Jatuh

10.4K 1.8K 89
                                    

Kenali aku secara langsung

Bukan dari mulut-mulut jahat itu

Apalagi kehobongan yang mereka buat

________

Bukankah pulang adalah ketika lelahmu berakhir?

Harusnya seperti itu, tapi aku tak menemukan rasa bebas dari lelahku seharian ini. Rumah tak lagi sama, semuanya sepi. Sekalipun aku tinggal bersama ibuku yang terjadi kami berlagak seolah asing. Ibu sibuk dengan urusannya sendiri entah istirahat ataupun mengeluh akan sakitnya itu dan aku juga sibuk dengan urusanku sendiri.

Apa aku pernah peduli padanya? Tentu, aku pernah. Tapi, aku tetap menemukan kecanggungan setelah itu. Kami jarang mengobrol bahkan untuk berkata 'iya' atau 'tidak' saja semua terasa sulit. Kadang aku menyapa duluan dan ibu hanya melihatiku saja. Sebaliknya, ia tak pernah melakukan itu padaku.

Aku baru pulang sekitar jam sembilan malam ini. Sekuat mungkin kutahan mataku untuk tetap terbangun, walaupun aku benar-benar lelah dan sangat ingin tidur saat ini.

"Hyesang.."

Lalu sesuatu datang secara tiba-tiba, kulihat ada bibi sepupuku yang baru saja keluar dari rumahnya, dialah ibunya Kak Doyoung.

"Kenapa baru pulang semalam ini?" tanya bibi.

"Ehm.. Aku baru pulang dari rumah temanku karena kami ada proyek biologi yang harus diselesaikan. Ya— ya.." ucapku.

Aku berbohong dan itu bukanlah alasan yang sesungguhnya.

"Ibumu.."

Mataku beralih cepat padanya dengan isyarat penuh serius. Aku harap dia tidak melakukan hal yang aneh-aneh lagi.

"Ibumu tiba-tiba pingsan saat siang tadi, kami langsung membawanya ke rumah sakit di Yeoju. Aku sudah menghubungimu dari siang tadi, tapi mungkin kau sedang bersekolah, kami tak ingin mengganggu juga," info bibi.

"Apa yang sebenarnya terjadi pada ibu? Maksudku, kenapa ibu bisa pingsan?" tanyaku. Perasaan cemas tiba-tiba menghampiriku.

"Penyakitnya kambuh," akhir bibi.

Aku terdiam, tak ada yang bisa menolak fakta satu ini. Ibu memang sering sakit karena dia memang mengidap suatu penyakit yang bahkan aku tak mengetahui bagaimana detail yang sesungguhnya. Tapi jika ibu sampai pingsan, aku cukup dibuat terkejut akan hal ini.

Bagaimana dia bisa merasakan semua sakit itu dalam diam hingga ia berakhir tumbang seperti tadi?

Aku mengangguk dan berterimakasih untuk informasi barusan. Tak ada gunanya untuk mengelak lebih jauh dan tubuhku sudah keburu remuk jika lama-lama berdiri terus. Aku segera masuk ke dalam rumah dan tak lupa kuhidupi lampu karena pasti sejak sore tadi di sini sudah terlalu gelap. Baru saja beberapa langkah aku berjalan lebih dalam, tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu yang menusuk kakiku. Gerak tubuhku langsung mengkaku.

"Aaww!"

Aku mundur beberapa langkah. Mataku menangkap sebuah kilauan kecil yang banyak berserakan di lantai bawah. Ada pecahan gelas di sana.

Ibu kambuh

Aku terdiam dan mulutku begitu kaku melihat semua yang terjadi di depanku ini. Beberapa detik kemudian, ada rasa sakit yang menjalar cepat memenuhi tenggorokanku, ia menyekat hebat di bagian sana. Disusul langsung hidungku yang perih dan bola mataku yang memanas. Seketika itu juga air mataku pecah membasahi cepat permukaan wajahku yang begitu buruk akibat lelah ini.

Aku menggeleng ketakutan sambil bersandar ke arah dinding di sampingku. Dalam keheningan malam ini aku menangis untuk semua hal yang terjadi saat ini.

monochrome [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang