Pagi ini aku diantar oleh Jik Mang kembali ke Griya Beraban, Tuniang meminta aku kembali ke Denpasar, dikhawatirkan aku akan kesepian dan bengong seharian ketika Bu Tu, Bu De, Jik Mang, dan Jik Tut mulai melakukan aktifitas mereka. Jik Mang bekerja di Denpasar, sehingga Jik Mang bisa mengantarkanku ke Griya Beraban sebelum berangkat kerja. Dengan motor Ninja hitam, Jik Mang hanya memerlukan waktu 30 menit sampai di Denpasar. Sesampainya di Griya Beraban, aku langsung pamit ke kamar. Om Gusde yang saat itu bersiap pergi kerja tak mampu berbuat apa-apa dan menuruti keinginanku tanpa banyak bertanya.
Ku rebahkan tubuh lelahku setelah perjalanan dari Tabanan menuju Denpasar. Kembali bayangan itu mengusik dan membiarkan hati merasakan kembali sakitnya. Ku buka ponsel yang selama ini tak ku hiraukan. Kulihat beberapa pesan singkat, beberapa dari Mama yang menanyakan kabarku dan apa yang aku lakukan selama ini, beberapa dari teman-temanku yang menanyakan seberapa jauh aku melakukan penelitian untuk skripsiku. Aku bergeming, aku hanya membuka pesan-pesan itu tanpa membalasnya. Hanya ada satu pesan singkat yang membuatku penasaran serta membuat jantungku berdetak lebih cepat. Sebuah pesan dari Donny. “I MISS YOU IAN” hanya itu isi pesan dari Donny, tapi terasa sangat menyakitkan untukku.
Kembali kurasakan hangatnya pipi ini dibasahi air mata kepedihan, kembali aku menangis karenanya. Apa yang sebenarnya dia inginkan? Tak cukupkah dia menyakitiku selama ini? Apa arti dari pesan itu? Apa yang dia lakukan? Yaa Allah mengapa rasa ini tak pernah hilang? Mengapa tak Kau angkat rasa sayang sekaligus sakit ini dariku? Aku mencintainya, dan aku sakit karena rasa ini.
Tanpa sadar, Tuniang Ratu sudah duduk di samping tempat tidurku. “Tuniang ngapain disini?” dengan malu kuhapus air mata yang membasahi pipi. “Ini, tuniang bawain salak sama pear kesukaan kamu, dimakan yaa..! kenapa kamu nangis Ra? Apa kamu pengen pulang ke Bandung? Ada yang kamu kangenin disana?” pertanyaan Tuniang terlalu banyak sehingga aku hanya mampu mengangguk saat beliau menawarkan buah-buahan dan menggeleng ketika beliau bertanya soal menangis dan Bandung.
“Yaa tenangkan dulu dirimu di Bali, setelah tenang baru kamu balik ke Bandung. Kamu main-main saja dulu sama Om dan tante mu di Bali. Mama bilang kamu lagi gak baik suasana hatinya, gak perlu berpikir terlalu keras, serahkan semua masalah pada Tuhan. Apa yang mau kamu ceritakan sama Tuniang, ayo ceritakan, tapi kalau gak mau cerita juga gak apa-apa.” Aku hanya sanggup menganggukkan kepala, sesekali menyeka air mata yang tak kunjung berhenti. Tuniang mengatakan Beliau ada upacara keagamaan di daerah Kuta, beliau pamit untuk pergi. Aku hanya meng-iya-kan saja.Sekitar waktu Duhur tiba, aku berdiri berjalan menuju kamar mandi untuk berwudlu dan sholat. Tak kulirik Om Gusnom yang duduk di sofa menonton acara TV sambil merokok, aku malu mataku sembab.
Usai sholat, aku merapikan diri hendak pamit keluar rumah ketika Om Gusnom mengetuk pintu kamar dan meminta aku untuk makan siang. “Ara.. ayo makan dulu. Kamu dari tadi belum makan apa-apa!” tak kujawab. Kubuka pintu kamar dan memberikan senyum terpaksa, lalu berjalan menuju meja makan. Aku dan Om Gusnom makan siang berdua saja, kemudian disusul Tante Bulan dan Om Gusde yang sengaja makan siang bersama di rumah. Kami berempat makan siang bersama. Tante Bulan tak banyak bicara, dia hanya tersenyum padaku. Acara makan siang begitu hening, sampai akhirnya Om Gusde angkat bicara. “Hey, kamu kok di Bali cuma ngurung diri aja di kamar? Ini Om Gusnom dari pagi nungguin kamu keluar kamar, mau ngajak jalan katanya. Ayo sana jalan, cari tempat yang bagus gitu lho. Liburan kok murung!” sembari melirik ke arah Om Gusnom, kemudian Om Gude melanjutkan kalimatnya. “Nom, ajak si Ara kemana aja maunya dia. Nanti Bapaknya telepon marah lho kita biarin si Ara ngurung diri di kamar seharian!”
Aku tak mampu berkata hanya mampu tersenyum, Om Gusnom yang menjawab dengan anggukan. Setelah makan, sesuai perintah, aku ke kamar dan bersiap untuk jalan-jalan dengan Om Gusnom. Sebetulnya aku malas, hanya saja tak kuasa untuk menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You
RomanceWanita itu berhasil membuat Dewa menjatuhkanku dengan tendangan kaki kirinya, bahkan tanpa pertahanan sedikitpun. Duduk termenung di tepi pantai, sambil memeluk kedua kaki yang tertekuk mampu membuat konsentrasi saat latihan komite dengan Dewa menja...