Prolog

971 132 8
                                    

Samantha berdiri di suatu ruangan besar yang berlangit-langit tinggi. Seperti aula dansa yang megah dilengkapi jendela-jendela ekstra besar. Lantai dan dindingnya berupa kayu yang dipelitur.

Sam melihat seseorang yang tampaknya tak asing baginya, berdiri di tengah ruangan. Kedua tangannya berada di dalam saku dan dia sedang menghadap jendela.

Ketika melihat Sam, pemuda itu berbalik dan memandangi gadis itu. Dia hanya dapat melihat siluetnya yang membelakangi matahari.

"Day-star."

Suaranya merdu dan indah, seperti paduan simfoni alam di pagi hari. Sam bisa merasakan rerumputan yang sehalus beledu, mendengar gemerisik dedaunan yang jatuh ke tanah, dan menikmati hembusan angin di sekitar wajahnya.

Hanya dengan mendengar suara itu, Sam merasakan kegembiraan meluap-luap dari dalam dirinya. Entah mengapa, berbincang-bincang dengan pemuda itu pasti akan terasa amat menyenangkan.

Pemuda itu tersenyum. Senyum yang sudah amat dikenalinya. Namun senyum itu entah mengapa malah membuat pemuda itu terlihat sedih. Kemudian, dia berjalan mendekati Sam. Dia merangkul Sam dalam dekapannya.

"Tolong aku." suara merdu di dekat pipinya berbisik, "Aku tahu kau bisa menolongku."

Ketika jari-jari Sam hendak menyentuh wajah si pemuda, mendadak dia merasa tangannya diguncang keras.

"Hah...?"

Mata Sam mengerjap-ngerjap kaget, berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan sekelilingnya yang mendadak gelap.

"Sam..."

Sam setengah tersadar. Dia masih merasa mimpinya barusan begitu nyata. Adik laki-lakinya yang masih berumur enam tahun, Tom, sedang mengguncang-guncang lengannya hingga dia terbangun.

"...'da pa?" tanya Sam mengantuk.

"Aku mau pipis." Tom mencengkeram baju Sam, matanya berair.

"Tunggu."

Sam turun dari tempat tidurnya. Dia menggiring adiknya keluar kamar dan menyusuri lorong. Tom terbirit-birit masuk ke toilet sementara Sam menunggu di luar. Sudah jadi kebiasaan Tom membangunkannya di tengah malam jika dia ingin pipis.

"Suatu saat nanti kau harus berani ke toilet sendiri, Tom." ujar Sam sambil menguap.

"Aku tadi bermimpi ada monster berlendir yang menarik-narik kakiku dari dalam kloset." Tom menyahut dari dalam.

Sam memutar bola mata, "Monster itu nggak ada. Tapi kalau cowok keren yang butuh pertolonganku itu mungkin ada."

Terdengar bunyi guyuran air.

"Kau bicara apa sih?" tanya Tom keheranan ketika keluar toilet.

"Jangan jadi penakut." Sam mengacak rambut cokelat Tom dengan sayang, "Karena mimpi hanyalah mimpi, nggak mungkin jadi nyata."



---

Henlo! Selamat datang di Citrus.

Jangan lupa tinggalkan jejakmu dengan vote maupun komentar.

Cheers, Ash

CitrusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang