"Banyak kau temui manusia lain yang memuji parasmu. Tapi braga, cinta seharusnya bukan tentang bagaimana rupamu."
----------------------------
Drrrtt...drrrttt..
Secepat kilat kalea kembali menghidupkan layar handphonenya. Kalea tidak percaya dengan apa yang tertera disana. Binar mata itu secepat kilat pula meredup.
Tante perawan tua
Say, tante ada kunjungan mendadak jadi gak bisa jemput kamu. Pulang naik ojek online ya. Itung-itung nambah kenalan jajaka bandung.
Menyebalkan.
Tidak heran mengapa sampai saat ini belum ada pria yang datang ke rumah untuk melamarnya.
Siapa juga yang mau diduakan dengan pekerjaan.
=====
Kalea memandangi langit sore yang cerah. Ia memasukkan kembali payung ke dalam ranselnya. Tadinya ia sempat berpikir Bandung akan kembali terguyur hujan. Well, perkiraan manusia tidak selalu benar.
Seketika terbersit sebuah ide cemerlang di otaknya. Alih-alih pulang ke villa, akan lebih menyenangkan jika ia mampir sebentar ke Jl. Braga. Tanpa berpikir panjang, ia melakukan pemesanan ojek online melalui salah satu aplikasi yang terdapat di handphone miliknya.
"Thank you and have a nice day." Begitu ujaran pengemudi ojek online ketika Kalea sampai di dekat Braga.
Ia tertawa geli. "Iya, sama-sama ya mang. Ini uangnya." Tuturnya sembari menyerahkan beberapa lembar mata uang rupiah.
"Wah canggih si teteh, geuning tiasa nyarios basa Indonesia enya." Ucapan selanjutnya tidak sepenuhnya dapat dimengerti oleh Kalea.
Kalea mengamati Jl. Braga dengan seksama.
Rasanya sudah lama sekali ia pergi jauh. Namun, tidak banyak yang berubah dari Jl. Braga. Walaupun bangunan kuno khas Belanda yang berada dihadapannya saat ini banyak ia temui selama di Belanda. Hanya saja, ini Bandung. Tempat yang lebih dari sekedar rumah.
Langkah kakinya terhenti sejenak. Dirinya baru saja terhanyut dalam keindahan salah satu karya seni agung yang ia temukan di sisi jalan. Ia menepi untuk mengamati lebih dalam lukisan beraliran naturalisme. Objek lukisan tersebut adalah bunga matahari yang nampak berkilauan.
Mungkin tidak hari ini, tetapi ia bertekad akan memiliki lukisan itu nanti.
Kalea melanjutkan langkahnya. Senyum terus mengembang dengan indah di bibirnya.
"Mau beli es potongnya neng?"
Es potong keliling.
"Ini rasa apa?"
"Hunkwe."
Kalea mengeluarkan uang dan memberikannya pada tukang es potong keliling tersebut.
"Bukan es gabus ya mang namanya?" Ingatan semasa kecilnya dulu mulai terpanggil kembali.
"Es gabus tepung hunkwe, ehehe."
Tidak menunggu lama, Kalea langsung memasukkan es potong yang Nampak menggiurkan ke dalam mulutnya. Setelahnya, ia melanjutkan perjalanan kembali.
Drrrtt..
Kalea menekan tombol hijau untuk menerima panggilan masuk.
"kenapa ma?"
Suara bising terdengar dari ujung telepon.
"Halo, darling. Kamu ada dimana?" pertanyaan yang paling sering ia dengar setelah 'kamu sudah makan?'.
Kalea tidak langsung menjawab. Matanya masih sibuk menelusuri braga. "Braga."

KAMU SEDANG MEMBACA
Adamantine
Teen FictionKau percaya di dunia ini benar adanya cinta sejati? Kean. Keanu Mattheios Athena. Dia tidak percaya. Namun dari milyaran jumlah populasi manusia di bumi, entah mengapa alam semesta mengizinkan Mikalea mengenal sosok misterius satu ini. Ini bukan k...