Part 21-Luka yang sama

21.3K 1.3K 3
                                    

C A C A

Kebun stroberi ini sejuk sekali. Betapa bahagianya membayangkan jika aku tinggal disini, aduhai.

Berlama-lama disini memang rasanya senang sekali. Pikiran yang tadinya ruwet pun bisa menjadi jernih seketika. Pemandangan yang hijau dihiasi merahnya buah stroberi bertebaran, ditambah udara sejuk menyapu tubuh begitu enaknya.

Hahh, bagaimana tidak, tiba-tiba saja aku berkenalan dengan seorang perempuan yang ternyata adalah kakaknya Dani. Sebuah kebetulan yang sangat mengejutkan, bukan?

Tak bisa dipungkiri, hatiku sangat bahagia. Tentu saja, aku sekarang sudah kenal dengan orangtuanya Dani. Ya, meskipun dikenalkan oleh Teh Ima, tetap saja, ada sedikit rasa bahagia.

Entahlah, kapan akan berkenalan secara resminya. Eh, astaghfirullahal'adzim, mikir apa sih aku ini! Sudah. Jangan berharap. Caca 'kan sudah tahu bagaimana pahitnya menelan harapan.

Kami masih asyik bermain di kebun. Kulihat jam telah menunjukkan pukul 13.05. Rupanya sudah hampir satu jam kami berada di kebun stroberi ini.

"Dara, Teh Ima! Udah jam satu, nih. Kita harus cepet pulang ke Pandeglang, keburu macet" aku mengingatkan mereka yang sedang asyik berfoto.

"Yaaah, padahal masih seru," ucap Dara tak rela.

Hm, sama, Ra. Aku pun masih amat sangat betah disini. Bahkan ingin sekali tinggal disini.

"Yaa gimana lagi, kita harus pulang, Ra" bujukku dengan lembut sembari menatapnya sayu.

Ah, temanku yang satu ini memang sedikit manja. Tapi, aku senang berada di dekatnya. Terkadang aku gemas dengan tingkahnya. Hm, siapa pun yang menjadi suaminya kelak, pasti akan bahagia.

"Haaah, coba aja kalian bisa lebih lama disini. Aku pasti gak akan kesepian. Kalian tahu? Adikku itu, si Dani loreng itu cuma weekend aja di rumahnya, itu pun kalau gak turun jaga atau tugas lainnya. Pokoknya sepi" tukas Teh Ima memancarkan aura kesedihan.

"Ooo Teteh, sabar dan semangat ya. Suami Teteh pasti cepet kembali, kok" ucapku tiba-tiba merasa iba dengan keadaan Teh Ima. Hm, rasanya seperti kakak sendiri.

"Aamiin, yaudah, ayo kuantar masuk lagi ke dalam. Mau pamit sama Abi dan Umi, kan?" tebak Teh Ima tepat sasaran.

Tanpa ba bi bu lagi, aku dan Dara mengikuti langkahnya meninggalkan kebun stroberi yang luas ini untuk kembali ke rumah Teh Ima.

Kami masuk lewat pintu belakang. Muncul di dapur, kemudian segera ke ruang tamu. Disana sudah ada Dani dan kedua orang tuanya duduk di sofa.

"Abi, Umi, ini Caca sama Dara mau pamit pulang" ucap Teh Ima begitu saja.

"Lho? Baru juga sebentar, udah mau pulang aja. Gak nginep sekalian?" tanya Umi masih tetap hangat.

"Hm, enggak, Mi. Semalam udah nginep di hotel. Sekarang kita harus pulang" jawabku dengan nada ramah dan lemah lembut yang tetap dijaga. Iya, bicara dengan orang tua itu harus sopan.

"Ooh begitu. Yaudah, hati-hati, ya. Jangan lupa nanti sering-sering main kesini." tukas Umi tanpa ragu.

"Insyaa Allah, mi" jawabku diiringi senyum.

"Oh, ya, jangan lupa, bulan depan insyaa Allah Dani bakal melangsungkan pernikahannya. Kalian orang pertama yang kami undang, lho. Datang, ya" ucap Abi dengan nada lembut namun mengandung unsur ketegasan.

Wait, apa? Bulan depan Dani mau menikah?

Hah?

Ini tidak salah dengar, kan? Aku tidak sedang bermimpi di siang bolong, kan?

DESTINY (Terimakasih, Sersan!) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang