Sebagai adik yang baik, gue mau mengantar Bang Juan pergi ke rumah temannya. Namanya Kak Rafi. Rumahnya di sebelah warnet. Memang dekat. Kak Rafi adalah teman sekolahnya Bang Juan. Sejauh ini kenal, Kak Rafi orangnya ramah. Selalu menyapa setiap bertemu. Kalau ke warung suka bawa Rafathar.
Eh, beda orang, ya...
Botol minum Bang Juan hilang di tempat futsal. Ya, Kak Rafi kemarin ikut futsal, jadi ada sedikit harapan semoga botol minumnya terbawa dia. Itu baru dugaan Bang Juan, sih. Tanpa basa-basi, lelaki yang tingginya hampir mencapai dua meter itu mempersilahkan kami masuk. Tampak rumahnya sepi. Hanya terdengar suara TV menyala. Kak Rafi mendudukkan diri di single sofa.
"Tumben nih Yaya ikut," kata Kak Rafi mengawali percakapan.
Gue menyahut setengah meledek, "Iya nih, gak tau. Manja banget pengen dianterin."
Bang Juan merotasikan bola mata malas. "Hadeh, bukan gitu. Ini buat bukti. Di antara yang lain, Abang cuma percaya sama kamu."
"Heup kalem heula." Kak Rafi menyela. "Bukti naon tah?"
Kakak gue itu mencondongkan badan agak ke depan, bertanya begitu semangat, "Fi, botol minum punya urang ada di maneh, kan?"
Satu alis Kak Rafi diangkat, ekspresinya susah diartikan. "Botol minum? Yang mana anjir?"
"Yang warna hijau," jawab Bang Juan cepat. "Pasti ada di maneh, kan?"
"Abang, sebentar dulu. Jangan main nuduh gitu aja," ujar gue kemudian mengalihkan pandangan ke Kak Rafi. "Kemarin botol minum punya Abang hilang di tempat futsal. Barangkali kebawa atau Kakak sebelumnya lihat botol minumnya ada dimana."
Lelaki itu menggelengkan kepala. "Tau botolnya yang mana aja nggak, Ya."
"Jadi, gak kebawa sama maneh, Fi?" tanya Bang Juan lagi yang dijawab gelengan kepala Kak Rafi. Bang Juan pun mendengus. Wajahnya kembali kusut.
"Lagian." Gue menyandarkan punggung ke sofa. "Aneh aja gitu, masa ada yang maling botol minum."
Kak Rafi melirik gue, menganggukan kepala, kemudian diam seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Ya terus kalau gak ada maling, kok botolnya bisa hilang?" Bang Juan mulai frustasi, lagi.
"Maneh simpen botol minumnya dimana, Wan?" tanya Kak Rafi.
"Di deket tas. Memang sengaja dikeluarin. Maksudnya biar gampang kalau mau minum," jelas Bang Juan. "Tuluy masalahna urang can ngomong ka indung. Sieun anjir.(39)"
Tampak Kak Rafi seperti menahan tawa. Beberapa saat kemudian dia bertanya, "Sieun dicarekan, Wan?(40)"
"Nya heeh.(41)" Bang Juan merengut.
Sekitar lima menit Kak Rafi datang kembali setelah pergi ke dapur, membawa dua gelas air putih dan tidak lupa dengan beberapa cemilan. Memang Kak Rafi mah terbaik. Sangat mengerti keadaan perut sang tamu. Ketika gue hendak mencomot cemilan, Bang Juan kembali bersuara.
"Apa beli botol minum lagi tanpa sepengetahuan Bunda, ya?" gumamnya yang masih tak berubah di posisinya. Tak ada niat menyentuh minuman atau cemilan yang sudah disediakan.
Setelah menelan kunyahan yang ada di dalam mulut, gue bertanya, "Abang ada uangnya?"
Kakak gue itu pun mendengus. Melamun beberapa saat yang entah sedang memikirkan apa. Akhirnya dia berkata lagi, "Ambil dulu deh pake duit tabungan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Patah Hati Setengah Komedi
Humor"Bun, semasa remaja Bunda pernah nangis gak?" tanya Azya, lagi makan batagor. Bunda diam sebentar. Nampak mengingat-ingat sesuatu. Seulas senyum lantas terlukis di bibirnya, beliau menjawab, "Pernah. Bunda suka." Kening Azya berkerut tak mengerti. B...