"Si Chelsea sama Bagas udah akur ya?"
"Lagian menurut gue, itu Chelsea aja yang cari muka supaya digodain Bagas. Kenyataannya sekarang? Dia nempel juga kan sama Bagas? Munafik emang itu cewek."
"Eh, tapi menurut gue gak gitu deh. Kalau emang niat Chelsea buat dapetin Bagas, kenapa gak dari dulu aja? Lagian setahu gue, yang seneng deket - deket bukan Chelsea, tapi Bagas"
Chelsea mendengar perbincangan teman-temannya tanpa menyahut. Sampai akhirnya Marsha yang berdiri disebelahnya angkat suara.
"Eh! Lo kalau gak tau kejadian yang sebenarnya gak usah berisik bisa gak sih?! Lagian mau Chelsea ada hubungan atau enggak sama Bagas, itu bukan urusan lo!" ucap Marsha
"Apaan sih. Kenapa jadi elo yang ribut?" jawab salah satu diantara mereka membuat Chelsea berdecak dan mau tidak mau mendekati kerumunan gadis tersebut.
"Sha, jangan ikut menggonggong pada anjing yang sedang menggonggong. Biasanya mereka menggonggong ketika melihat sesuatu yang baru dan merasa terancam." ujar Chelsea santai membuat Marsha tersenyum miring.
"Eh, lo ngatain kita anjing, Chel?!"
"Eh? Gue hanya menggunakan bahasa isyarat, kenapa kalian merasa kalau gue mengatai kalian anjing?" jawab Chelsea santai dan menarik lengan Marsha untuk menjauh.
"Wahhh Chelsea! Good girl!" ujar Marsha menunjukkan sebelah jempolnya.
"Apaan sih Sha." senyum Chelsea.
"Chel?" ujar Marsha melepas genggaman tangannya dari Chelsea membuat gadis itu menaikkan sebelah alis. "Lo senyum!" jerit Marsha heboh. "Sumpah Chel! Gue ngelihat lo senyum! Cantik banget! Lama banget gue gak ngelihat lo senyum kaya' tadi." ujar Marsha kembali memeluk tangan Chelsea dan menyandarkan kepala pada bahu gadis itu.
Chelsea kembali mengulum senyum. Ia sendiri bahkan lupa kapan tepatnya terakhir kali tersenyum. Satu tahun atau dua tahun lalu? Rasanya Chelsea tidak memiliki alasan untuk tersenyum setelah kepergian Alvin. Tapi akhir-akhir ini perasaannya membaik. Berbincang dengan Bagas membuat Chelsea menemukan sesuatu yang baru dan teman berbincang serta pengalaman yang baru. Bersama Bagas, Chelsea menemukan hal yang sebelumnya ia lupakan seperti menonton pertandingan basket, pergi berlibur ke pasar tradisional atau karaoke, dan sebagainya.
Setelah sampai di depan kelas, Chelsea melambai pada Marsha dan melihat sampai gadis itu naik ke lantai dua menuju kelasnya. Selepas Marsha menghilang dibalik belokan tangga, Chelsea masuk dan meletakkan ranselnya. Melihat Bagas yang tertidur, Chelsea memilih mengambil novel dan mulai membacanya. Novel rekomendasi dari Gilang yang berjudul Find Me On You. Cerita dalam novel itu hampir mirip dengan kisahnya, dimana seorang gadis memutuskan membenci seorang lelaki karena masa lalunya. Belum sampai satu lembar, Chelsea merasa kursinya di dorong dari belakang membuatnya menoleh.
"Chel, besok sabtu kemana gitu, yuk?" ajak Bagas "lo ada acara gak?" lanjutnya
Chelsea menutup novelnya dan berfikir sebentar,
"Ah! Gue ada itu janji sama Gilang buat ngisi di komunitas belajar anak-anak jalanan gitu. Kalau lo mau, gabung aja." jawab Chelsea. Bagas menegakkan kepala sebelum menjawab,
"Oke! Gue ikut!" jawabnya
Chelsea mengangguk sambil tersenyum, "Marsha juga ikut kok. Nanti kita pergi rame-rame" jelas Chelsea dan kembali membaca novelnya.
"Chel?" Bagas memanggil gadis itu lagi.
"Kenapa Gas?"
"Jangan sering senyum, lo tambah cantik. Gue suka. Tapi takut." ujar Bagas sebelum menelungkupkan kepalanya lagi dan hanya mendapat tatapan heran dari Chelsea. Sebetulnya Chelsea cukup faham dengan kalimat yang seringkali Bagas berikan untuknya. Chelsea jelas tahu maksud pria itu. Sayangnya, untuk menjalin hubungan, Chelsea masih terlalu takut. Ia takut semuanya akan berakhir sama seperti dulu ketika ia bersama Alvin. Dan Chelsea hanya mengacaukan segalanya.
Menghela napas panjang, mengabaikan kalimat Bagas, Chelsea memilih meneruskan membaca novel miliknya sebelum melewati hari yang panjang dan melelahkan dipenuhi kelas tambahan dan jam ekstra karena sudah berada di kelas 12.
_
Sesuai kesepakatan, hari sabtu, Marsha, Gilang, Chelsea dan Bagas pergi menuju komunitas belajar anak jalanan. Chelsea sudah dua kali mengunjungi tempat tersebut, sehingga anak-anak disana mengenal Chelsea dengan cukup baik. Meskipun Chelsea kadang merasa canggung dan tidak tahu harus berbuat apa, anak-anak disana selalu berhasil mencairkan suasana hati gadis itu. Melihat mereka selalu berhasil membuat gadis bergigi kelinci tersebut bersyukur berkali-kali lipat. Bahwa ada kehidupan yang tidak lebih baik darinya, tapi orang-orang itu tidak menyerah. Mereka belajar dan berjuang selagi bisa. Mereka bahagia dan menjalani kehidupan apa adanya sesuai yang diberikan Tuhan. Hal itu membuat Chelsea berfikir, kenapa ia harus berhenti dan putus asa ketika ia jelas memiliki segalanya untuk bisa bertahan?
Tersenyum mendapati anak-anak itu mendekat ke arahnya, Chelsea menekuk kaki agar tinggi badannya sama dengan anak-anak tersebut.
"Kak Chelsea datang sama siapa?" tanya seorang gadis yang senang mengepang dua rambutnya. Chelsea tahu nama gadis itu, Misha. Mengusap lembut kepala anak itu, Chelsea menarik dua sudut bibirnya.
"Kakak datang sama temen-temen kakak. Yang cewek cantik itu namanya Kak Marsha, kalau yang cowok namanya Kak Bagas." Chelsea memperkenalkan teman-temannya.
"Mereka bisa nyanyi juga kaya' Kak Chelsea?" tanya Misha lagi
"Bisa. Suara mereka bagus!" ujar Chelsea
"Anak-anak, jadi kapan kalian mau belajar? Nanti Kak Chelsea gak nyanyi loh kalau kalian gak belajar" suara Gilang mengintruksi membuat anak-anak tersebut segera bubar dan mulai menyesuaikan diri untuk belajar.
Chelsea melihat anak-anak tersebut dengan menopang dagunya.
"Lo biasa kemari?" tanya Bagas ikut duduk disampingnya sedang Marsha sedang ikut mengajari anak-anak tersebut.
"Ng ... Enggak. Gue 3 kali ini." jawab Chelsea jujur
"Gitu ... Bagus deh. Gue seneng lo sekarang mau ngobrol sama banyak orang. Gue sempat khawatir kalau kalau lo menutup diri dan gak bicara sama siapapun." aku Bagas.
"Lo bener kok." jawab Chelsea membuat Bagas menolehkan kepala.
"Gue emang menutup diri hampir sama semua orang setelah Alvin meninggal. Bahkan gue gak banyak bicara sama keluarga gue. Dan Marsha, adalah orang pertama yang berhasil ngebuat gue mau bicara sama orang lain." Chelsea tersenyum memandangi teman perempuannya tersebut. "Karena itu gue sangat bersyukur mengenal dan memiliki Marsha. Dia juga orang pertama yang paham sama perasaan gue ketika kita gak akur. Dan dia jadi orang yang selalu di pihak gue, meskipun gue juga tahu kalau dia diam-diam bantuin lo supaya baikan sama gue." Chelsea menghentikan sejenak kalimatnya. "Setelah gue maafin lo dan bicara sama Marsha soal segalanya, perasaan gue membaik dan Marsha pelan-pelan bantu gue supaya bisa bersosialisasi sama orang lain. Sama lo juga. Lo ngajarin gue dan ngebantu gue buat selalu bahagia. Supaya gue bersyukur atas apa yang udah gue punya dan gak nyia-nyiain hidup. Bahwa ada orang yang nasibnya tidak lebih beruntung dari gue, tapi mau berusaha. Seperti mereka misalnya." Chelsea menunjuk anak-anak tersebut.
"Karena itu Gas, gue bersyukur punya Marsha dan udah maafin lo. Juga Gilang yang ngenalin gue sama mereka. Makasih banyak, Gas." Ujar Chelsea tulus sambil menarik dua sudut bibirnya ke atas. Bagas yang melihat itu turut tersenyum lega.
"Kalau gitu, jangan sedih lagi Chel. Gue khawatir." ujar Bagas.
"Lo jangan bilang gitu, Gas. Gue geli tahu dengernya" kekeh Chelsea
"Yaelah gue serius nih." cemberut Bagas
"Iya, iya. Siap laksanakan kapten!" Chelsea mengangkat tangan pertanda hormat kepada Bagas. Membuat pria itu bereaksi mengelus pelan puncak kepala gadis itu.
_
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Me On You
FanfictionKalau Chelsea boleh memilih, ia tidak ingin bertemu atau mengenal Bagas Rahman. Tapi Chelsea hanya bisa berencana, selebihnya Tuhan yang memutuskan. Dan pada akhirnya, Tuhan justru membuat Chelsea harus terlibat terus menerus bersama Bagas.