Sehun memang seseorang yang begitu sibuk. Terkadang Sehun akan selesai dengan pekerjaan ketika Luhan sudah tertidur nyenyak. Namun setiap hari Sehun pasti selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi Luhan atau bahkan menginap di rumah Luhan. Luhan memang selalu membuka lebar pintunya hanya untuk Sehun seorang, namun kali ini Luhan yang sudah menunggu kedatangan Sehun, mengabaikan waktu tidurnya dan terus berjaga sepanjang malam, tidak kunjung melihat wajah Sehun. Sehun tidak kunjung datang untuk sekedar memeluknya atau sekedar memberikan kehangatan kasih sayang. Wajah murungnya pun kembali terlukis di sana. Begitu murung hingga helaan napas pun sudah beberapa kali ia keluarkan.
“Mengapa Sehun tidak datang?” melihat penuh harap ke arah pintu yang tepat berada di sebelahnya. Melihat ke arah luar di mana gelap sudah menyelimuti luar rumahnya. Berharap sebentar lagi, sebentar lagi kekasihnya akan datang menemuinya.
“Aku yakin, Sehun pasti akan datang” sambil tersenyum, mencoba menguatkan dirinya untuk tetap menunggu kedatangan kekasih yang belum begitu lama bersamanya.
“Aku tidak boleh lelah me-” kata-katanya terhenti kala mendengar suara deru mobil yang tidak jauh dari rumahnya. Luhan benar-benar yakin kali ini jika yang datang adalah Sehun, pujaan hatinya.
Kakinya pun ia bawa melangkah menuju luar rumah dan dengan wajah yang begitu cerah, senyum yang begitu mengembang ia tampakkan. Berlari begitu girang menuju ke arah rumah Sehun yang tepat berada di sebelahnya.
Namun saat dirinya tidak lagi jauh dari tempat mobil itu terparkir, langkahnya pun harus terhenti saat seseorang lain yang tidak ia tahu tiba-tiba keluar dari mobil Sehun. Seseorang lelaki dengan perawakan lebih kecil dari Sehun namun berpakaian serapi Sehun. Langkahnya terhenti, matanya membulat, tangannya bergetar saat melihat Sehun tersenyum dan mengusap rambut lelaki itu dengan gerakan yang begitu penuh kasih. Luhan tahu jika dirinya tidak mungkin salah menduga, Luhan yakin jika saat itu Sehun tertawa dan tersenyum begitu manis pada laki-laki itu. Luhan tahu jika seseorang mungkin saja bisa tersenyum kepada siapapun, namun dengan gerakan Sehun yang banyak melakukan kontak fisik dengan lawan bicaranya membuat Luhan semakin yakin jika dirinya sudah ditinggalkan oleh Sehun.
“Aku sepertinya harus tahu di mana tempatku” tersenyum kecut dengan air mata yang siap jatuh membasahi pipi putihnya. Ia pun memilih meninggalkan tempat itu dan memilih kembali ke rumahnya.
Menutup semua pintu dan juga menarik tirai untuk menutupi semua jendelanya. Mematikan lampu kamarnya dan duduk di atas tempat tidurnya. Duduk dengan memeluk lututnya dan menangis dalam sepinya malam. Mungkin menangis sendirian bukanlah hal yang tidak biasa bagi Luhan. Luhan bahkan sudah terbiasa dengan keadaan di mana dirinya selalu berakhir ditinggalkan oleh orang yang sangat dirinya sayangi. Namun walau terbiasa, sakitnya pun masih selalu sama ia rasakan, sudah terlalu hafal dengan sakit yang ia alami.
“Semuanya berakhir sama. Pada akhirnya aku memang harus sendiri”
.
.
.
.
.
Pagi menjelang dan Luhan hari ini memilih pergi keluar rumah, entah apa yang Luhan pikirkan hingga dirinya pergi sendirian. Tentang Sehun, mungkin Luhan hanya ingin menenagkan dirinya sejenak. Luhan tidak ingin mengingat satu nama itu untuk saat ini.
Salju masih turun, bahkan hari ini salju turun begitu lebatnya di pagi hari. Dapat Luhan lihat, jalanan pun dilapisi es tipis, semua orang yang berlalu lalang pun berjalan dengan hati-hati, berharap tubuh mereka tidak terjatuh dan kemudian tergelincir. Begitu juga dengan semua kendaraan, laju mereka begitu lambat.
Memutuskan untuk duduk di halte bus, memperhatikan semua orang yang sedang beraktivitas saat ini. Sesaat Luhan merasakan iri yang begitu besar. Semua orang dapat menjalani hari-hari mereka dengan canda tawa yang masih mereka perlihatkan di hari yang begitu dingin ini. Tidak seperti dirinya yang selama ini hanya mampu mengurung dirinya dan selalu bersedih dengan air mata yang tidak pernah berhenti untuk bersamanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Punishment, Second Chance (HunHan)
Hayran KurguAku membenci hari itu. Tak pernah sekalipun aku beralih untuk menyukai hari yang dikatakan indah bagi orang lain. Saat aku selalu memohon dan meminta, Tuhan tak pernah memberikan jawaban untukku. Seolah Tuhan telah melupakanku. Namun, seorang datang...