1

704 35 9
                                    

"Chel, seriusan lo gak mau ikut? Bintang tamunya Bagas, loh." Marsha masih terus membujuk Chelsea.

"Justru karena bintang tamunya Bagas, gue gak mau berangkat." jawab Chelsea.

Marsha mendesah panjang. Menyerah. Mematahkan keputusan Chelsea tidak akan menjadi mudah. Sekali gadis itu membuat keputusan, maka ia akan konsisten dengan keputusannya. Persis seperti keputusan gadis itu untuk tidak hadir dalam launching museum baru di pusat kota. Padahal Marsha tahu betul kalau Chelsea sudah menanti lama untuk pembukaan museum tersebut. Tapi karena Bagas menjadi bintang tamunya, Chelsea rela menahan diri untuk tidak turut serta dalam pembukaan perdana museum tersebut. Marsha jelas faham kenapa Chelsea begitu tidak menyukai Bagas. Sejak lama Bagas dan Chelsea tidak pernah akur. Tepatnya saat SMP kelas dua. Ketika itu, Bagas yang sudah menjadi idola sekolah menyatakan perasaannya kepada Chelsea di depan semua orang. Chelsea fikir perasaan Bagas benar, tapi saat Chelsea sudah percaya diri pada jawabannya, Bagas justru dengan santai mengatakan bahwa pernyataan cintanya tadi hanyalah prank. Siapa yang tidak kesal di permalukan seperti itu. Sebab bukan itu saja. Setelah kejadian Bagas menjahili Chelsea, gadis itu menjadi bulan-bulanan temannya dan viral di sosial media dengan judul 'Siswi Cantik Menyatakan Perasaan dan Langsung Ditolak.'. Mendapati pengalaman tidak mengenakan semacam itu tentu membuat Chelsea kesal. Belum lagi ketika Chelsea harus berada dalam satu tim bersama Bagas pada olimpiade matematika. Semakin kesal saja gadis itu.

Lulus SMP, Chelsea berharap tidak berada di satu sekolah yang sama dengan Bagas. Sayangnya, ia harus kembali menerima kenyataan pahit bahwa Bagas berada di satu sekolah sekaligus satu jurusan dan satu kelas dengannya. Chelsea hampir pindah sekolah kalau saja Marsha tidak merengek minta ditemani. Dan alasan itu cukup membuat Chelsea sampai tahun terakhirnya di sekolah, untuk tidak akur dengan Bagas.

Di luar semua alasan itu, Marsha hanya tidak tahu bahwa Chelsea memiliki satu alasan lain yang membuatnya tidak menyukai Bagas. Marsha tidak tahu ada cerita yang lebih membuat Chelsea tidak bisa melupakan yang pernah terjadi di hidupnya.

Sementara Marsha merenungi kepergian Chelsea, Chelsea berjalan dengan santai menuju kelasnya. Gadis itu mengambil modul fisika dan mulai mengecek kembali apakah tugasnya benar-benar sudah selesai. Baru saja merasa tenang, Chelsea sudah merasa terusik dengan kedatangan Bagas dan teman-temannya. Bahkan pria itu dengan sengaja menaikkan volume suara yang jelas membuat Chelsea kesal.

"Tentu saja! Bagas Rahman akan dan selalu menjadi idola. Tidak ada yang bisa menandingi itu sampai sekarang!" ucap Bagas membuat telinga Chelsea terasa panas. Reflek Chelsea berdecak keras membuat beberapa orang menoleh ke arahnya.

"Kenapa, Chel?" tanya Bagas turun dari meja dan menghampiri Chelsea.

"Gak usah sok perhatian. Lebih baik lo kecilin suara lo. Ini bukan hutan." jawab Chelsea dan beranjak meninggalkan Bagas yang langsung di tahan pria itu.

"Chel, lo kenapa sih?" Bagas mulai tidak sabar.

"Gak usah belaga bego, deh. Lo jelas tahu kenapa gue bersikap gini." jawab Chelsea tajam. Gadis itu menolehkan kepala dan tanpa sengaja melihat teman Bagas tengah mengambil foto mereka berdua. Dengan cepat, Chelsea berjalan menuju salah satu teman Bagas dan merebut ponsel tersebut.

"Kalau lo gak mau ponsel lo hancur, gak usah usil." tajam Chelsea.

"Oke, oke. Sori, sori. Kembaliin dong, Chelsea yang baik ... " ucapnya dan Chelsea meletakkan ponsel itu di atas meja dengan keras.

Tanpa berminat berdebat lebih, Chelsea mengambil ranselnya dan hendak berjalan keluar kelas sebelum Bagas menghentikannya.

"Lo mau kemana, Chel? Jangan bolos lagi." cegah Bagas.

"Gak usah sok perhatian deh lo!" Chelsea melepas genggaman Bagas dengan keras dan berjalan meninggalkan pdia itu yang langsung di kejar Bagas.

"Chel! Lo justru minta di perhatiin. Sikap lo yang kaya' gini nunjukkin kalau lo butuh perhatian." ucap Bagas.

