Part 14-Dooor!

24.5K 1.4K 12
                                    

Sang surya telah menapaki singgasananya. Daun hijau yang rindang rasanya menyejukkan di tengah panasnya siang. Waktu zuhur telah lewat. Dani pulang lebih awal karena ada hal yang harus dipersiapkan.

Koperasi tidak tutup meskipun kutinggalkan. Karena disana ada Bu Nanda dan dua orang siswi PKL.

Setelah izin, Dani segera mengendarai motor ke luar area Kodim. Ia mampir sebentar ke toko kue tar. Dibelinya satu kue berbentuk bulat cokelat berlapiskan krim putih. Diletakkan kue tersebut ke dalam jok motor.

Dan Pemuda Loreng itu langsung memacu motor dengan kecepatan sedang menuju rumah Caca.

.

Halaman rumah yang dihiasi rumput jepang. Dani memarkirkan motornya disana. Setelah menurunkan standard, segera ia melangkahkan kaki mendekati pintu.

"Assalamu'alaikum" ucapnya seraya mengetuk pintu kayu yang tertutup.

Tak lama kemudian, pintu terbuka. Di sana menampilkan sosok ibu dari Tasya Meilika Aisyah, gadis manis yang nyangkut di hatinya sejak dulu.

"Wa'alaikumussalam warohmatullah. Aih, Dani. Masuk, nak" ucap ibu selalu dengan nada ceria.

Dani pun menyalimi tangannya.

"Iya, Bu... Caca belum pulang, kan?" tanyanya memastikan.

"Um... iya belum. Masuk dulu dong, enggak enak banget ngobrol di luar. Ayo masuk" ujar Ibu seraya menarik tangan Dani masuk ke dalam.

Rupanya sudah ada ayah Caca juga disana sedang duduk sambil melantunkan ayat suci Al-Qur'an dengan suara kecil. Mungkin sedang muroja'ah. Sungguh, imam keluarga yang baik.

"Assalamu'alaikum, Ayah" ucapnya seraya menyalami tangan ayah Caca.

Dani memang sudah terbiasa memanggil orang tua Caca dengan sebutan yang biasa digunakan Caca. Ayah dan ibu Caca sendiri yang menyuruh. Kan sudah seperti keluarga, katanya.

"Wa'alaikumussalam warohmatullah. Eh, Dan... Ada apa? Bolos terus kamu!" ujar Ayah tidak serius.

Dani pun duduk di sofa sebelahnya.

"Hehe, ya enggak apa-apa. Mau dengerin Ayah muroja'ah nih" jawabnya sembari tersenyum lebar—nyengir.

Ayah pun memukul pahanya yang terlapis celana PDL loreng dengan kertas tergulung yang ada di tangannya.

"Helehh! Tentara bandel!" mata Ayah melirik tajam.

"Yah, hari ini 'kan miladnya Caca, Dani mau—"

"Ngasih kejutan?" tebak Ayah memotong pembicaraan Dani.

"Wess! Seratus buat Ayah!" ucapnya sembari mengacungkan kedua ibu jari.

"Huh, dasar anak muda. Tapi enggak pakai acara tiup lilin-tiup lilin, ya!" ujar Ayah menegaskan.

"Siaaap!" jawab Dani dengan mempraktikkan tangan menghormat.

"Hormat-hormat segala! Mau minum apa? Ambil aja sendiri, jangan ngerepotin Ibu" ujar Ayah sambil membaca kertas yang ada di genggamannya.

"Iya, iya... tenang aja" jawab Dani sambil menyandarkan punggungku di sofa empuk nan nyaman ini.

Dari arah dapur, Ibu datang dengan nampan di tangan. Di atasnya terdapat dua gelas es teh yang terlihat menyegarkan.

"Nih, minum dulu." ucap Ibu seraya meletakkan kedua gelas tersebut ke atas meja di depan para lelaki itu.

"Eh, Ibu. Baru aja Dani mau ngambil sendiri," ujar Dani sambil nyengir tak berdosa.

"Helehh, kamu. Sengajain juga." sahut Ayah.

DESTINY (Terimakasih, Sersan!) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang