Chapter 1

755 119 21
                                    

Pagi hari. Samantha Feather turun ke dapur setelah selesai berpakaian. Hari itu hawa di dalam rumah keluarga Feather agak dingin. Mary Feather, ibu Sam, sedang menggoreng telur dadar untuk Tom dan Louise, satu lagi adik laki-laki Sam yang masih berumur dua setengah tahun.

"Pagi, Mom." Sam menguap.

"Kau mau sarapan apa?" tanya Mary. Rambut cokelatnya dikuncir asal-asalan. Ada lingkaran hitam di sekitar matanya.

"Biar aku saja. Tidakkah sebaiknya kau tidur?" bisik Sam sambil merebut penggorengan dari tangan Mary, "Jangan paksa dirimu, setidaknya biarkan aku membantu."

Sejak Samuel Feather, ayah Sam, meninggal tiga tahun yang lalu akibat serangan jantung, Mary harus menjadi tulang punggung keluarga. Dia menjahit baju pesanan langganannya. Terkadang jika tak sempat menyelesaikannya di siang hari, dia terpaksa bergadang. Untunglah kegiatan Mary banyak didukung oleh keluarga dan teman-temannya, sehingga kondisi ekonomi mereka tidak terlalu memprihatinkan. Karena itu, Sam bisa sedikit bernapas lega.

"Tidak. Aku tidak mau kau molor di kelas." kata Mary sambil meletakkan telur dadar dipiring Tom dan Lou.

Sam mengerang. Memikirkan harus ke Dartville High membuat perutnya melilit, "Oh, Mom. Bisakah aku membolos? Atau membantumu bekerja? Atau apa saja...?"

"Sudah berjuta kali kita membicarakan hal ini dan keputusanku tetap TIDAK. Cobalah untuk tidak memikirkan perkataan teman-temanmu tentang kau! Bukankah Dad selalu bilang padamu..."

"'Jadilah dirimu sendiri dan tak perlu malu tentang itu.'" Sam berbicara lambat-lambat dengan gaya bosan sambil memutar bola mata, "Bagaimana aku bisa 'menjadi diri sendiri' jika Kaum Paling terus-terusan menjadikan 'diri'ku sebagai objek penganiayaan? Sejak awal aku memang berada di rantai makanan terbawah, Mom."

"Siapa sih 'Kaum Paling' ini? Teman-temanmu?"

Sam mendengus, "Aku bahkan nggak tahu apa mereka itu menganggapku ada."

Mary menaruh sodetnya dan menatap Sam lurus, "Dengarkan aku baik-baik. Aku tahu kau kuat. Kau bisa menghadapi mereka. Sekarang Dad sudah tiada dan kesalahankulah kalian bertiga hidup... well, miskin. Aku tak ingin kau jadi sepertiku nantinya. Aku tidak kuliah, tapi kau...."

Dia berhenti sebentar untuk menarik napas.

"Kau harus lulus dari sekolahmu dan masuk universitas."

"Kuliah?" mata Sam membelalak kaget.

"Tentu saja!"

"Tapi..." Sam terbata-bata ,"...biayanya?"

"Kau pintar. Percayalah padaku, beasiswa bukan hal yang tidak mungkin bagimu. Sementara itu, berhenti mengeluh dan godok otakmu!"

"Mom, nada suaramu meninggi." Tom menyeletuk mengingatkan.

"Oh, maaf guys." sahut Mary salah tingkah, "Jadi." dia memelankan suaranya, "Ambil tasmu dan bersiaplah ke sekolah."

"Godok otakku... oke." Sam beranjak mengambil ranselnya dengan berat hati.

Lima belas menit kemudian Sam mengeluarkan sepeda merah usangnya dari dalam garasi. Dulu mereka punya mobil, tetapi Mary memutuskan untuk menjualnya agar pajak dan uang bensinnya tidak membebani. Akibatnya, Sam adalah satu-satunya cewek di Dartville High yang masih memakai sepeda. Tidak ada yang salah dengan hal itu, tapi bagaimana jika sepeda itu setidaknya sudah berumur ratusan tahun, berkarat, dan berderit setiap tiga kali kayuhan?

Sam berhenti sejenak dan menepuk-nepuk batang pohon citrus yang tumbuh besar di pekarangan rumahnya.

"Tumbuh dan berbuahlah, pemalas."

CitrusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang