Orang-orang bilang banyak anak akan banyak rezeki. Mungkin memang betul. Namun, tidak lupa juga bikin pusing.
"Kakaaak! Bangun! Udah jam tujuh!"
"Maaas! Kenapa pintu dikunci?! Biar Bunda gak bisa masuk, ya?!""Baaaang! Udah bangun belum?!"
Suara Bunda sering terdengar setiap pagi. Sudah rutinitas. Sudah biasa. Sudah menjadi tugas gue juga membantu Bunda membangunkan para kakak. Iya, para. Pasti lo sudah bisa menebak jumlah kakak gue banyak, kan? Benar. Saking banyaknya, bisa tuh mereka daftar jadi anggota barongsay.
Gue sendiri senang nggak senang punya banyak abang. Senang karena ada teman, nggak senangnya kalau sudah jadi korban kejahilan mereka. Apalagi gue satu-satunya anak perempuan di antara mereka.
Gue punya tujuh kakak. Bagaimana? Sudah cukup memenuhi persyaratan jadi anggota barongsay? Atau bahkan anggota marawisan?
Kakak pertama, Ammar Hanan Rahadian. Kemarin umurnya menginjak 28 tahun. Seharusnya sudah menikah, sih, tapi.... pernah gagal.
Ammar Hanan Rahadian
Biasa dipanggil Kakang. Iya, Kakang Ammar. Ini karena Bunda turunan Sunda. Kakang berasal dari kata Akang yang artinya sama seperti Mas. Nah, Kakang Ammar ini jago masak! Gue selalu minta dibuatkan makanan kalau lapar, hehehe.
Wajahnya memang adem kayak ubin minimarket, tapi sikapnya bisa bikin ayam tetangga mogok bertelur dua minggu. Serius. Kakang Ammar itu orangnya bodor(1) banget. Ada dimana gue merasa senang bisa ketawa-ketawa seakan sejenak melupakan kesedihan kalau sudah dengar Kakang Ammar bercerita dengan lawakannya, namun ada juga saat dimana gue menyerah ingin menjauh karena... WOY PERUT GUE SAKIT KETAWA TERUS. HUMOR GUE SEMAKIN TURUN SAMPAI KERAK BUMI. TOLONG.
"Dek Yaya, Kakang gak lagi-lagi makan kue cubit."
"Lho kenapa, Kang? Padahal enak, kok."
"Kaget. Kemarin Kakang beli kue cubit, pas mau dimakan, eh kuenya beneran nyubit," katanya dengan raut dikasihan-kasihanin yang padahal beneran kasihan sama humornya yang semakin mlempem kayak cakwe tersiram air.
Mari beralih ke kakak yang ke-dua. Matanya sipit, kulitnya lebih putih yang cukup membuat gue iri, dan terkenal dengan sikap dinginnya. Namun, di balik sikap dinginnya, kakak ke-dua gue ini perhatiannya sudah di atas level seblak. Terbukti dari kejadian yang sudah-sudah; masa gue cuma nongkrong di depan rumah aja, dia telepon berkali-kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patah Hati Setengah Komedi
Humor"Bun, semasa remaja Bunda pernah nangis gak?" tanya Azya, lagi makan batagor. Bunda diam sebentar. Nampak mengingat-ingat sesuatu. Seulas senyum lantas terlukis di bibirnya, beliau menjawab, "Pernah. Bunda suka." Kening Azya berkerut tak mengerti. B...