Chelsea mendapati dirinya terbangun di sebuah ruangan bercat putih dengan aroma khas rumah sakit. Hal terakhir yang ia ingat adalah bayangan meninggalnya Alvin sebelum teriakan Bagas menggema dan hilang dari pendengarannya. Menghela napas panjang, Chelsea memejamkan kembali matanya sambil bermonolog dalam hati, aku belum sembuh benar ternyata. Trauma ini, rasa takut dan rasa sakitnya masih sama. Bahkan setelah selama ini, aku masih belum bisa mengenyahkan bayangan itu, meskipun aku mengikhlaskan kepergianmu. Chelsea tahu, tidak semua bahagia bisa di dapatkan dengan cuma-cuma. Ia merasa hidupnya sudah baik-baik saja selama ini, tapi ia sendiri lupa bahwa dalam lubuk hati, di mana hanya dirinya yang tahu, bahwa rasa takut, perasaan bersalah, hingga amarah itu masih ada dan memiliki ruang sendiri yang mungkin tidak bisa di usir begitu saja.
"Chel? Kamu sudah bangun, Sayang?" suara Mamanya menggema pada indera pendengaran Chelsea. Gadis itu menoleh dan tersenyum mendapati ibunya masih dengan seragam kerja dan gurat lelah di wajah tengah tersenyum ke arahnya, sedang Ayahnya tidur di sofa dengan mengenakan setelan juga. Perasaan Chelsea menghangat mengetahui fakta bahwa kedua orang tuanya begitu peduli.
"Aku baik-baik saja, Ma. Mama belum kembali ke rumah? Bagaimana dengan Troy? Dia sendirian?" tanya Chelsea
"Troy tinggal di rumah. Dia baik-baik saja. Mama panik sekali mendengar kabar kamu dibawa ke rumah sakit lagi. Mama tidak tahu dan tidak bisa membayangkan kalau sampai terjadi sesuatu denganmu. Dokter mengatakan kamu mengalami syok akibat kenangan lama yang kembali pada memorimu. Apa... Kamu mengingat Alvin lagi, Sayang?" tanya Mama Chelsea panjang tanpa membiarkan Chelsea bernaoas lebih dulu. Belum sempat ia menjawab, Ayahnya menggeliat dan langsung bangun dari tempatnya selepas mendapati putrinya membuka mata.
"Chel! Kamu baik-baik saja? Bagian mana yang sakit? Katakan pada Papa."
"Pa... Ma... Aku benar-benar baik saja. Aku memang mengalami syok dan untuk sesaat bayangan saat Alvin mengalami kecelakaan berputar lagi di kepalaku. Mungkin, aku memang hanya terkejut dan tidak bisa mengendalikan diri hingga akhirnya pingsan. Dan sejujurnya, aku belum benar-benar bisa berada di keramaian dengan motor yang saling bersahutan." lirih Chelsea
"Nak,... Apa tidak masalah kalau Mama menjadwalkan terapimu lagi? Mama khawatir sebab sebentar lagi kamu ujian. Tapi, kalau kamu merasa tidak nyaman dan baik-baik saja dengan itu, kita tidak perlu melakukannya. Mama hanya khawatir, kalau suatu hari terjadi hal buruk kepadamu dan Mama atau Papa tidak ada disampingmu." ujar Mama Chelsea.
"Aku akan terapi lagi, Ma. Jangan khawatir." ucap Chelsea dan dibalas dengan pelukan Mamanya.
Mereka mengobrol sebentar hingga berakhir dengan Papa Chelsea yang kembali ke kantor, dan Mamanya yang ke luar mencari sarapan setelah bujukan panjang Chelsea. Mamanya membolos kerja hanya demi menunggu dirinya yang bahkan Chelsea rasa sebenarnya ia bisa pulang sekarang. Lihat? Cinta Ibu memang tidak pernah ada bandingannya. Chelsea dengan bosan memainkan ponsel dan mengirim kabar kepada Marsha. Pintu ruangannya terbuka, dan tanpa melihat siapa yang masuk, Chelsea bersuara
"Ma, aku pulang nanti sore saja ya? Bosan dan aku sudah baik-... Bagas?!" Chelsea terkejut mendapati Bagas yang masuk ke dalam ruangannya. Gadis itu segera menegakkan tubuhnya.
"Hai, Chel. Sorry bikin kaget dan gak bilang kalau mau ke sini. Gue bawa apel, lo mau?" tawar Bagas dan di angguki oleh Chelsea. Bagas baru akan mengupasnya sampai Chelsea merebut apel tersebut lantas memakannya begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Me On You
FanfictionKalau Chelsea boleh memilih, ia tidak ingin bertemu atau mengenal Bagas Rahman. Tapi Chelsea hanya bisa berencana, selebihnya Tuhan yang memutuskan. Dan pada akhirnya, Tuhan justru membuat Chelsea harus terlibat terus menerus bersama Bagas.