghan akan me...