9.

218 23 3
                                    

Bagas yang melihat Chelsea berlalu dari hadapannya mendadak kelimpungan. Dengan tergesa, pria itu memakai helm miliknya dan buru-buru pergi, meskipun tangan Angel berhasil menahannya lagi.

"Kak Bagas boleh minta nomornya, gak?" ucap Angel menyodorkan ponselnya.

"Besok ya, Ngel. Gue buru-buru." jawab Bagas dan langsung melajukan motornya meninggalkan Angel yang menarik kembali tangannya yang memegang ponsel sambil mendengus kecil.

Bagas menoleh ke kanan dan kiri, menebak kemana perginya Chelsea. Berdecih kecil, pria itu melajukan motornya dengan pelan sambil matanya fokus mencari keberadaan Chelsea. Dua sudut bibirnya terangkat kala mengetahui Chelsea tengah berada di toko alat tulis yang tidak jauh dari sekolah mereka. Memarkir sepeda motornya, Bagas menghampiri Chelsea.

"Chel, kok lo pergi gitu aja, sih?" tanya Bagas. Chelsea menoleh dan menautkan dua alisnya,

"Udah selesai ngobrol sama Angel? Kok ditinggalin?" ucap Chelsea setengah sarkastik. "Santai aja lagi. Gue bisa ke toko buku sendiri kok." lanjut Chelsea dan retinanya kembali menelusuri bulpoin warna di depannya.

"Kalau lo emang mau sendiri, kenapa gak langsung pergi ke toko buku dan malah mampir kesini? Kan di toko buku juga ada pensil warna" goda Bagas, "lo gak mau kalau gue lama-lama sama Angel, kan?" Bagas terkekeh menyadari perubahan raut wajah Chelsea.

"Apa sih, enggak kok." Chelsea mengalihkan perhatian yang membuat Bagas mengacak pelan puncak kepala gadis itu.

"Yaudah jangan ngambek lagi. Yuk, kita ke toko buku." Bagas menggandeng lengan Chelsea dan memakaikan helm kepada gadis itu. Chelsea tidak bergeming dan setelah naik ke atas sepeda motor merah itu, ia baru bersuara.

"Sumpah gue drama banget, ya." gumam Chelsea yang masih mampu di dengar Bagas. Senyum Bagas mengembang dan menambah kecepatan laju motornya, membuat Chelsea beralih memegang ujung seragam pria itu.

Hampir setengah jam di dalam toko buku, mereka berdua keluar dan Bagas menawari Chelsea apakah mereka akan pergi makan terlebih dahulu atau tidak. Berfikir sebentar, jawaban Chelsea justru mengejutkannya,

"Kita ke rumah lo aja, Gas. Gue mau ketemu Mama lo." Bagas mengangguk dan membawa motornya menuju rumah sesuai permintaan Chelsea.

Sampai di depan rumah Bagas, Chelsea melihat ke arah rumah bercat putih tersebut. Ia baru pertamakali berkunjung ke rumah Bagas. Gadis itu akan bicara dengan Mama Bagas untuk meminta maaf atas perlakuannya dulu. Ia sudah menyelesaikan semua urusan dengan Mama Alvin. Sekarang giliran urusannya dengan Mama Bagas. Gadis itu tidak senang menyimpan masa lalunya yang pasti membuat tidak nyaman orang lain.

Mengekor kepada Bagas, Chelsea masuk ke dalam rumah tersebut dan menemukan Mama Bagas tengah membaca majalah di sofa ruang tamu mereka. Memiringkan kepala sejenak, Chelsea jadi penasaran apa pekerjaan Mama Bagas hingga jam segini ia ada di rumah. Apa ia ibu rumah tangga saja? Mengedikan bahu, Chelsea enggan mau tahu. Ira - Mama Bagas - yang mengetahui keberadaan Chelsea di rumahnya lantas meletakkan majalah dan berdiri menyambutnya.

"Nak Chelsea?"

"Selamat sore, Tante. Maaf saya berkunjung tanpa mengabari dan membuat Tante terkejut." ucap Chelsea

"Tidak, tidak. Silakan duduk." Chelsea mengangguk dan duduk di seberang sofa yang di duduki Ira. Bagas mengatakan kepada Chelsea ia akan pergi ke kamarnya. Pria itu memberikan ruang agar Chelsea bisa menyampaikan keinginannya.

