Part 23-Why Biyan

21.7K 1.2K 6
                                    

B I Y A N

Batalyon Infanteri 320. Terik matahari sudah di atas kepala. Tapi aku tak terlalu tersengat panasnya karena aku sedang duduk di bawah pohon rindang. Tentu, rumahku ini, batalyonku, memiliki banyak sekali pohon rindang yang bisa menyejukkan tubuh kala panas menyengat.

Sembari duduk, kumainkan ponsel yang ada dalam genggamanku. Kubuka aplikasi Instagram.

Entah kenapa aku langsung mengetik nama gadis itu dalam fitur pencarian akun.

Kuketik, @cc.tasyaaisyah .

Akunnya diprivasi. Aku tidak bisa melihat unggahannya di Instagram. Entahlah, entah kenapa aku sangat ragu setiap hendak meng-klik tanda follow kepada akun gadis itu.

Ya, semenjak aku meng-unfollow dirinya dulu.

***

Perkenalanku dengan gadis PKL-an itu menimbulkan perasaan lebih di hatiku. Entah kenapa, aku selalu merasa dirinya begitu unik dan hampir sempurna untuk ukuran gadis sekolahan yang biasanya gaul dan tidak peduli dengan aturan agama.

Sudah sejak lama aku mendekatinya. Hari ini, aku ingin mengungkapkan perasaanku kepadanya, sebelum ia mengakhiri masa PKL.

Seperti biasa, aku datang dengan langkah tegas dan senyum yang merekah. Aku sebenarnya menyadari gelagatnya setiap bertemu dengannya. Gadis itu selalu terlihat gugup dan salah tingkah jika kuajak bicara. Bukankah untuk perempuan itu adalah tanda-tanda?

Ya, tanda-tanda baper. Haha.

Aku ingin sekali memastikannya. Hari ini, kuyakin dengan diriku, aku akan mengutarakan perasaanku kepadanya dan memintanya untuk menjadi pacarku.

Tasya, gadis itu, pastinya sedang berada di Koperasi. Dan benar saja, kulihat ia sedang duduk menikmati pikiran kosongnya disana.

"Assalamu'alaikum," aku mengucap salam kepadanya dan anak PKL-an satunya.

Mereka sedikit terkejut dengan kedatanganku. "Wa'alaikumussalam warohmatullah" jawab mereka berbarengan.

"Gimana kabarnya, dek?" tanyaku selalu dengan senyum andalanku.

Tasya turut tersenyum. "Alhamdulillah, baik, om" jawabnya kemudian menggigit bibir bawahnya dan kembali menunduk, menghindari tatapan mataku.

Aku kembali tersenyum, "Bagus kalau begitu. Oh, ya, ada yang mau saya omongin sama kamu" ujarku langsung to the point.

"Ngomong apa?" tanya Tasya penasaran.

"Tasya, sebenarnya, saya suka sama kamu sejak awal kita bertemu. Gak tahu kenapa kamu terlihat begitu berbeda. Saya menyukaimu, kamu mau jadi kekasih saya?"

Fuh, rasanya hatiku sedikit lega setelah menyampaikan uneg-uneg yang selama ini tersimpan.

Kulihat, Tasya kembali menggigit bibirnya. Wajahnya memerah. Apa dia malu?

"Uh? Om, maksudnya?" suara gadis itu terdengar sangat gugup.

"Kamu mau tidak jadi pacar saya?" Aku kembali menegaskan maksudku, sembari menatapnya begitu dalam.

Namun jawabannya terdengar tak begitu menyenangkan bagiku.

"Oh, tapi, maaf sebelumnya om. Saya gak mau pacaran," tukasnya hati-hati.

Ah, jujur, aku sedikit kecewa. Padahal ekspektasiku sudah lebih dari sekedar pacar. "Em, boleh saya tahu kenapa?" tanyaku penasaran.

Alih-alih menjawab, gadis itu justru berjalan menuju kursi yang menjadi tempat duduk bagi ranselnya. Kulihat, ia mengambil sebuah buku tebal. Entah novel, atau apa.

DESTINY (Terimakasih, Sersan!) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang