Prolog

16 4 0
                                    

    Sedari kecil aku memang jarang sekali bermimpi, hampir tidak pernah. Sekali bermimpi pasti terasa seperti nyata. Seperti aku yang melakukannya, hanya saja dia bukan Shendiela Smit tetapi orang lain. Orang lain yang terus menjadi mimpiku... Seumur hidupku.

" pagi ayah.. Ibu. " sapaku pada mereka yang tengah asik menikmati pagi di teras rumah.

" pagi sayang, bagaimana tidurmu apa nyenyak? " tanya ibu dengan nada lembut sepertu biasanya.

" aku bermimpi aneh lagi. " jawabku lesu.

    Ayah yang sedari tadi hanya membaca koran sambil tersenyum ringan kini mulai memperhatikanku.

" apa? " tanya ayah.

" aku sedang berada di suatu tempat,  seperti danau...."

" danau ?" sahut ibu.

" aku rasa ... lalu ternyata itu bukanlah aku, walaupun rambut, gaun tidurnya sama persis sepertiku tapi... Itu bukan aku, aku yakin itu. " jelasku pada mereka berdua.

    Entah sejak kapan ayah dan ibu saling pandang dan wajahnya yang mulai menegang. Bukan hal yang aneh jika respon mereka begitu, setiap aku bercerita wanita itu respon nya memenglah sama hanya saling pandang tanpa menjawab.
    Semenjak aku duduk di bangku SMA aku sering bermimpi tetapi, anehnya selalu dia.. Dia yang sama denganku tapi aku tau betul itu bukan aku. Kesal dengan sikap orang tua ku, aku memajukan sedikit bibirku. Ayah yang menyadarinya mulai membuka mulutnya.

" gadis yang sama ya... Kenapa selalu bermimpi dia? "

Pertanyaan yang aku sendiri tidak tahu jawabannya. Semakin di pikirkan semakin juga membingungkan. Selama bermimpi tentangnua jangankan wajahnya, hidung dan bibirnyapun tak pernah ku lihat.

" aku tidak pernah melihat wajahnya." jawabku lirih.

" kenapa aneh begini. " sahut ibu.

" ah...  Benar ini aneh,  apa aku pergi ke psikolog saja ya bu?"

Mendengar pernyataan itu ibuku sedikit terkejut, gerak geriknya juga semakin aneh. Walau begitu aku tidak tau mengapa...

" kenapa harus ke psikolog? " kini ayahku yang menyahuti.

Ayah dan ibuku ini memang kompak, saat ibu tidak dapat menjawab ayah menimpalinya begitu sebaliknya.

" bukankah psikolog menangani orang seperti itu? " jelasku ringan.

" hmmmm biar ayah pikirkan dulu.. Hmm bukankah psikolog menangani orang yang sedang sakit... "

Ayahku berhenti menjelaskan kerena dia tau aku paham betul apa yang tengah ia maksud.

" tidak begitu. "

" kenapa harus membahas gadis yang tidak kamu tahu. " sela ibuku.

" iya benar juga ya. " aku mencoba mengalah kali ini.

Pagi yang panjang dengan obrolan yang menurutku entah kemana jalan pembicaraannya akan berahir. Hanya saja kata-kata ibu kembali terngiang di telingaku.

" kenapa harus membahas gadis yang tidak kamu tahu. "

Itu artinya ayah dan ibu ku tau... Atau tidak. Kata-kata yang sebenarnya mempunyai banyak arti dan tersembunyi. Semakin sukar jika dipikirkan dan tidak masuk akal, seseorang yang tidak pernah terlihat tapi selalu datang dalam mimpi. Keduanya sungguh menjadi misteri.

In the Dark and In the LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang