6. Perempuan dan teka-tekinya.

18 1 0
                                    

"Lain kali, kalau aku menceritakan orang lain saat kita bersama, jangan menahan diri lagi ya."

-----------

Keanu menatap heran perempuan di hadapannya yang sedari tadi banyak sekali bicaranya. Kali ini ia tampak panik dan mencemaskan sesuatu.

Kalea terlihat gundah-gulana. Bahkan ia sedang tertunduk lesu saat ini.

"Aku pergi sebentar ya." Pamitnya dengan buru-buru meninggalkan Kean di tempat.

Kean mengerjapkan matanya berulang kali.

Mikalea.

Perempuan bertubuh mungil itu benar-benar cerewet.

Memiliki rasa penasaran yang tinggi.

Terkadang sangat aneh.

Dan sangat energik.

Tapi kali ini ada apa lagi?

Sudah cukup lama Kalea belum juga kembali. Kean memandangi tas ransel kalea yang sengaja ditinggal didekatnya. Seandainya bukan karena tas ransel itu, ia mungkin sudah berada di parkiran saat ini.

Untuk membunuh kebosanan, Kean akhirnya memesan kembali Black Coffee andalannya. Dari kasir, ia melihat Kalea sudah kembali dengan keringat disekujur tubuh.

Perempuan itu duduk dikursi dengan lesu dan penuh kelelahan. Namun beberapa saat kemudian, ia berjalan dengan gontai hendak meninggalkan Café.

"Ini, pesanannya. Terimakasih." Ujar penjaga kasir memberikan pesanannya.

"Taruh disini sebentar ya."

Keanu berjalan dengan gesit, setengah berlari mengejar Kalea. Ia langsung menghadang tubuh perempuan itu sampai-sampai keduanya saling bertubrukan.

"Mau kemana?"

Senyuman Kalea langsung merekah begitu saja.

"Kamu barusan kemana?"

"Dikasir. Aku membuat order baru."

Kalea terlihat bernapas lega sembari ber'oh' ria.

Tetapi Kean masih memandanginya lekat-lekat seolah meminta penjelasan.

"Hapeku habis baterai. Aku gak bisa menghubungi mereka."

Kean tidak menunjukkan ekspresi apapun. Wajahnya terlihat tenang dan datar.

"Aku boleh minta bantuanmu." Pinta Kalea dengan malu-malu.

Kean mengangkat sebelah alisnya.

"Pinjami aku uangmu dulu ya, besok aku janji akan ganti di sekolah." Tuturnya sambil memohon.

"Untuk apa?"

"Untuk naik ojek."

"Memangnya kamu tinggal dimana?"

"Lembang."

"Yaudah biar aku saja yang antar." Kean menawari bantuan.

"Tidak usah, Kean. Biar aku naik ojek saja. Hitung-hitung membantu pak ojek mencari nafkah untuk keluarganya. Kalau sama kamu kan hanya merepotkan."

Kean bergidik geli sendiri. "Yang benar?" Kali ini laki-laki itu menuntut kepastian.

Kalea mengangguk. Namun anggukkannya terlihat ragu-ragu. Ia tengah memutar otaknya memikirnya jalan terbaik mana yang harus dia ambil.

Kean mengeluarkan dompetnya. Ia hendak mengambil beberapa lembar uang kertas.

"Kean. Aku ikut bersamamu saja deh. Lumayan irit biaya." Seru Kalea secara tiba-tiba.

AdamantineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang