Chapter 22

350 69 18
                                    

"Pagi, Samantha." sapa Colin seraya meletakkan gelas yang nyaris dijatuhkan Lou dari meja makan.

Sam kontan panik.

Ada yang bisa menjelaskan mengapa Colin Faugere ada di meja makan kami pagi-pagi begini? Di hari Minggu? Bukankah dia seharusnya sedang, entahlah, menikmati roti bagel mentega-bawang putih ditemani teh Perancis, dan barangkali mengobrol soal perkembangan bisnis dengan ayahnya? Di rumahnya sendiri?

Sam melayangkan tatapan meminta penjelasan pada ibunya, namun kelihatannya sia-sia karena Mary tampak sibuk—terlalu sibuk malah—mengorek-ngorek wajan, berusaha keras membersihkan entah-sisa-apa dari permukaannya.

Sam mengendus sesuatu. Persekongkolan Mary dan Michelle nampaknya ada di balik semua ini.

"Tidakkah sebaiknya kau ikut duduk dan bergabung bersama kami?" kata Mary dengan nada nyaring dan manis dibuat-buat, ketika Sam sudah hendak berbalik untuk naik lagi ke kamarnya.

Sembari duduk, Sam mengutuk dirinya sendiri karena tidak berpikir untuk mengganti baju tidur lusuh dan kedodorannya dengan sesuatu yang lebih pantas, atau sekadar menyisir rambut dan mencuci muka sebelum dia turun.

Sam diam-diam mengawasi bayangannya di permukaan sendok, khawatir jejak air liur membekas di pipinya.

Okelah, ini memang bukan pertama kalinya Sam bertemu Colin sejak kejadian-brokoli-keju, tapi ini pertama kalinya dia duduk semeja dengan Colin dan menyadari bahwa sudah cukup lama dia tidak memperhatikan cowok itu dalam jarak dekat.

Ini juga pertama kalinya semenjak kejadian itu Colin menyapa Sam tidak hanya dengan 'Hai'.

Oh, dan ini juga pertama kalinya Colin memanggil Sam dengan nama penuh lagi.

"Kembalikan punyaku!" Lou merengek pada abangnya, yang baru saja merampas pancake dari atas piringnya. Baru kali ini Sam bersyukur memiliki dua adik laki-laki biang onar, karena itu memberinya sesuatu untuk dikerjakan. Paling tidak, sesuatu yang dapat membebaskan dirinya dari kewajiban membalas pandangan Colin.

"Tom." kata Sam dengan nada memperingatkan, "Aku nggak akan meladenimu main scrabble lagi kalau tingkahmu begitu."

Tom hanya berayun-ayun di kursinya sambil menjulurkan lidahnya pada Sam. Lou sudah menunjukkan tampang hendak menangis.

Uh-oh.

"Hei, sobat. Kenapa kau nggak ambil punyaku?" Colin menyeletuk dan mengambil alih keadaan. Dia meletakkan pancake yang sudah dilumuri saus karamel ke atas piring Lou. Seketika, tampang hendak-menangis Lou lenyap seolah sebelumnya tidak pernah terjadi apa-apa.

Sam tercengang.

"Ooh... lihatlah betapa cerdasnya Colin menangani situasi 'genting' barusan!" Mary bergabung di meja dengan keceriaan yang berlebihan, sepertinya sudah menyerah dengan wajannya. "Kau harus banyak belajar darinya, Sam."

Ingin rasanya Sam mencekik dirinya sendiri.

"Jadi Colin," kata Mary, seolah melanjutkan percakapan yang tertunda karena kedatangan Sam, "...apa tadi kaubilang?"

"Ya, ada beberapa hal yang harus kurundingkan dengan Samantha." jawab Colin, Sam merasakan pandangan cowok itu belum beralih darinya. "Soal Menad Mazetizo."

Menad Mazetizo? Serius deh, apakah Colin nggak bisa menghilangkan kebiasaannya untuk menyebut-nyebut sesuatu dengan nama penuh?

"Menad Mazetizo?" ulang Mary, "Bukannya itu band rock bentukan Bill yang kau elu-elukan itu, Sam?"

"Aku nggak pernah secara harfiah mengelu-elukan mereka, Mom." Sam memprotes dengan nada letih, "Lagipula aliran mereka sebetulnya heavy metal."

CitrusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang