- Cemburu -

6 0 0
                                    

Assalaamualaikum Warohmatulloh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Assalaamualaikum Warohmatulloh.
Assalaamualaikum Warohmatulloh.
Ponselku bergetar saat aku mengusapkan wajah dengan telapak tangan kananku. Kubuka.
“Have a nice dreams. See you tomorrow.”
Keningku berkerut dengan sedikit senyum membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh pemilik sedan serba hitam itu. See you tomorrow? Apa lagi yang dia rencanakan besok? Ah biarlah aku mengetahuinya esok hari, biarkan rasa penasaran ini mengantarkanku pada mimpi indah malam ini.
Setelah berdoa dan bersyukur, kurebahkan tubuh ini. Aku merindukan kamar tidurku di Bandung yang bernuansa putih-abu. Meski aku menyukai warna hitam, tapi aku tak memakainya untuk kamarku karena aku sangat takut pada kecoa yang akan sulit diidentifikasi jika menempel di barang-barang berwarna hitam. Aku bisa terjaga semalaman dan sibuk memperhatikan kemana perginya makhluk kecil menjijikan itu jika kulihat berkeliaran di kamar tidurku. Kemungkinan besar alasan mengapa aku takut pada kecoa adalah karena Mama pun rela meninggalkan anak-anaknya dan mengurung diri di kamar ketika seekor kecoa terlihat terbang melayang-layang di ruang keluarga dimana Mama sebelumnya sedang duduk menikmati acara tv di ruangan itu bersama kami.

...
Pikiranku melayang mengingat-ingat semua kejadian indah hari ini. Dylan, aku, Om Gusnom, dan Tante Tut, kami makan siang bersama di D’Dreams cafe & resto untuk kedua kalinya. Cafe baru saja akan dibuka bagi pengunjung ketika kami tiba. Kami tak memesan makanan yang terdaftar dalam menu, Dylan sudah mempersiapkan makanan khusus untuk kami santap. Lagi-lagi Nay yang melayani kami. Dia sedang menghidangkan makanan di meja yang disiapkan untuk kami berempat.
“Thank’s Nay, you are the best!” Dylan mengucapkan terima kasih dan memuji hasil kerja pegawainya. Kemudian mempersilahkan kami duduk.
“Makanan sudah siap. Silahkan dicicipi.”
Menu makan siang kami kali ini serba seafood. Dylan menyiapkan semuanya dengan sangat sempurna. Udang bakar bumbu Bali dan kepiting lada hitam menjadi menu utama siang itu, dilengkapi pisang bakar keju sebagai makanan penutup, dan kelapa muda yang alami menyegarkan.

Sebetulnya aku kebingungan karena semua makanan yang disajikan tidak sesuai jika dimakan menggunakan sendok+garpu, akan terasa lebih nikmat dan pantas jika langsung menggunakan jemari tangan. Tapi aku malu. Sementara Om dan kekasihnya sudah mulai menikmati hidangan seafood, aku meneguk air mineral dalam gelas. Dylan menyadari keragu-raguanku.
“Kamu, gak makan seafood?” pertanyaan itu menyadarkanku bahwa Dylan memperhatikanku.
“Oh ngga. Eh, maksudku, aku suka seafood kok.” Jawabku gelagapan. Kemudian kuambil bakul berisi nasi, kusendok nasi dan kuletakkan di atas piringku.
“Syukurlah. Ayo dimakan, keburu kehabisan sama mereka.” Sambil melirik Om Gusnom dan Tante Tut. Kemudian melanjutkan kalimatnya setengah berbisik. “Saya gak akan merhatiin kamu, promise!”

Kalimat itu mengagetkanku sekaligus membuatku tersadar bahwa Dylan mengetahui apa yang aku pikirkan.
Akhirnya aku mulai tak peduli dengan rasa malu yang sedari tadi mengusikku. Kami menyantap makan siang kami dengan lahap. Maksudku mereka bertiga. Ya, karena ternyata aku masih belum bisa selahap mereka meskipun hidangan seafood ini sangat lezat dan tak bau amis. Dylan memang seorang pandai memasak, kuakui itu. Aku malu sebagai wanita, yang tak mempunyai keahlian dalam hal memasak. Memang aku sering membantu Mama memasak, tapi itu pun hanya mengupas, mencuci, dan memotong bahan-bahan yang akan dimasak, untuk selanjutnya aku serahkan pada Mama sebagai seorang chef di rumah.
Tante Tut berpamitan setelah makan, karena harus kembali bekerja. Om Gusnom mengantarkan kekasihnya, dan berjanji akan kembali untuk menjemputku. Awalnya aku keberatan, tapi Om dan kekasihnya berhasil meyakinkanku untuk menunggu karena tak lama akan menjemput.

Loving YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang