14 - Recognition

29 7 0
                                    


Setelah menunggu selama 10 menit, akhirnya mobil yang dikenalnya dengan baik itu berhenti dihadapannya. Dengan cepat Alya masuk ke dalam mobil. Mood Alya sedang buruk-buruknya.

Andi menyadari raut muka Alya yang tidak baik segera memakirkan mobilnya, dan berbalik ke arah Alya dengan muka tenang.

"Lo kenapa?" Tanya Andi to the point.

Alya menoleh kearah Andi, lalu menumpakan tangis yang telah ia tahan dari tadi.

Andi memeluknya, menenangkannya, layaknya seorang kakak yang baik (Lah kan emang saudaraan kak author!).

Setelah tangis Alya mereda, Andi menanyakan hal yang sama pada Alya. Dengan suara gemetar Alya menceritakan semua yang terjadi tadi. Dengan lembut Andi menjawab.

"Al. Dia pasti punya alasan sampe ninggalin lo kayak gitu. Gue tau dia cowok baik-baik. Gue percaya sama dia. Tapi gue tetep marah, gak seharusnya dia berbuat seperti itu. Tapi lo gak boleh gegabah. Dengar alasannya dulu. Setelah itu, terserah lo mau gimana. Sekarang gue antar ke rumahnya ya?" Ucap Andi sambil mengelus kepala Alya pelan.

Alya mengangguk.

❄ ❄ ❄

Terlihat.. Alya.

Mereka terdiam agak lama, merasakan canggung yang tidak pernah dirasakan mereka berdua sebelumnya.

"Al. Masuk dulu yuk. Kita ke taman belakang aja." Ajak Owen mempersilahkan Alya untuk masuk. Alya menganggukan kepalanya lalu mengikuti Owen.

Taman belakang Owen dilengkapi oleh sebuah kolam renang besar, Tempt BBQ, dan sebuah pondok untuk bersantai. Mereka berjalan ke arah pondok itu, dan duduk. Diam. Hanya angin malam yang menemani mereka.

"Gue tau lo liat chat dari Brandon tadi." Ucap Alya mengatakan maksud ia datang ke rumah Owen.

"Tapi gue gak ngerti, kenapa lo marah banget. Padah-" Kalimat Alya di potong oleh Owen.

"Karena gue suka sama lo, Al." Jawab Owen dengab penuh perasaan.

Deg.

Muka Alya bersemu merah. Ia memalingkan wajahnya yang merah itu sehingga tidak dapat dilihat oleh Owen.

"Gue cemburu. Gue gak suka isi pesan yang dia kirim itu. Gue hanya mikir kalo lo bakal balikan sama mantan lo itu. Gue tau ini terlalu terburu-buru, dan mengetahui kita baru kenalan selama 4 bulan.  Tetapi sejak pertama gue nabrak lo di koridor, gue gak bisa stop mikirin lo. Dan akhirnya gue sadar. Kalo Gue Suka Sama Lo, Al." Ucap Owen jujur.

"Dan gue minta maaf karena ninggalin lo tadi. Gue emosi dan tidak bisa berpikir jernih. Mungkin lo gak mau maafin gue. Gue ngerti. Gue emang brengsek."

Alya hanya diam. Ia merasa sangat senang. Rasanya ia ingin koprol-koprol keliling kompleks rumah Owen. Akhirnya ia memberanikan diri untuk melihat mata hijau yang sedang memperhatikannya itu. Tiba-tiba saja lidahnya terasa kelu. Hingga meninggalkan mereka berdua yang saling memandang dalam diam.

"Lo gak harus jawab sekarang. Nanti aja. Gue gak maksa kok." Ucap Owen dengan senyuman yang sangat hangat, lalu mengacak rambut Alya pelan.

Sekali lagi pipi Alya bersemu merah. Tetapi untungnya tidak dapat dilihat oleh Owen, karena cahaya disitu agak redup. Alya hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Oh ya. Lo kesini bareng siapa?" Tanya Owen heran.

"Bang Grabnya gimana?" Tanya Owen lagi dengan nada yang agak menjengkelkan di telinga Alya.

"Gue kesini bareng Kak Andi. Bang Grabnya gue tinggal." Jawab Alya santai  kayak di pantai.

Owen hanya bisa melongo. Uangku.. Batin Owen sedih. Untung sayang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Limited Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang