୨୧
Bulan desember sudah di depan mata, pohon natal yang ayah Damian beli dua tahun lalu bahkan sudah kembali menjulang disudut rumah tepat di ruang utama.
Lampu hias beragam warna dalam kotak penyimpanan Navaro bawa keluar dari gudang lengkap dengan wajah merengut ingin menangis, disusul Jerome yang cengar cengir di belakang membawa hiasan bintang yang berhasil dirinya menangkan dari tangan sang kembaran.
Lalu disusul ibu Yeremia yang membawa perlengkapan hias khas natal yang punya ukuran lebih besar untuk diserahkan ayah Damian yang menanti untuk penuhi sudut rumah mereka.
Dan tak lupa lagu Jiggle Bell Rock yang memenuhi ruangan menggantikan suara Mariah Carey yang sebelumnya mendominasi ruangan dengan lagu All I Want Christmas Is You semakin menambah hangat keluarga Kairo untuk menyambut natal tahun ini.
"Ayahhhh," rengek Navaro mengalun buat Damian yang tengah menyusun hiasan dominasi warna merah khas natal diatas lemari kaca menoleh kearah suara putranya berasal.
"Kenapa jagoan? Perasaan tadi masih ketawa tawa deh ayah dengernya ini kenapa udah cembetut aja sih." labium tipis Navaro ditarik pelan tangan kekar sang ayah, buat si kecil siap menangis saat itu juga.
"Jeje,"
Damian menoleh, mencari salah satu anaknya yang baru saja Navaro sebutkan.
Binar itu menatap polos ke arah Damian, dalam peluknya tersimpan apik hiasan bintang yang nantinya akan ditaruh diatas pohon natal, lengkap dengan senyum lebar yang menampilkan gigi susunya yang tengahnya baru saja tanggal tadi pagi akibat jatuh dari ayunan di taman komplek.
Jangan tanya sebabnya kenapa, karna gigi Jerome memang sudah goyang sejak seminggu yang lalu dan pagi tadi Damian mengajak serta keluarga kecilnya berolahraga disekitar komplek lalu kala keempatnya melipir ke sisi taman baik Navaro dan Jerome langsung berlari menuju ayunan.
Awalnya biasa saja, Jerome akan mendorong perlahan ayunan yang kembarannya naiki lalu setelah lelah keduanya akan berganti posisi. Tapi memang hari sial tidak ada di kalender, Navaro tanpa sadar mendorong hingga laju ayunan cukup kencang, pun Jerome tidak berteriak minta berhenti atau disinggahi rasa takut.
Pagi tadi keluarga Kairo terlalu menikmati sabtu yang berlalu sejuk usai hujan mengguyur semalam, ayah dan ibu bahkan pagi itu larut dalam obrolan ringan ditengah menikmati bubur yang lewat sampai nangisan Jerome pecah membuat keduanya berlari mendekat.
"Jeje tiba tiba lepas tangan bukan salah Nana," elak Navaro cepat saat ibunya menatap kearahnya.
Navaro masih disana, mengelak sekaligus menjelaskan kronologi yang terjadi saat Jerome masih menangis kencang kala tubuh gempalnya diangkat dalam rengkuhan sang ayah, punggung sempitnya pun tak lepas dari usapan tangan besar ayah Damian yang coba beri rasa nyaman.
Cukup lama Jerome menangis sampai suara mengi kembali hadir sebagai alarm peringatan, karna lutut dan siku Jerome yang ikut luka bersama dua gigi seri depannya yang tanggal karna membentur paving block jadi menyebab tangisan si sulung berlangsung setengah jam sampai asmanya kumat.
"Hahahaha Jeje ompong seperti opung!" seru Navaro buat tawa si bungsu lepas tak karuan.
Dan Jerome yang di goda kembali lepaskan tangisan, "Ayahhh!" seruan si sulung buat Damian kerutkan keningnya kesal.
Matanya menatap garang si bungsu yang sibuk menggoda kembaraannya, seolah wajah galak ayahnya bukanlah apa apa bagi si kecil Navaro.
"Sshhh its okay jagoan, nanti tumbuh lagi kok giginya Jeje. Udah ya nangisnya sayang? Nanti susah lagi loh Jeje buat nafasnya."
"Uuuu Jeje ompong seperti opung."
"Nahhh nahhh ayahh,"
"Ibu Jeje ompong seperti opung,"
"Ayah Jeje sudah tua ya berarti? Giginya seperti opung."
"Enak aja anak ayah masih bayi gini dibilang tua," protes Damian.
"Nana bayik gigi Nana masih ada semua."
"Iya nanti juga giginya Nana sama kaya Jeje, ilang kalo kebanyakan jajan ciki."
"Tidak ayah! Tidak kan ibu?" figur Yeremia yang baru kembali dari dapur jadi pilihan Navaro untuk minta di bela. Binar lugunya menatap penuh harap pada satu satunya ratu di rumah untuk melawan sang ayah.
Ayahnya sudah mulai menyebalkan karna tidak mau mengalah, sedangkan sebotol susu hangat di tangan ibu jauh lebih menggoda dimatanya.
"Iya tidak, udah Nana sini sama ibu jangan godain Jeje mulu." titah Yeremia buat si kecil Navaro melangkah mendekat, melesak masuk kedalam rengkuh hangat ibunya tak lupa menjulurkan lidah demi menggoda Jerome yang masih beri tatapan kesal ke arahnya.
"Astaga anak ini."
Disisi kiri Yeremia diisi Damian yang mulai bersenandung kecil sembari tangannya bergantian mengusap lembut surai kedua putranya, dengaan Navaro yang mulai terbuai kantuk dipangkuan Yeremia dan Jerome masih terjaga dalam rengkuh Damian.
"Jeje mau susunya juga sayang?" tanya Yeremia lembut, kelereng hitamnya menatap gemas si sulung yang masih seseguhan di dada bidang ayah Damian.
Hatinya mengiba melihat kondisi putranya yang masih kesulitan menarik nafas usai menangis hebat, menegur Navaro juga berakhir percuma karna si bungsu yang ikut menangis karna dikira ayah dan ibunya marah padahal dirinya tak sedang berbuat ulah.
"Kasian anak ibu sampai sesek gini, sudah ya nangisnya? Nanti tumbuh lagi kok giginya."
"Nananya mau ibu jewer aja? Soalnya hari ini Nana nakal sama Jeje, mau?"
"Jahhh ngan ibu,"
"Ya sudah, nanti ibu suruh Nana minta maaf aja ke Jeje abis bangun tidur ya."
"Ihh yahh." lirih Jerome.
"Jeje juga bobo, biar nafasnya enakan. Bobonya engga pake susu dulu tapi, susunya nanti abis Jeje bangun tidur."
Jerome yang bersandar di dada ayah mengangguk pelan, matanya perlahan ia tutup untuk bersiap tidur siang bersama ayah juga ibu yang setia beri peluk paling hangat untuk dirinya juga Navaro di sisinya.
𔘓 This Part is Over, See You Next Chapter ㅤ𔘓
KAMU SEDANG MEMBACA
a flower blooms on the street
Hayran Kurgu⠀ Ada cerita beragam rasa disudut kota. ⸂ © 𝗻𝗮𝗿𝘁𝗰𝗶𝘀𝘀𝗶𝘀𝗺﹐𝟮𝟬𝟮𝟰. ⸃