Sudah dua hari menghilangnya Luci. Sudah pula Bang Edgar share foto Luci disertai nomor telepon dengan judul "dicari kucing hilang" di sosial media seperti Twitter dan Instagram. Tentu, gue ikut me-retweet dan me-repost.
Selain itu, Bang Edgar juga datang kembali ke tempat dimana hilangnya Luci ditemani Aa Dennis, Aa Arthur, atau Azka. Namun, tetap saja hasilnya nihil. Sudah diduga Luci kabur lebih jauh dari tempat sebelumnya.
Selama dua hari itu juga Bang Edgar terlihat tidak baik-baik saja. Gue tahu pasti itu jadi beban pikirannya. Kadang tak sengaja melihatnya melamun di dapur atau di kamar. Apalagi masalahnya bukan hanya Luci menghilang, ditambah si pemilik yang notabenenya gebetannya itu tidak mau bicara lagi padanya sebelum Luci ditemukan. Agak pedih.
Jumlah retweet dan likes sudah memasuki angka ribuan. Tapi, kenapa belum ditemukan juga, ya? Bohong kalau gue tidak khawatir. Dari awal gue pun sudah cemas. Baru kali ini gue mengalami hilang kucing.
Hilang uang? Bisa minta lagi ke Ayah.
Hilang pulpen di kelas padahal baru beli tiga hari? Beli lagi, lalu tempelkan kertas kecil dengan tulisan “Allah is watching”.
Hilang pacar? Aduh, kalau yang ini membuat gue sadar kalau menjadi jomblo itu tidak buruk-buruk amat.
Gue mendengar pintu kamar terbuka disusul Azka masuk lalu mendudukkan diri di kursi depan meja belajar. Gue memerhatikan gerak-geriknya. Tangannya bertumpu di meja lalu membenamkan kepalanya. Kening gue mengkerut. Kenapa itu bocah? Ngantuk?
"Kakak." Akhirnya gue memutuskan memanggil. "Kenapa? Ngantuk?"
Azka mendongak, menatap gue dengan tatapan datar. Dia berdiri, menunjuk dirinya sendiri seraya berkata, "Lihat, Kakak udah keren, kan?"
Iris gue bergerak mengikuti gerakan tangannya. Ya, memang keren. Maksud gue, dia memang baru saja mandi, dandan, terus berangkat. Eh, sebentar, baru keluar sekitar dua puluh menit, tapi kenapa sekarang sudah pulang, ya?
"Acaranya dibatalin. Kampret," dengusnya.
Gue sontak tertawa. Ya Tuhan, kasihan banget nih anak curut.
Azka mendekat ke lemari, membukanya, dan memilih kaos mana yang akan dia pakai. Gue pun kembali memainkan ponsel. Baru saja gue akan membalas chat Kinkan, baru mengetik satu sampai tiga kata, tiba-tiba Azka mengganggu lagi membuat gue terpaksa menoleh ke arahnya.
"Kok kayaknya kamu sibuk banget, Dek," katanya sambil merapihkan kaos yang sekarang sudah diganti dengan yang baru. Kaos lusuh putih. Kaos yang sering dia pakai kalau sedang di rumah. "Banyak betul tugas kelompok. Kok Kakak gak ada, ya."
Gue setuju dengan perkataan Azka. Memang betul, gue pun bertanya-tanya kenapa gue begitu sibuk. Ok, gue tidak membedakan anak IPA dan IPS. Pasti punya kesibukannya masing-masing. Tetapi, kenapa sepertinya beban gue sebagai anak IPA lebih berat, ya?
Gue mendengus. Ah, jadi teringat tugas kelompok yang belum selesai. "Gak tau, aku juga lieur. Mana presentasi, mana ini, mana itu. Lieur pokona mah."
"Kawin atuh ai embung sakola lieur mah,(36)" celetuk kembaran gue itu yang sekarang kembali duduk di kursi sambil memainkan ponsel.
Sontak gue tertawa lagi dan sesekali mendengus. Merasa geli dengan kalimat yang tadi Azka lontarkan.
"Oh, iya." Kembaran gue itu kembali bersuara setelah hening beberapa saat. Pandangannya masih tertuju pada ponsel. "Gimana itu si Luci? Belum juga ketemu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Patah Hati Setengah Komedi
Humor"Bun, semasa remaja Bunda pernah nangis gak?" tanya Azya, lagi makan batagor. Bunda diam sebentar. Nampak mengingat-ingat sesuatu. Seulas senyum lantas terlukis di bibirnya, beliau menjawab, "Pernah. Bunda suka." Kening Azya berkerut tak mengerti. B...