"Asal lo tahu. Gue gak butuh perhatian lo. Sama sekali gak butuh. Gue jijik lihat lo atau sekadar dengar suara lo. Lo harus tahu itu." jawab Chelsea berjalan cepat meninggalkan Bagas yang mematung di tempatnya.

Lo masih sebenci itu sama gue, Chel.

Chelsea tiba di parkiran utama sekolah. Ia tahu pada akhirnya ia hanya akan jadi sasaran BK (Bimbingan Konseling). Tapi bagi Chelsea, lebih baik membersihkan toilet atau berlari keliling lapangan, atau hormat pada bendera dibanding harus menghabiskan sisa kelas bersama Bagas dengan emosinya yang memuncak. Chelsea tidak tahu apa yang akan ia lakukan kalau ia bersama Bagas dalam kondisi emosi. Pernah suatu ketika Chelsea sampai membanting ponselnya sendiri saking kesalnya kepada Bagas. Chelsea tahu dirinya bermasalah. Chelsea tahu dirinya sakit. Karena itu, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak berada di dekat Bagas dan berdampak tidak baik untuk kondisi psikis nya.

Menghela napas panjang, Chelsea berjalan menuju bekas ruang guru yang sekarang menjadi ruangan berlatih karate. Setidaknya, Bagas tidak akan menemukan dirinya disana, karena suasana disana sepi dan tidak banyak di gunakan meskipun ada laboratorium bahasa di sampingnya. Berada di lantai dua, dari posisinya sekarang, Chelsea bisa melihat kelasnya -XI IPA 3- dan beberapa temannya yang belum masuk ke dalam kelas padahal bel sudah berbunyi 20 menit yang lalu. Chelsea mengulum bibirnya sebentar, ia bisa melihat Marsha yang tengah berbicara kepada Bagas di depan kelas dengan raut wajah panik. Memalingkan wajaj, Chelsea memilih masuk ke ruang latihan karate dan duduk di dekat pintu masuk. Tidak melakukan apapun selain memandang kosong lantai di hadapannya. Gadis itu hanya sibuk menenangkan diri. Ia butuh menenangkan diri.

_

Setelah Chelsea meninggalkan kelas, Bagas hanya menatap kosong bangku gadis itu. Lagi-lagi Chelsea bolos dari pelajarannya, dan itu di sebabkan oleh Bagas. Mengusap wajahnya sebentar, Bagas tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi hadis itu. Kenapa Chelsea masih begitu membencinya hanya karena keusilannya di masa SMP?. Bagas ingin marah tapi ia tidak berhak. Sebab Bagas tahu, selepas ia melakukan itu kepada Chelsea dulu, gadis itu sampai tidak masuk sekolah selama satu minggu karena malu. Belum lagi, Chelsea harus melewati tahun terakhirnya di SMP dengan kenangan buruk. Bagas merasa sangat bersalah soal itu. Ia menyadari sepenuhnya bahwa Chelsea berhak membenci dirinya.

"Gas! Lo berantem lagi sama Chelsea?!" teriak Marsha di muka pintu. Membuat beberapa siswa memperhatikannya. Menyadari hal itu, Marsha menarik lengan Bagas dan mengajak pria itu keluar.

"Lo kenapa sih, Gas? Baru satu minggu Chelsea gak marah-marah soal lo dan sekarang lo bikin dia kesal lagi. Gue tahu Chelsea berlebihan dalam hal ini. Tapi gue harap lo juga faham kenapa Chelsea sampai seperti ini." ucap Marsha panjang lebar

"Gue gak pernah bermaksud membuatnya marah, Sha. Gue cuma pengen dekat sama dia. Gue pengen ngebantu dia atas dasar kemanusiaan. Tapi, dia gak pernah menerima itu." frustasi Bagas.

"Itu lo tahu kalau Chelsea gak suka sama rasa kemanusiaan lo. Jadi gak usah tunjukkin empati lo di depan muka dia. Dia gak butuh itu, Gas. Gue ngebantu lo sebisa gue dengan sedikit demi sedikit bicara soal lo. Tapi kalau lo justru bikin Chelsea sakit, gue gak bisa bantu lo lagi, Gas." ucap Marsha. "Gue harap, lo bisa bersikap bijak seperti lo bicara soal rasa kemanusiaan." lanjut Marsha sebelum meninggalkan Bagas di tempatnya.

Bagas melihat Marsha berjalan cepat meninggalkan dirinya. Gadis itu menuju kelasnya -XI IPS 3- dan tidak melihat raut Bagas yang sudah sangat berbeda.

Bagas menyadari dengan benar kelakuannya dulu sangatlah fatal. Di tambah satu kesalahan yang mungkin tidak akan pernah termaafkan. Dan mungkin kalau Bagas yang berada di posisi Chelsea, ia juga tidak akan memafkan dirinya. Menyisir rambutnya ke belakang, Bagas masuk kembali ke dalam kelas ketika melihat guru fisikanya datang. Ia harus membuat alasan untuk menyelamatkan absensi Chelsea.

_

Find Me On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang