Gue hampir melempar sepatu ke arah Azka sebab menggodai gue setelah dia melihat gue pulang diantar cowok. Masalahnya, dia menggodai gue di depan Bunda, Mas Biyan, Bang Juan, dan A Dennis yang akhirnya mereka jadi ikut-ikutan. Pipi gue seketika panas. Bukan salah tingkah, tetapi gue malu. Ya, siapa, sih, yang gak malu digodai keluarganya sendiri?
"Bun, padahal sebelumnya Kakak udah tawarin Adek mau dijemput atau nggak, eh malah nolak. Ternyata udah janjian sama pacarnya," kata Azka. Sangat mengada-ada.
Gue semakin emosi. "Kapan kamu chat aku?! Kapan kamu pernah nawarin jemput?!" Gue melirik Bunda kemudian merengek kayak bocah. Sesekali aja. "Bundaaa, Yaya gak bohoooong. Itu cuma temen aja. Namanya Aksal. Bunda tau Aksal, kan? Yaya sering ceritain dia ke Bunda, kan?"
"Oooww." A Dennis tiba-tiba bersuara membuat gue menoleh ke arahnya. Dia mengetuk-ngetuk jari ke dagu dengan mata sengaja disipitkan, "Jadi, sering ceritain dia ke Bunda? Kalau cuma temen, kok diceritain ke Bunda?"
Ya Tuhan. Gue salah ngomong.
Azka membuka suara lagi, "Udah ngaku aja itu pacar. Mas, gimana nih, Mas, masa adek Mas yang satu ini pacaran mulu."
Gue sontak memukul lengan Azka cukup keras. "Siapa yang pacaran mulu, sih! Sendirinya juga punya cewek banyak!"
"Bener tuh," timbrung Bang Juan setelah menyeruput air di gelasnya. "Minggu kemaren Azka cerita tentang Azzahra, minggu kemarennya lagi cerita tentang Khaerani, terus—"
"Siapa yang ngajarin kamu jadi playboy, sih, Kak?" potong Bunda seraya melirik Azka dengan tatapan tajam. Mampus.
Mas Biyan menggeleng pelan kemudian menyandarkan punggungnya ke sofa, mencari posisi nyaman. "Yang jelas bukan dari Mas, Bun," timpalnya.
"Playboy darimana, sih, Bun? Itu Abang sekarang jago ngarang banget,” tukas Azka membuat gue langsung memasang ekspresi tidak suka. Dia gak sadar apa, ya, kalau dia yang lebih jago mengarang? "Jangan Kakak mulu, tuh Adek juga cowoknya banyak."
Tuh, kan, gue lagi yang kena. Ini bisa gak, sih, tukar tambah kembaran?
Sebab gue capek baru pulang, tidak baik juga kalau emosi terus, sangat membuang waktu jika harus meladeni Azka, maka gue memutuskan pergi ke kamar. Sebelumnya Bunda dan Mas Biyan menyuruh gue makan, tetapi mood gue sudah benar-benar berantakan.
Terimakasih kepada Azka yang membuat gue jadi seperti ini. Kalau bukan kembaran, sudah gue jual dia di online shop.
Gue meraih knop pintu, hendak membukanya tetapi terhenti ketika gue melihat seseorang sedang duduk sendirian di balkon. Pintunya dibuka jadi gue bisa melihat keberadaannya. Seketika gue mengulum senyum, menghampiri orang itu dengan langkah pelan dan tanpa suara, dengan satu gerakan gue lantas memeluk lehernya dari belakang yang membuatnya sontak terkejut.
"Aa lagi apa?" tanya gue tanpa merasa berdosa.
A Arthur mengacak pelan rambut gue. "Kamu ngagetin aja. Assalamu‘alaikum dulu kek," katanya.
Gue terkekeh pelan. "Assalamu‘alaikum, Pak Haji."
"Wa‘alaikumsalam, Bu Jamilah."
"Kok Jamilah, sih?"
"Bagus itu Kan, ada itu artis namanya Mulan Jamilah."
"Makhluk Tuhan Paling Sexy, dong?" kata gue.
"Aa, dong?"
"Gak juga, sih," tukas gue bercanda lalu makin mengeratkan pelukan. Gue sedang berusaha meredam emosi dan badmood. Biasanya memang A Arthur yang bisa membuat mood gue kembali membaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patah Hati Setengah Komedi
Humor"Bun, semasa remaja Bunda pernah nangis gak?" tanya Azya, lagi makan batagor. Bunda diam sebentar. Nampak mengingat-ingat sesuatu. Seulas senyum lantas terlukis di bibirnya, beliau menjawab, "Pernah. Bunda suka." Kening Azya berkerut tak mengerti. B...