"Saya datang untuk meminta maaf atas perlakuan saya beberapa bulan yang lalu. Saya juga kemari untuk menjelaskan bahwa hubungan saya dan Bagas sudah baik-baik saja, jadi Tante tidak perlu khawatir. Terima kasih karena hari itu anda mau meluangkan waktu datang ke rumah saya, meskipun tidak  saya sambut dengan baik. Terima kasih." ujar Chelsea menundukkan kepalanya sebentar. Ira yang melihat itu jelas cukup terkejut dan buru-buru mendekati Chelsea.

"Tidak. Sayalah yang harus meminta maaf atas tindakan Bagas kepada kamu di masa lalu. Dan sekarang, kamu mau berbesar hati dengan memaafkan putra saya. Saya sangat berterima kasih." senyum Ira. Wanita setengah baya itu mengelus pelan bahu Chelsea samb tersenyum. "Anak saya begitu menyukai kamu. Dia tidak main-main soal perasaannya. Saat dulu Bagas mempermalukan kamu di depan semua teman SMP-nya, sebenarnya ia hanya tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan dan terlanjur bertaruh dengan kawannya. Setelah itu, ia bahkan menghajar teman-temannya. Dan saat menantang Alvinpun, Bagas melakukannya karena tidak senang melihat kamu bersama dengan pria itu. Anak itu labil sekali. Bahkan sampai hari ini." kekeh Ira, "tapi satu hal yang harus selalu kamu ingat, bahwa Bagas tidak pernah berbohong soal perasaannya kepadamu." tutup Ira. Chelsea yang mendengar hal tersebut menerawang jauh. Ia tidak menyangka masa remajanya akan begitu sedramatis ini. Orang-orang mungkin menganggap kisahnya ini berlebihan, tapi percayalah bahwa sebenarnya setiap orang memiliki kisah dramatisnya sendiri. Tergantung bagaimana orang itu memandang dan menyikapinya.

Chelsea tersenyum ke arah Ira. Untuk sesaat tidak tahu harus berkata apa dan memilih diam ketika Bagas datang dengan membawa dua cangkir teh. Ketika wajahnya mendongak, retinanya menemukan piano di sudut ruang tamu.

"Tante bisa bermain musik?" tanya Chelsea.

"Mamaku guru les musik, Chel." jawab Bagas membuat Chelsea terperangah.

"Benarkah?! Dimana Tante biasa mengajar?" tanya Chelsea

"Tidak tentu, dan kebanyakan muridnya yang saya suruh kemari. Usia saya sudah tidak muda lagi untuk bisa jalan-jalan dan bertandang ke setiap rumah, Nak Chelsea" senyum Ira.

"Boleh saya dengar permainan musik tante?" ucap Chelsea exited. Ira mengangguk dan mendekati piano miliknya, lantas memainkan instrumen yang cukup Chelsea kenali.

"Ini karya Tante?" tanya Chelsea begitu Ira selesai memainkan musiknya.

"Iys, tapi sudah lama sekali dan jenisnya old. Kamu tahu?" tanya Ira.

"Sebentar. Apa Tante ini, Irawati? Irawati Saputra, benar?" tanya Chelsea

"Iya," senyum Ira.

Chelsea menutup mulut saking terkejutnya, "aku suka sekali dengan karya Tante. Apalagi yang memiliki gaya klasik. Ya ampun! Lama banget aku pengen ketemu Tante dan ternyata? Wah ... Aku sering memakai instrumen buatan Tante waktu les atau ikut sebuah perlombaan!" Chelsea bercerita dengan semangat.

"Benarkah? Jadi kamu bisa main musik juga? Boleh Tante dengar permainan piano kamu?" jawab Ira tak kalah senang.

Bagas masih terus mengamati interaksi keduanya. Ia melihat bagaimana Chelsea begitu tertarik dengan musik dan apa tadi Chelsea bilang? Ia adalah penggemar ibunya? Ya ampun, dunia semoit sekali. Benar memang bahwa kadangkala sesuatu ada seseorang yang bertemu dengan kitabukanlah sebuah kebetulan. Tuhan sudah menyiapkan jalan masing-masing bagi umatnya termasuk sebuah pertemuan. Termasuk pertemuannya dengan Chelsea.

_

Find Me On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang